episode 30

61 8 2
                                    

Intan sedang berbaring di brankar ruang inap. Jarum infus terlihat jelas di telapak tangan atas milik Intan. Yang Intan rasakan saat ini adalah, lemas dan sedih. Mata Intan masih sangat lesuh dan tidak berdaya.

Dian yang sedari tadi duduk di kursi sisi kanan brankar Intan, hanya bisa mengelus kepala Intan halus. Intan menoleh ke Dian, "Umi, gimana, Mah?" tanyanya pelan.

Dian menghela berat, lalu tersenyum tipis. Ia tidak tau harus berkata apa saat ini. Dian tau bagaimana keadaan Rina saat ini. Tapi, kalau ia beri tau Intan keadaan Uminya saat ini, Intan akan semakin drop. Keduanya masih sangat lemah.

"Umi Intan, masih di tangani sama Dokter."

"Kata Dokter, keadaan Umi gimana?"

Dian mengangguk pelan. Mengumpat kan bibirnya dan tidak tau harus menjawab apa.

"Mah? Gimana keadaan Umi?" tanya Intan sekali lagi.

Dian diam. Ia tak mau melihat anak tirinya bertambah parah kondisinya. Kata dokter, keadaan Intan sangat lemah. Intan mengidap Tifus karna kecapean.

"Umi kamu--"

"Permisi." suara suster itu memberhentikan ucapan Dian. Dian menghela pelan dan sangat berterimakasih kepada suster, Karna berkat suster ia tidak akan melanjutkan ucapannya tadi.

"Kenapa, Sus?"

"Oh, ini. Ada obat yang harus saudari Intan minum." Suster itu menaruh obat dan air putih ke nakas samping brankar Intan.

"Terima kasih, ya, Sus."

"Sama-sama, Bu. Saya permisi."

"Iya." Suster itu keluar dari ruangan Intan. Dian langsung berdiri dan mengambil obat dan segelas air putih.

"Di minum dulu obatnya, supaya cepet sembuh." ucap Dian membantu Intan bangun. Intan mengambil 3 buah obat berwarna putih, orange, dan satu kapsul berwarna hijau. Intan memasuki 3 obat itu kedalam mulutnya dan mendorongnya menggunakan air putih hingga memasuki area tenggorokan.

"Sekarang tidur, ya. Supaya obatnya bekerja." ucap Dian membantu Intan kembali berbaring. Intan mulai memejamkan mata nya dan tertidur pulas. Intan tersenyum manis. Akhirnya Intan bisa tenang dan tidak memikir kan uminya sebentar. Bukannya Dian jahat, tapi itu semua untuk ke sembuhan Intan sendiri. Dokter yang menganjurkan nya.

"Aku tinggal sebentar kali, ya. Aku liat kondisi Rani dulu, di IGD." batin Dian. Ia langsung bergegas keluar ruang inap Intan dan menuju ruang IGD yang cukup jauh dari ruang inap Intan.

***

Andre duduk di kursi plastik yang sudah sepi pendatang. Ya, pernikahan nya memang di batasi oleh Sinta dan Andre. Mereka berdua hanya menyelenggarakan acara pernikahan ini sampai siang hari.

"Ganti baju dulu. Abis itu kita ke rumah sakit." ujar Sinta yang masih mengenakan baju pengantin. Andre mengangguk, dan langsung memasuki ruangan untuk mengganti pakaian.

"Mana Andre?"

"Lagi di ruang ganti."

"Kamu jadi, kerumah sakit?"

"Jadi, Pah. Bareng sama Abi Rahman."

"Oke. Papah sama Mamah gak ikut, ya? Masih ada urusan yang harus kita kerjakan."

"Iya, Pah, gapapa. Papah sama Mamah lanjutin urusan kalian aja."

Hilman tersenyum dan langsung merangkul istrinya. Sinta menoleh ke ruang ganti. Ia melihat Andre yang sudah berganti pakaian dengan pakaian biasa. Sinta berjalan menghampiri suaminya. "Aku ganti baju dulu, ya? Kamu makan dulu aja, kalo laper." tutur Sinta. Andre mengangguk dan pergi.

ANDRE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang