[4] Shady

20.9K 3.1K 907
                                    

V O T E D U L U 🤍

𝕮𝖎𝖓𝖉𝖊𝖗𝖗𝖊𝖓𝖆

Hanya dengan tas punggung kecil berisi dompet, parfum, tisu, dan sunblock, Rena nekat ke luar apartemen diam-diam. Pasalnya dia memergoki ada tas kecil putih di sofa, itu jelas milik seorang cewek. Bodohnya, Rena iseng menguping di depan pintu kamar Zeta, dan yang dia dengar adalah suara erangan. Bahkan teriakan tertahan seorang cewek.

Damn it, pikir Rena. Rena tahu Zeta pasti akan marah, tapi dia tidak terlalu peduli. Rena bersumpah pada dirinya sendiri akan pulang malam, dan sekarang sudah pukul 7 sore. Langit sudah mulai gelap, lampu-lampu kota mulai terlihat. Harusnya Rena pulang pukul 10 malam saja sekaligus, supaya Zeta semakin marah karena itu satu-satunya hal yang Rena inginkan sekarang.

Tapi setelah kabur berjam-jam dari apartemen, Rena kembali lagi hanya karena tidak bisa menemukan tempat untuk tidur. Rena berdebar tak karuan. Pertama, dia khawatir cewek tadi masih di apartemen. Kedua, Rena takut dimarahi Zeta, dan itu pasti akan terjadi. Rena menelan ludah sambil mendorong pintu apartemen setelah memasukkan password. Dia bergerak terlalu pelan seperti seorang tersangka yang sedang diburu polisi.

“Kenapa lo pulang?”

Sial. Rena melipat bibir, memejamkan mata erat beberapa detik sebelum berbalik untuk menatap Zeta setelah menutup pintu. Zeta bersidekap dengan wajah murka, dia duduk di lengan sofa dengan gaya panas; tanpa t-shirt.

“Masih inget jalan pulang?”

Rena menunduk. Entah bagaimana bisa, Zeta terlihat lebih mengerikan dibanding Papa saat menasihati Rena. Menelan ludah kuat, Rena mencengkeram jari kelingkingnya. Dia mulai memikirkan kalimat mana yang harus diucapkannya untuk membalas omelan Zeta.

“Kalo lo ilang di luar, atau kalo lo diculik, apa lo pikir gue bakal tau, Rena?” Zeta menekan kata-kata di kalimatnya, membuat Rena merasa jadi sekecil butiran debu.

“Salah siapa—”

“Gue nggak nanya siapa yang salah,” tukas Zeta dengan nada bicaranya yang runcing.

Bagus, Zeta, pikir Rena diam-diam. Sekarang Rena takut pada cowok itu, walaupun mungkin hanya untuk saat ini. Karena Rena pasti akan melakukan apa pun untuk ke luar apartemen, jika Zeta berbuat macam-macam dengan cewek-cewek itu lagi. Rena tidak akan minta maaf, dia tidak merasa bersalah. “Terserah lo,” celetuk Rena ketus.

Sambil pura-pura cuek, Rena berjalan menuju kamar, dan berusaha mengambil jarak sejauh mungkin dari Zeta. Rena yakin tatapan Zeta sedang mengikuti punggungnya, dan itu benar-benar menakutkan. Suasana hati Rena benar-benar tidak baik, dia kesal setengah mati pada Zeta. Untung saja Rena tidak perlu ke luar kamar untuk makan malam, dia masih kenyang karena sempat makan di pinggir jalan.

Rena baru saja selesai berpakaian santai setelah mandi untuk menghilangkan bau badan serta debu di kulitnya. Berniat memainkan ponsel, Rena justru dikejutkan dengan isi tas kecilnya. Hanya ada dompet, parfum, tisu, dan sunblock. Padahal Rena meletakkan ponselnya di sana juga terakhir kali di dalam taksi.

Selain ponsel, RFID card milik Rena juga tidak ada. Rena yakin dia meletakkannya di dompet, dan sekarang hanya ada kartu ATM serta beberapa lembaran uang tunai. Sial, Rena sepertinya menjatuhkan kedua benda itu di elevator. Panik, Rena ke luar kamar, dan berusaha menemukan ponsel serta RFID card di tempat yang dia lalui sebelum masuk kamar. Di dekat sofa, sampai di bawah meja yang terletak setelah pintu apartemen.

“Zeta, lo liat HP sama RFID card gue nggak?” tanya Rena ketika melihat Zeta melintas ruang tengah menuju dapur.

Zeta tidak menoleh, tidak pula menjawab. Baiklah, cowok itu pasti masih marah, dan Rena harus jadi anak baik karena ingin meminjam RFID card milik Zeta.

Cinderrena [KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang