[9] Jealousy Incarnate

22.8K 3.1K 1.1K
                                    

HALOOO! SIAPA YANG GAK DAPET NOTIP? ☹️

𝕮𝖎𝖓𝖉𝖊𝖗𝖗𝖊𝖓𝖆

Mereka sempat menonton film horor yang sudah sejak SMP ingin Rena tonton, tapi tidak pernah punya teman. Kali ini dia punya Zeta untuk dijadikan tameng setiap kali muncul hantu-hantu menyeramkan. Rena beberapa kali meringis sakit karena sikunya belum terbiasa untuk bergerak.

Menyesal semalam karena tidak bisa tidur, Rena berakhir memaksa Zeta untuk tidur di kamarnya. Awalnya Rena masih merasa sangat jauh dengan Zeta walaupun cowok itu ada di sampingnya, dan sedang tidur. Mengerikan bagaimana setiap objek yang Rena lihat berubah jadi wajah-wajah menyeramkan, dan imajinasinya memperburuk semua itu.

Rasa takut Rena baru hilang ketika tangan Zeta merambati pinggangnya, menarik perut Rena. Zeta memeluk Rena erat sepanjang malam, entah itu sengaja atau hanya refleks. Paginya Rena terbangun sendirian, dan segera bersiap-siap untuk sekolah.

Zeta sempat berdebat panjang lebar dengan Rena di jalan menuju sekolah. Rena tetap ingin turun di depan halte sementara Zeta tidak mengizinkannya. Lalu Rena kalah, dan terpaksa mendapat bantuan Zeta untuk berjalan dari area parkir sampai lobby. Mereka naik elevator yang hanya boleh digunakan untuk keadaan mendesak. Sampai di kelas, tentu saja Rena mendapat tatapan bingung karena tidak ada yang melihat dia bersama Zeta sebelumnya.

Untung saja di sekolah ini tidak ada satu pun jiwa kepo yang menanyai Rena tentang hubungannya dengan Zeta. Mereka benar-benar berbeda dari orang-orang di sekolah lama Rena. Pada jam istirahat, seorang cewek dengan rambut hitam agak bergelombang menemui Rena di kelas. Rena ingat itu cewek yang dibawa Zeta ke apartemen, dia membaca name tag cewek itu, di sana tertulis Cajsa sebagai nama depannya, yang mana dibaca Kaisa.

Jadi, pacar Zeta ini bernama Cajsa. Walaupun Zeta bilang dirinya tidak punya pacar, tapi Rena tidak pernah percaya. Cajsa tersenyum pada Rena dan menawarinya untuk ke kantin atau kafetaria bersama, tapi Rena menatap cewek itu dengan kerutan di antara alis dan ekspresi permusuhan. Seorang adik tidak harus selalu menyukai pacar kakaknya, bukan?

“Nggak butuh bantuan lo,” ucap Rena sambil berdiri, dan ternyata dia lebih tinggi dari Cajsa.

“Jalan lo, aja, pincang. Gimana lo mau sampe ke kantin sebelum jam istirahat berakhir?” balas Cajsa terdengar agak memaksa, dan beberapa kata di kalimatnya menyinggung perasaan Rena.

Rena menyipit. “Lo cuma lagi caper karna lo udah tau Zeta kakak gue. Well, kakak sepupu. Tapi lo salah, ya, kalo nganggep gue bakal suka sama sikap lo,” Rena menjelaskan apa yang sejak tadi ada di pikirannya. “Get the fuck out, and mind your business, Sweetie.

Cajsa sepertinya kaget karena Rena lebih sarkastik daripada saat pertama kali mereka bertemu. Selain itu, Rena juga tidak sopan walaupun dia jelas tahu Cajsa adalah seniornya. Terbukti dari rok hitam yang Cajsa kenakan, ada lapisan hijau tua di bagian belahan rok di samping paha. Dengan punggung tegap dan dagu terangkat, Rena meninggalkan Cajsa begitu saja.

Berjalan sendirian bukan hal yang sulit dilakukan Rena, bahkan saat kondisinya tidak senormal keadaan biasa. Omong-omong, rasa ngilu di siku Rena sudah berkurang, meskipun dia sempat berpikir itu akan menetap di sana sampai berminggu-minggu. Rena duduk sendirian di sudut kantin dekat jendela belakang yang menghadap langsung pada makam dengan banyak salib.

Sebenarnya posisi makam itu ada di seberang jalan, tapi memandangnya dari sini memang cukup menakutkan. Belum lagi pagar hitam tinggi dengan beberapa patung malaikat, pohon-pohon tinggi berdaun kecil, dan salib dengan berbagai gaya. Seperti makam pada masa Victoria. Rena merasa dirinya sangat jauh dengan Tuhan, karena dengan melihat makam saja dia sudah merinding tak karuan. Bagaimanapun, Rena akui dirinya bukan seseorang yang religius.

Cinderrena [KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang