episode 32 | END!

156 7 2
                                    

Andre dan Rahman sudah mengunjungi ketiga Rumah Sakit yang dj rujuk oleh dokter Doli. Tapi semuanya tidak memiliki donor hati yang sesuai dengan Rani. Andre benar-benar frustasi dan putus asa. Begitu pun dengan Rahman.

Andre berjalan ke depan mobilnya dan duduk di tepi ujung mobil.

"Andre belum siap untuk kehilangan Umi, Bi. Andre masih banyak dosa sama Umi. Andre mau bales jasa Umi selama ini. Andre belum siap, Bi. Belum siap!!" ucap Andre sambil menahan air matanya yang sudah ingin meluncur deras di pipinya.

Rahman berjalan menghampiri Andre dan menepuk bahu Andre.

"Jangan putus asa. Abi yakin, ada jalan keluar nya dari semua ujian yang di beri sama Allah."

Andre mengangguk.

Andre menundukkan kepalanya dengan mimik wajah yang masih lesuh.

Dring..dring..dring..

Ponsel Andre berbunyi. Andre meraih ponselnya yang di taruh di saku celana jeans nya dan mengangkat nya.

"Halo, selamat siang. Apa benar ini keluarga saudara Rani?"

"I-iya, benar. Saya Andre anaknya."

"Kami dari Rumah Sakit Sejahtera, ingin mengabarkan keadaan saudari Rani yang semakin memburuk dan benar-benar membutuhkan donor hati secepatnya."

"Te-terima kasih, Sus. Saya ke sana sekarang."

Andre menutup teleponnya.

"Kenapa, Ndre?" tanya Rahman ketika melihat putra nya yang lesuh setelah menerima telepon.

"Keadaan Abi memburuk, Bi." jawab Andre pelan.

"Umi butuh donor hati secepatnya." lanjut Andre.

Rahman tersenyum tipis. Ia bingung harus berbuat apa. Semua yang dikasih sama dokter Doli sudah mereka cari. Namun semuanya nihil. Mereka tidak mendapatkan apa-apa. Rahman benar-benar bingung sekarang.

"Kita ke Rumah Sakit." ajak Rahman yang di angguki Andre.

***

Hati Dian sangat tidak tenang ketika dokter memberi tau kabar Rani saat ini. Kakinya tidak bisa berhenti untuk bulak balik di depan pintu UGD. Di sana juga ada Sinta dan Intan, yang menggunakan kursi roda. Hati mereka bertiga benar-benar tidak tenang. Mereka hanya bisa berdoa supaya dokter keluar membawa kabar baik, bukan buruk.

Mereka bertiga menoleh ketika mendengar suara langkah kaki yang sangat keras menghampiri mereka. Itu Andre dan Rahman yang sedang panik dengan kabar yang di sampaikan suster tadi.

"Gimana kata Dokter?" tanya Rahman ketika sampai di depan pintu UGD.

Dian membalik badannya, "belum ada kabar lagi, Mas. Dokter belum keluar lagi dari ruang UGD." jawab Dian lesuh.

"Kak," panggil Intan lesuh.

"Ya?" jawab Andre.

Andre mengelus kerudung Intan halus. "Intan belum siap kehilangan Umi, Kak." ucap Intan.

"Abang juga belum siap kehilangan Umi, Tan." jawab Andre, sambil mencium kepala Intan.

"Kakak sama Abi gak dapet donor hati buat Umi?" tanya Intan.

Andre menggeleng pelan.

Intan menunduk lesuh.

Semua yang menunduk, mendongakkan kepalanya ketika pintu ruang UGD terbuka. Semuanya langsung menghampiri dokter tersebut.

"Bagaimana, Dok, keadaan Umi saya?" tanya Andre panik.

"Keadaan nya sangat kritis. Saudari Rani harus cepat-cepat mendapatkan donor hati. Jika tidak, kami tidak tau harus berbuat apa." jawab dokter Doli.

"Dokter! Dokter!" teriak suster yang ada di dalam ruangan. Dokter beserta yang lainnya menoleh ke arah suster yang berteriak tadi.

"Ada apa Suster Yanti?" tanya dokter Doli.

"Detak jantung saudari Rani sangat melemah, Dok." ucap suster secepat kilat.

Dokter Doli langsung berlari ke dalam ruangan. Diikuti oleh keluarga Rani yang melihat dokter Doli memeriksa Rani lewat kaca UGD. Semuanya menangis tersedu-sedu melihat kondisi Rani sekarang.

Dokter Doli mengambil AED untuk memompa jantung Rani yang sangat lemah. Dokter Doli menyuruh suster untuk menaikan kekuatan AED Karna detak jantung Rani tak kunjung membaik.

"Umi.." panggil Intan dengan suara lesuh. Air matanya terus mengalir deras di pipinya.

"Sabar, ya, sayang. Umi kamu pasti bisa selamat kok!" ucap Dian menenangkan.

Air mata mereka berlima terus mengalir melihat Rani yang terus di setrum AED, namun tak kunjung membaik.

Tit....

Suara itu membuat semuanya menangis tersedu-sedu. Detak jantung Rani sudah tidak terdeteksi lagi. Kulitnya dingin dan pucat.

Dokter Doli menghela pelan dan berjalan keluar ruangan menghampiri keluarga Rani yang sedang menangis keras.

"Saya meminta maaf sebesar-besarnya Karna tidak bisa membantu memulihkan kondisi saudari Rani. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun Tuhan berkehendak lain."

Semuanya menangis lagi. Andre langsung berlari memasuki ruangan dan memeluk uminya yang sudah kaku di atas brankar. Sinta membantu Intan mendorong kursi rodanya untuk ikut masuk memeluk uminya. Dokter Doli dan suster Yanti meninggalkan keluarga yang masih tidak bisa menerima dengan kepergian Rani.

***

Baju hitam melekat di tubuh orang-orang yang sedang berdiri di makam TPU yang masih basah. Ustad yang ada di perkampungan sana sedang membaca doa untuk Rani Aprilia Binti Abdul Sulistio, semoga tenang di alam sana dan masuk ke surganya Allah SWT.

Setelah selesai, semuanya pamit untuk pulang duluan. Tersisa lah lima orang di makam tersebut.

"Umi. Umi tenang, ya, di alam sana. Intan sama Kak Andre akan hidup rukun. Gak akan berantem lagi kayak dulu. Umi gak perlu khawatir."

"Iya, Mi. Umi tenang-tenang aja disana. Andre pasti jagain Intan dan ngurusin Intan bareng sama Sinta. Andre janji, akan selalu bersama Intan apapun kondisinya."

"Dan aku, akan menjaga anak-anak kita seperti kamu menjaga mereka. Tugas aku sebagai Abi akan terus mengalir sampai mereka besar. Kamu gak perlu khawatir. Tenang di sana,"

"Rani. Aku akan tepati janji aku sama kamu. Aku bakal jadi Ibu angkat yang baik seperti Ibu kandung. Aku gak akan lupa sama semua ucapan kamu dan janji kita, apapun keadaannya."

"Aku bakal jadi kakak ipar yang baik. Aku bakal ajarin Intan pelajaran atau hal-hal baik lainnya. Seperti Umi mengajari Intan selama Umi hidup. Umi tenang, ya, disana."


TAMAT!!

Assalamu'alaikum semuanya. Kita harus berpisah disini, guys!

Terimakasih sudah mau baca kisah Andre sampai akhir. Makasih juga untuk 1k nya..

Intinya, terimakasih semuanya!!

Bye..

Senin, Jun 07 2021.


ANDRE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang