13. (S)he's Doesn't Know What Will Happen Next (2)

3 0 0
                                    

Baihaqi Yogaswara:
Mangkok sotonya diemin aja

Baihaqi Yogaswara:
Nanti gue yang balikkin ke kantin pas istirahat kedua

Baihaqi Yogaswara:
Ketua kelas gue galak, jadi meskipun jamkos nggak bisa keluar

Baihaqi Yogaswara:
Wkwkwk tadi aja pas gue beliin itu kan telat masuk abis istirahat pertama, ehhhh gue diomelin

Baihaqi Yogaswara:
Pokoknya lo diem aja di kelas

Baihaqi Yogaswara:
Nggak usah kemana-mana

Baihaqi Yogaswara:
EHH TERNYATA ADA RAPAT FUTSAL NIH BAGUS DEH NANTI ABIS SELESAI RAPAT GUE LANGSUNG KESANA

Baihaqi Yogaswara:
Oke?

Dania Raifana:
Iya makasih

Setelah membalas pesan itu, Dania meletakkan hpnya diatas meja begitu saja. Kemudian ia memindah sebuah nampan kecil yang diatasnya terdapat mangkok kosong ke meja Saera, berniat untuk menumpuk lengan dan merebahkan kepala di mejanya sendiri.

Kira-kira dua puluh menit yang lalu, Haqi datang dengan satu mangkok soto panas beserta nasi yang sudah dicampur dari kantin, katanya untuk makan siang Dania yang memang seringkali dilupakan. Cowok itu bahkan sudah paham bahwa Dania tidak suka memisah nasi jika makan bersama lauk yang berkuah

Ah, pengertian sekali. Padahal bukan siapa-siapa.

Dan tepat sepuluh menit sebelum Haqi datang, entah kebetulan atau bagaimana tapi semua temannya pergi tanpa menyisakan seorang pun di kelas. Sebagian murid memang punya kegiatan di ekskul atau organisasi, hanya ada beberapa yang keluar tanpa tujuan, entah mereka akan menonton latihan pensi di aula atau latihan ekskul di tempat-tempat lain. Intinya mereka semua memilih untuk pergi dari kelas. Hari ini seolah menjadi hari bebas, dimana jam pelajaran tak benar-benar berlangsung dan guru yang harusnya mengajar di kelas pun tidak ada yang datang.

Dania tak tau jika ada hari yang seperti ini di sekolah mereka. Pengalaman selama persiapan pensi baru Dania rasakan tahun ini, karena tahun kemarin kelas sepuluh belum terlalu padat melakukan banyak kegiatan, apalagi di awal semester pada saat tahun ajaran baru. Dan memang yang paling aktif dan harus banyak berpartisipasi adalah kelas sebelas, sebab kelas dua belas sendiri juga sudah mulai fokus pada pelajaran untuk nilai akhir pada saat kelulusan.

Tapi nyatanya hal itu tak berpengaruh banyak bagi Dania. Yang ia maksud pengalaman baru adalah menyaksikan teman-temannya sibuk wara-wiri.

Iya, Dania adalah Dania, tetap Dania, dan sampai kapanpun akan menjadi Dania.

Semakin Dania terlarut dalam lamunan, lama-lama atmosfer sepinya mulai terasa juga. Meski jarang berinteraksi dengan teman-temannya selain Saera, tapi setidaknya para manusia berisik di kelas dapat memberikan suasana aman yang membuat Dania nyaman. Seperti ada orang lain yang akan melindunginya jika ia tak sendirian.

Padahal kan tidak juga.

Walaupun begitu, tetap saja jika disuruh memilih satu Saera atau seluruh teman di kelas tanpa adanya Saera, Dania jelas lebih memilih satu Saera. Gadis itu sudah memiliki semua yang Dania butuhkan hingga rasanya ia tak butuh siapa-siapa lagi disini.

Ah, menggelikan jika dipikir kembali. Tapi entah akan bagaimana hidup Dania kalau saja Saera tak datang dan mengajaknya mengobrol di hari itu, hari dimana Dania hampir memutuskan untuk fobia terhadap manusia dan ingin hidup mandiri saja.

NumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang