[1] Sarcastic Princess

59.9K 4.2K 1.2K
                                    

VOTE DULU YUK
JANGAN LUPA SPAM NEXT

𝕮𝖎𝖓𝖉𝖊𝖗𝖗𝖊𝖓𝖆

Zeta meletakkan koper Rena di dekat lemari hitam tinggi, kemudian menatap cewek itu sekilas sebelum menyalakan lampu. Sekarang wajah Rena terlihat jelas, cewek itu balas melihat Zeta.

“Ada peraturan yang harus lo patuhi selama tinggal sama gue,” ujar Zeta.

Rena memperhatikan ucapan Zeta sambil menggerutu dalam hati. Dia tidak tahu bahwa anak dari teman orang tuanya adalah seorang cowok seperti itu, seperti Zeta. Jika sejak awal Rena tahu dia akan tinggal satu apartemen dengan Zeta, maka dia akan memikirkan ulang untuk sekolah di sekolah impiannya.

“Pertama, jangan masuk kamar gue tanpa izin.” Zeta melipat tangan di dada, menatap Rena dari atas ke bawah dengan tatapan menelanjangi. “Ke dua, jangan jorok apa lagi malesan.”

Menelan ludah gugup, Rena mencengkeram ujung gaun putihnya, memeriksa apakah dia masih berpakaian karena tatapan Zeta membuat Rena terbakar.

“Ke tiga, jangan manja, jangan bawel, jangan ribet.”

Dalam hati Rena sudah mengumpati Zeta karena peraturan-peraturan itu mempersulitnya. Mama bilang, Rena pemalas dan jorok, bahkan cerewet, dan karena keras kepala ingin sekolah di salah satu sekolah menengah atas terbaik di Indonesia, Rena terpaksa menuruti Mama untuk jadi mandiri. Tentu saja dengan cara tinggal di apartemen Zeta.

“Ke empat, anggep kita nggak kenal di sekolah. Ke lima, tetep di kamar kalo temen-temen gue dateng.” Zeta menyipit sesaat kepada Rena karena cewek itu hanya diam. “Terakhir, pulang-pergi sekolah gue tunggu di halte deket sekolah.”

Rena menghela napas berat, kemudian mengangguk. “Ada lagi, Kak?” tanyanya malas.

“Zeta, aja,” tukas Zeta sama malasnya.

“Nanti dipikir nggak sopan lagi,” Rena membalas mulai kesal.

“Berisik amat. Panggil gue Zeta.”

Rena mencebik. “Oke,” katanya pasrah.

Mungkin jarak usia Rena dan Zeta lebih dari satu tahun atau bahkan dua tahun. Rena lahir bulan Agustus, dan usianya baru 16 tahun padahal sudah kelas sebelas. Kebanyakan teman-teman Rena di sekolah lama sudah memiliki KTP, dia jadi merasa seperti anak SMP.

“Kalo mau makan, cari ke dapur.”

“Gue mau delivery aja emang gak bisa?” tanya Rena kebingungan.

Zeta mendecak malas. “Nyokap lo nyuruh lo buat hemat dan belajar nabung, jangan boros.” Lagi-lagi Zeta melihat Rena dari atas ke bawah.

“Kan nggak setiap hari!” Rena setengah menyeru tak ingin kalah.

“Kalo gitu gue yang bakal pegang dompet lo.” Zeta mengulurkan tangan, meminta Rena memberikan dompetnya berserta seluruh uang tunai dan kartu ATM di sana.

“Ih, nggak mau!” Rena refleks mundur. “Ya, udah iya! Gak jadi delivery!” ujarnya bersungut-sungut.

Zeta mendecih sinis. “Belum apa-apa lo udah langgar peraturan gue, Rena,” tuturnya dengan tatapan dan nada bicara datar.

Rena semakin merengut, dia melihat punggung tegap Zeta saat cowok itu meninggalkan kamarnya. Setelah puas memaki-maki Zeta dalam bisikan, Rena mengeluarkan ponsel dari tas kecilnya dan menghubungi Mama.

“Halo, Ma. Aku udah sampe di apartemennya Zeta,” Rena melaporkan.

Gimana, Rena? Di sana nyaman, ‘kan? Zeta baik, ya? Kira-kira bakal betah nggak?” tanya Mama bertubi-tubi.

Cinderrena [KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang