12. (S)he Doesn't Know What Will Happen Next

3 0 0
                                    

Andaru melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangannya. Sudah lima menit terhitung sejak pemeriksaan kesehatan kelas sebelas IPS lima berakhir dan ia langsung duduk di kursi besi panjang depan UKS ini untuk menunggu kedatangan Ridho.

Andaru menghela nafas panjang, untuk sesaat ia merasa kesal. Tapi di sisi lain, dirinya mengatakan bahwa ia tak perlu sekesal ini. Andaru tak harus repot-repot mengeluarkan tenaga untuk merasa emosi hanya gara-gara hal sepele seperti ini. Lagi pula di situasi seperti sekarang kesannya dia jadi melunjak, karena sudah minta tolong tapi pakai protes-protes segala.

Jujur saja, permintaan Andaru pada Dania tadi kurang terealisasikan dengan baik. Saat gilirannya, Saera bilang bahwa Dania sudah menyampaikan permintaan Andaru, dan Saera sendiri juga sudah mengirim chat pada Ridho persis seperti yang Andaru minta. Tapi masalahnya disini adalah...

Ponsel Saera tidak memiliki kuota internet.

Andaru benar-benar kesal saat mendengar itu. Kalau saja sejak awal Saera bilang, pasti dia bakal meminta Avisya untuk memberikan hotspot dari tadi. Dan harusnya tak sampai giliran Saera yang punya absen lumayan akhir, hp dan susu kotak coklat Andaru sudah sampai.

Tadi tuh Avisya juga sempat bertanya kenapa Andaru segelisah itu ketika menunggu hpnya diantarkan. Apa ada sesuatu yang sangat mendesak, sampai Andaru yang biasanya tak terlalu banyak bicara dan bergerak itu merasa gelisah hanya karena perkara hp. Tapi saat Avisya menawarkan untuk meminjami hpnya, Andaru bilang dia tidak hafal nomor Ridho dan memang satu-satunya jalan untuk meminta tolong adalah pada Saera yang tak punya kuota itu.

Ah, andai saja mereka tau jika memang ada hal penting yang harus Andaru lakukan.

Andaru mengerjap tersadar saat ada sosok yang mendudukkan diri disampingnya. Ridho langsung menyerahkan hp dan satu susu kotak rasa coklat pada Andaru yang lantas diambil alih oleh cowok itu.

"Tumben cepet, padahal chatnya baru kekirim kan? Biasanya lo lama kalau gue suruh, pake keliling-keliling dulu," ucap Andaru tanpa ekspresi, entah bermaksud memuji atau justru mengejek.

Ridho tersenyum lebar, sampai kedua lesung pipinya terlihat jelas, "Mau lo apa sih, njing," gumamnya dengan suara pelan dan intonasi yang kurang jelas, sengaja agar Andaru tidak bisa mendengar.

"Apa?"

"Apanya?"

"Lo tadi ngomong apa?"

"Emang gue ada ngomong?"

"Terus barusan ngapain? Kumur-kumur?"

"Ck, udahlah. Gue nggak ngomong apa-apa juga," kata Ridho sudah lelah ditanyai. "Ini lo udah selesai pemeriksaannya? Apa masih ada lagi?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.

"Kelas sepuluh abis ini," balas Andaru seadanya sambil menusukkan sedotan ke susu kotak, "Kok yang Mimi sih anjir? Lo nggak liat biasanya gue beli Ultra Milk?" protes Andaru setelah sadar merk susu kotak yang dipegangnya.

"Mimi juga enak tau, ada gambarnya lagi," Ridho terkekeh melihat gambar karakter hewan lucu yang ada di kotak susu. Kayaknya kalau ada yang nggak sengaja liat Andaru minum susu gini tuh bakal bilang nggak cocok, padahal...

Andaru bukan orang yang seperti itu.

Dia memang punya tubuh tinggi--ah maksudnya sangat-sangat tinggi, juga hidung bangir yang memberinya kesan berkharisma. Tapi aslinya Andaru adalah sosok orang yang sangat jauh berbeda daripada bayangan orang-orang.

"Semoga nanti ada degem yang bisa digaet ya, Ru," Ridho menepuk-nepuk punggung Andaru menyemangati.

"Apaan banget tiba-tiba berubah lagi yang diomongin," cibir Andaru disela-sela kegiatan menyedot susu kotaknya dari sedotan, "Anak kelas sepuluh yang pada mau periksa nanti gitu maksud lo?" ujarnya tetap bertanya.

NumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang