VOTE DULU YA 😺
𝕮𝖎𝖓𝖉𝖊𝖗𝖗𝖊𝖓𝖆
“Rena.”
Sejak tadi tidak tidur, Rena hanya pura-pura tidur dengan cara menutup mata tenang dan bernapas pelan. Dia mencengkeram erat selimut supaya Zeta tidak bisa menariknya.
“Bangun, heh,” kata Zeta lagi. “Makan sana.”
Dasar tolol, pikir Rena diam-diam. Dia menghela napas pasrah ketika Zeta berhasil menyibak selimut yang sudah Rena tindih dua sisinya. Zeta menarik tangan Rena secara paksa sampai dia duduk di tepi ranjang dengan raut berantakan.
“Lo nangis?” tanya Zeta lirih sambil menaikkan dagu Rena dengan jemari.
Tolol pake nanya, pikir Rena lagi. Dia hanya terus-terusan bicara dalam hati, bahkan enggan menatap Zeta. Tapi mendadak Zeta meletakkan tangan di bawah ketiak Rena, menariknya berdiri seperti menarik anak kecil.
Rena terpaku saat Zeta memeluknya, tidak erat, tidak ringan. Satu tangan Zeta melingkar di belakang leher Rena, dan satu lagi di belakang punggung cewek itu. “Sorry,” bisik Zeta, “gue nggak bener-bener ngusir lo dari sini.”
Tidak berniat menjawab ataupun membalas pelukan Zeta, Rena hanya bergeming dan merengut. Tentu saja setelah pertengkaran tadi Rena tersinggung oleh perkataan Zeta, dan rasanya dia tidak bisa memaafkan itu.
“Makan dulu, jangan cari penyakit,” ujar Zeta sambil melepas pelukannya. “Gue minta maaf, oke?”
Ogah, Rena memaki diam-diam. Dia masih tidak ingin menatap Zeta, Rena bahkan tidak punya niatan untuk makan sekarang. Rena ingin tidur dan segera masuk sekolah besok, melupakan penderitaannya tinggal di apartemen Zeta pada dua hari pertama.
“Nggak,” kata Rena akhirnya. Dia menahan diri saat Zeta menarik tangannya. “Ke luar,” lanjutnya ketus.
“Silahkan kalo masih marah sama gue, tapi jangan cari masalah. Kalo lo sakit, gue yang ribet.”
“Gue nggak bakal sakit,” tukas Rena kesal.
Zeta menghela napas pelan. “Nyokap lo bakal khawatir kalo lo nggak mau makan,” ucapnya tenang.
“Mama nggak bakal tau kalo gue nggak makan,” jawab Rena sebelum kembali merengut. “Sana ke kamar lo sendiri, dan urusin urusan lo. Gue pengen tidur.”
“Lo nggak mau makan, dan itu jadi urusan gue sekarang.”
“Bukan urusan lo,” tukas Rena tajam. “Kalo gue sakit, bukan urusan lo. Sakit ya sakit, aja.”
“Rena.”
“Gue bilang ke luar!” teriak Rena dengan penuh amarah. “Nggak usah sok peduli, Brengsek!”
Zeta terlihat benar-benar berusaha sabar, dia berhenti memaksa Rena dan hanya memperhatikan Rena saat cewek itu naik kembali ke ranjang. Rena menarik selimut sampai leher, kemudian berbaring dalam posisi miring—memunggungi Zeta. Zeta menyerah, Rena bisa mendengar pintu ditutup hati-hati. Sebenarnya Rena lapar, tapi dia tidak punya selera untuk makan. Rena pikir Zeta kembali ke kamarnya sendiri, tapi cowok itu tiba-tiba datang lagi ke kamar Rena.
Ternyata Zeta membawa sepiring sandwich panggang dan segelas susu, Zeta meletakkannya di meja kecil dekat ranjang. “Jangan bangun kesiangan,” peringat Zeta. “Jam 8 kita udah harus berangkat.”
Rena bangkit, sebelum perutnya berbunyi dia harus makan. Rena masih tidak mau bertatapan dengan Zeta, dia menunduk dan kebingunan kenapa cowok itu justru duduk di tepi ranjangnya. Rena memutuskan untuk tidak peduli, dia mengunyah dalam diam. Makan ditunggu orang asing ternyata rasanya aneh, Rena bergerak kecil menunjukkan ketidaknyamanan. Dia meletakkan piring ke meja lagi, lalu mengambil gelas susu dan minum sampai habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderrena [KARYAKARSA]
RomanceGimana kalau teman seapartemenmu ternyata cinta pertamamu waktu TK? * * * Content warning(s); alcohol; harsh words; smoking; dirty jokes; dirty pick up lines; kissing, etc. Jangan dijiplak! 🔪