Prolog

90 12 20
                                    

Ranting itu terus berputar ke berbagai arah mengikuti gerakan tangan seorang gadis, menciptakan sebuah gambar yang terlihat absurd di permukaan tanah kering pada halaman belakang sekolah siang ini.

Dania, si gadis yang menjadi pelaku hanya tertawa kecil, melihat hasil karya tak berfaedahnya dengan tatapan puas. Entah ada angin dari mana, tiba-tiba saja langkahnya membawa gadis itu kesini ditengah jam istirahat kedua, lantaran tidak tahu harus berbuat apalagi untuk sekedar menghabiskan waktu.

Rasanya, keseharian Dania hanya berjalan seperti biasa, tidak ada yang aneh atau menyenangkan layaknya di dalam film dan drama. Padahal kata orang-orang, masa remaja itu masa yang paling menyenangkan. Tapi Dania pikir, masa menyenangkan di hidupnya sudah berlalu. Dan hanya tersisa masa-masa kelam seperti ini saja.

Menyedihkan.

Apa Dania harus panjat sutet biar seru?

Tapi nanti kalau jatuh atau kesetrum malah ribet. Nggak jadi deh.

Gimana ya cara biar hidupnya jadi lebih menyenangkan? Dania benar-benar tidak tau harus melakukan apalagi untuk melalui hari-harinya.

Dania mulanya bengong, memikirkan nasib hidupnya yang makin tak jelas. Sampai ada sepasang kaki yang melintas cepat di depannya tanpa perasaan berdosa, melenyapkan karya Dania sampai tak berbentuk lagi dalam sekejap mata.

"Heh! Lo--" belum ada separuh kalimat omelan yang Dania lontarkan, cowok itu langsung tersadar bahwa ada orang yang ia lewati-saking tidak memperhatikannya pada sekitar dan hanya terus berlari kencang tanpa peduli menebras benda-benda mati sejak tadi.

"Eh ada orang ternyata. Gue nitip ini deh, pegangin dulu ya? Gue bakal ambil kapan-kapan. Makasih!" kata cowok itu mengatakan kalimatnya secara tergesa sambil menyerahkan satu map bening berkancing, berikutnya lekas pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi sebelum Dania sempat mengomel.

"LAH?! WOI INI GIMANA MAKSUDNYA?! KOK DITITIPIN KE GUE??? WOI!!!" seru Dania panik, mempertanyakan kejelasannya pada cowok itu yang sudah berlalu makin jauh, lama kelamaan lenyap dari pandangan.

"Yeee anjir. Nggak jelas banget," gumam Dania memilih untuk pasrah, memegang map berisi kertas tadi dengan perasaan kesal sekaligus bingung, sebab tiba-tiba dititipkan benda seperti ini oleh orang tidak dikenal.

Gadis itu melempar asal ranting ditangan, berbalik arah ingin kembali ke kelas. Melanjutkan jam istirahatnya disini sudah tidak lagi terasa mengasyikkan. Jadi, mungkin nanti Dania akan tidur di kelas saja.

Melewati lapangan yang ramai, membuat Dania jadi refleks menghela nafas. Berkali-kali dipikirkan semuanya tetap sama, keramaian tidak pernah cocok untuk Dania, seketika ia merasa kecil juga tak berarti kala netranya memandang ke arah sekitar.

Karena orang lain banyak yang lebih baik darinya.

Dulu, kalimat itu seakan bukan bualan, Dania telah memaklumi dan mengklaim bahwa itu benar. Namun kadang egonya untuk diakui begitu besar, menjadikan keinginan-keinginan mustahil berdatangan tanpa diminta.

Tapi itu dulu, pemikiran yang jauh sebelum Dania berpikir lebih 'realistis' dibandingkan saat ini. Beberapa waktu belakangan, Dania berhasil mengontrol semuanya. Dengan cara tidak berekspetasi lebih pada apapun dan dengan siapapun.

Itu benar-benar berhasil.

Dania menjadi seseorang yang berbeda sekarang, meski hidupnya tak lagi menyenangkan.

Bagi Dania, lebih baik begitu daripada terus berharap pada kesia-siaan.

"Woi, Deray!"

Dania tersentak lantaran ada cengkeraman pelan yang menahan lengannya, memaksa ia untuk berhenti secara mendadak. Ditambah seruan suara berat yang menyapa barusan ditengah pikiran rumitnya, menambah rasa terkejut Dania menjadi berkali-kali lipat.

NumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang