"Fath, Pak Darmadi nggak dateng ya?" Saera berjalan mendekat, menghampiri Alfath--ketua kelas mereka yang sedang mengaitkan kesepuluh jarinya di tiang gawang atas, atau istilah mudahnya gelantungan. Entah kurang kerjaan atau memang ingin pull-up, tapi kalau Saera sendiri sih mending ngaso di pinggir lapangan sambil bengong bareng Dania, ketimbang harus menghabis-habiskan tenaga seperti Alfath ini selama menunggu Pak Darmadi--guru olahraga mereka yang akan mengisi jam pelajaran olahraga di pagi hari ini.
"Nggak tau, Ra. Kata guru-guru di kantor tadi suruh tunggu aja," sahut Alfath tak menghentikan kegiatannya.
"Noh anak-anak lo udah pada keliaran kemana-mana anjir. Ada yang ke kantin, ke perpus buat ngadem doang, atau ke UKS minta bikin teh manis gratis," Saera menunjuk satu persatu temannya yang terlihat dari lapangan sudah menyebar tanpa aturan, sebab sampai saat ini guru mereka belum juga terlihat batang hidungnya.
"Biarin aja. Udah pada gede ini," ujar Alfath cuek membuat Saera mendengus pelan, beranjak pergi setelah bertanya walau tak mendapat jawaban yang memuaskan.
Beberapa langkah dari gawang, cewek itu terperanjat kaget lantaran ada tangan yang memegang bahunya dari belakang. Saera segera berbalik, ingin melawan jika pemilik tangan ini berani macam-macam, tapi dugaannya dipatahkan begitu saja sebab yang datang adalah Dania.
"Apa? Kenapa?" tanya Saera berusaha netral dan tak mengeluarkan nada bicara tinggi. Jujur, dia tuh pengen marah kalau ada orang yang muncul secara mendadak kayak gini. Sayangnya orang ini Dania, jadi Saera nggak bisa marah segampang itu.
"Lo pernah masukkin bola kesitu nggak?" Dania menunjuk ring basket diatas gawang tempat Alfath bergelayut yang berada di posisi lebih tinggi dari gawang itu sendiri.
"Pernah. Emangnya kenapa? Lo belom pernah?"
"Belom."
"Mau nyoba?"
Dania agak menipiskan bibir, berpikir sejenak lantaran merasa ragu ketika ingin mengiyakan. "Tapi gue beneran belom pernah. Jadi nggak tau caranya."
"Yaudah, nggak apa-apa. Gue bantuin."
"Beneran?"
"Iyeee. Buruan sono ambil bolanya," titah Saera menunjuk keranjang bola yang dimaksud menggunakan dagunya. Keranjang tersebut memang selalu dikeluarkan ketika ada jam olahraga, isinya juga bukan hanya bola basket saja, tapi juga ada berbagai macam jenis bola dan alat olahraga lainnya.
"ITU SALAH! BOLA BASKETNYA YANG WARNA OREN!" seru Saera agak ngegas melihat Dania malah mengambil bola voli kuning dengan garis-garis besar berwarna biru.
Gadis mungil yang sedang berdiri di depan keranjang bola itu jadi mengerjap sesaat, memandangi bola voli ditangannya yang kata Saera barusan bukan bola basket.
Bukannya semua bola sama aja?
"Yang oren! Buruan!" ulang Saera tak sabar. Bahkan sudah berkacak pinggang sambil mengeluarkan ekspresi galak.
Dania bergegas mengganti bolanya, menurut pada perintah Saera untuk mengambil bola berwarna oranye terang bergaris-garis hitam. Berlanjut membawa bola tersebut kepada Saera yang sudah menunggu.
Lantas Saera mengambil alih bola dari tangan Dania, "Lo cuma mau masukkin bolanya ke dalem ring, kan?" tanyanya membuat Dania mengangguk mengiyakan. "Berarti nggak usah dribel," lanjutnya mulai berancang-ancang, akan menembak bola dari sisi lapangan yang mempunyai jarak beberapa meter dengan ring. Sebenernya dia bakal ngasal aja sih, Dania juga nggak minta diajarkan teknik yang benar. Ya maklum lah, Saera kalau nonton basket yang diliat atlet (ganteng)nya, bukan cara menembak bola apalagi teknik-teknik yang namanya rumit itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Numb
Teen FictionMungkin bagi sebagian orang, hari dimana kita tidak tahu harus melakukan apa itu selalu ada. Waktu terjadinya tidak menentu, entah jarang, sering atau bahkan hanya sesekali. Tapi bagi Dania, hari itu datang setiap waktu. Sebenarnya sih, hidup Dania...