[8] Seductive and Elegant

23.9K 3.2K 1.1K
                                    

ABSEN DULU 💅🏻

𝕮𝖎𝖓𝖉𝖊𝖗𝖗𝖊𝖓𝖆

Rena berusaha bangun dari ranjang menggunakan siku kiri, lalu sedetik setelahnya dia merintih kesakitan. Rena memegangi siku kirinya, melihat pintu kamar terbuka dan Zeta muncul sudah dengan seragam sekolah lengkap.

“Gue belum mandi!” seru Rena kaget. Dia berusaha turun dari ranjang, tapi Zeta menahan bahunya, memaksa Rena untuk tetap duduk.

“Nggak usah ke mana-mana, sehari ini lo istirahat, aja,” kata Zeta santai.

Rena mendongak, menatap Zeta dengan tatapan protes. “Gue nggak mau ketinggalan pelajaran,” ucapnya keras kepala.

Zeta menghela napas. “Kata dokter, lo harus istirahat sehari,” ulangnya penuh penekanan.

“Gue bilang jangan panggil dokter ke sini!”

“Nggak.” Zeta duduk di tepi ranjang. “Gue liat di google,” lanjutnya.

Menghela napas lega, Rena menyibak selimut dengan tangan kanan, melihat bekas biru keunguan di lutut kirinya. Memar yang cukup lebar. Zeta menarik pelan tangan kiri Rena, lalu melihat sikunya, dan Rena baru tahu bahwa bekas benturannya tidak hanya memar, tapi bengkak.

“Gue bakal bikinin surat sakit, lo bisa langsung dapet salinan materi hari ini dari wali kelas lo. Punya nomor telfon-nya, ‘kan?” tanya Zeta sembari mengusap siku Rena dengan ibu jari.

Rena mendecak. “HP gue sama lo, Brengsek,” ucapnya kesal.

Zeta mendengkus. “Gue bisa salin nomornya dari HP lo nanti,” balasnya tak kalah kesal.

Cemberut, Rena berusaha turun dari ranjang. “Gue mau pipis,” ucapnya sambil memegangi bahu Zeta, berusaha berdiri.

Zeta memegangi tangan Rena yang mencengkram bahunya, memperhatikan kaki cewek itu. Rena hampir jatuh ketika memijakkan kaki kiri ke lantai, sakit pasti menjalari separuh badannya sekarang. Untung saja Zeta buru-buru berdiri dan menangkap perut cewek itu.

“Ah, gila. Ngilu.” Rena mendongak pada Zeta dengan tatapan putus asa seakan hidupnya ada di ujung tanduk.

Mendengkus pelan, Zeta meletakkan tangan di bawah lutut dan punggung Rena, menggendong cewek itu ke kamar mandi. Rena terlalu berlebihan menyikapi memarnya, cewek itu selalu berprilaku seolah dirinya akan mati.

Rena berusaha menggapai pintu kamar mandi dengan hati-hati setelah buang air kecil. Dia berpegangan erat pada wastafel, dan melihat ke lantai memastikan dia tidak terpeleset lagi. Rena berkali-kali mengembuskan dan menarik napas kaget setiap kali kakinya menyentuh lantai, meskipun hanya sepersekian detik untuk menyokong kaki kanannya.

Ada Zeta di depan pintu, cowok itu bahkan sudah berganti pakaian dengan t-shirt abu-abu polos dan celana pendek warna hitam. Zeta langsung menggendong Rena dengan cara yang sama, dan membawanya ke luar kamar.

“Lo nggak jadi sekolah?” tanya Rena dengan alis berkerut jelas.

“Lo bahkan nggak bisa jalan,” ucap Zeta seakan ini semua adalah salah Rena.

Rena mendesis kesal, Zeta mendudukkannya di salah satu kursi meja makan. Sudah ada sepiring pancake di meja, aromanya terlalu menggoda untuk Rena abaikan, dan segelas susu. Zeta pasti sudah sarapan lebih dulu, jadi Rena langsung makan tanpa banyak bertanya.

Zeta itu lebih pandai memasak daripada Rena, terbukti dari pancake ini. Rasanya terlalu enak, bahkan tidak amis, dan teksturnya benar-benar lembut. Rena memotong pancake ke dua dengan pisau kecil, lalu berganti memegang garpu untuk makan.

Cinderrena [KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang