"Cie, kemaren ngapain tuh?"
"Gue kira sama yang anu, Dan. Ehhh ternyata malah sama yang ono."
"Kronologinya dong, bestie."
Mata Dania memicing, berusaha membuat Saera risih agar ia menghentikan celotehan dari mulutnya. Namun bukannya berhenti, gadis itu malah semakin jadi.
"Naik kereta api, spill spill spill--"
"--Gue pukul ya lo," ancam Dania tanpa ekspresi, kali ini berhasil membuat Saera diam. Karena ketimbang menunjukkan kemarahan secara terang-terangan, entah kenapa mengancam dengan ekspresi datar seperti itu terasa lebih menyeramkan bagi Saera.
"Ini tuh lo efek PMS tanpa akhir ya," gerutu Saera merasa dimarahi.
"Kalau lo diem, duduk, anteng. Gue juga nggak bakal marah-marah," balas Dania sewot.
"Jadi, gimana tuh? Kok gue bisa nggak tau ya ada berita temen gue jalan bareng gemes-gemesan sama anaknya Pak Sakju," goda Saera, lagi dan lagi. Ah, memang tak seharusnya Dania memberi tau anak ini perihal kemarin kalau tau akhirnya akan dicecar habis-habisan begini.
"Gue jalan bareng. Beneran jalannya yang barengan. Lagian lo juga nggak tau kan gue ketinggalan di belakang?" kata Dania setengah mengomel. Sebenarnya merasa kesal juga karena jika saja Saera sadar bahwa ia melanjutkan perjalanan tanpa Dania, pasti kejadiannya tak akan secanggung kemarin.
"Yahhh, kalo gue ada kan malah nggak jadi momen-momen gemesnya," Saera mengibas-ngibaskan tangan, berlagak salah tingkah dengan ucapannya sendiri.
"GUIS GUIS GUIS. EMERGENCY LANDING!"
Seruan itu membuat Dania yang baru ingin membalas kalimat Saera jadi terhenti. Keduanya menengok ke depan papan tulis, dimana ada Alfath--ketua kelas mereka yang memang agak-agak freak itu entah baru saja kembali dari mana.
"Apaan landing dah. Dikira ini pesawat apa?!" terdengar salah satu murid di pojok kelas memprotesnya, membuat Alfath buru-buru menjelaskan sebelum muncul lebih banyak pertanyaan.
"Dengerin ya, para tuan dan nyonya. Pagi ini kan ada jadwal pelajaran BK ei ki ei Bimbingan Konseling. Jadi gue dikasih kertas ini buat diisi rencana kalian sepuluh tahun ke depan. Kalian boleh isi bebas, terserah, free style pokoknya. Setengah jam lagi kumpulin. NGERTI KAGAKKK?!"
"Anying, mana gue tau ya. Gue kan kedepannya cuma pengen jadi orang kaya."
"Gue juga. Eh tapi nggak kaya gapapa deh, yang penting banyak duit."
"Sama aja, blok!"
"Kalo gue sih intinya cuma pengen nikah sama Kim Taehyung."
"Gue sama Lee Minho deh. Doain ya."
"Ya, boleh. Beneran. Lo bisa tulis keinginan lo bebas sesuai sama apa yang lo mau," Alfath berusaha menanggapi kalimat-kalimat yang terkesan halu dari teman-temannya itu. Sebelum kemudian membagikan lembaran-lembaran kertas kepada murid IPS lima sampai semuanya dapat.
"Lo isi apa, Sae?" tanya Dania masih menimang-nimang bingung memandangi kertas kosong di mejanya. Berbeda dengan Saera yang sudah mulai menulis sembari berandai-andai sesuai konsep yang tadi Alfath bilang diawal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Numb
Teen FictionMungkin bagi sebagian orang, hari dimana kita tidak tahu harus melakukan apa itu selalu ada. Waktu terjadinya tidak menentu, entah jarang, sering atau bahkan hanya sesekali. Tapi bagi Dania, hari itu datang setiap waktu. Sebenarnya sih, hidup Dania...