09. N̶o Wonder

25 7 20
                                    

Akhirnya, hari ini terjadi.

Meski tidak bisa diprediksi, kapan, dimana dan dengan siapa terjadinya, tapi Dania tau hal ini akan terjadi.













































Mengerjakan tugas kelompok maksudnya.

Ya sejujurnya spoiler kelompok Ridho, Cinta, Andaru bersama teman-temannya yang berasal dari kelas IPS satu itu sangat berguna. Saera dengan mudahnya mencontoh pekerjaan milik kelompok Ridho yang iya-iya saja memperbolehkan. Jadi kelompok mereka mendapat kesejahteraan serta kemakmuran (dalam konteks tinggal santai-santai dan nggak perlu kerja lebih keras lagi).

Agi bersama Dania yang kali ini satu kelompok sedang mengeprint tugas mereka ke fotokopi seberang sekolah, sedangkan yang lain menunggu di kelas, katanya malas panas-panasan (termasuk Saera juga). Pada akhirnya Agi harus marah-marah dulu biar ada yang nemenin, tapi Saera malah merekomendasikan Dania

Lagi-lagi Agi dihadapkan dengan situasi canggung karena kembali bersama Dania, duduk di depan fotokopi berdua saja, tanpa siapapun. Mana sekarang lebih lama, soalnya nungguin Abang-abang fotokopi yang katanya lagi beli ketoprak di warung sebelah. Agi jadi bingung mau ngobrol apa.

"Eh, Dan. Itu di depan sekolah ada tukang es doger ya? Beli dulu yuk. Abangnya tadi masih lama tuh, yang lain sibuk dapet borongan nge-print tugas anak IPA, jadi nggak mau ngelayanin," ajak Agi akhirnya punya topik pembicaraan.

"Harus nyebrang lagi dong?" tanya Dania menyadari penampakan jalan raya ramai di depannya, sebab tukang es doger yang Agi sebutkan berada di depan sekolah yang berarti jika dari sini harus kembali ke seberang.

"Ya nggak apa-apa atuh. Kita kan cuma nyebrang jalan, bukan nyebrang lembah atau sungai. Ayo ah, gue haus," kata Agi kini sudah berdiri dengan tak sabar, mengulurkan tangan agar Dania segera berdiri.

Walau gerakannya agak canggung, Dania meraih tangan Agi. Kini dua gadis itu bergandengan, ingin menyeberangi jalan raya untuk membeli es doger di depan sekolah.

Baru sampai di pertengahan jalan, Agi tersentak. Jemari mungil Dania terasa agak kasar entah karena apa. Genggaman tangannya juga terasa sangat erat sampai Agi mengira bahwa gadis ini memang ketakutan jika sedang menyebrang. Namun dugaan itu terpatahkan kala menoleh ke samping, karena Dania terlihat baik-baik saja dan berekspresi normal.

Sesampai mereka di depan gerbang sekolah, Agi mengangkat tangan Dania dari genggamannya. Sok-sok tertawa asik sambil bertanya, "Eh Dan, ujung jari lo kayaknya pada ngelupas deh. Kenapa tuh?" tanya Agi penasaran, walau niat aslinya adalah melepas genggaman Dania yang terlalu erat, lama-lama sakit juga.

"Hah? Oh ini? Gara-gara sering nyiram tanaman Mama, terus sekalian main air. Jadi pada ngelupas gini deh," jawab Dania terdengar seperti mengarang, Agi bisa tahu dari tatapan mata gadis itu yang tak fokus pada satu titik.

"Ohhhh gitu," Agi mengangguk-anggukkan kepala, pura-pura paham. "Lo mau beli juga nggak es dogernya?" tanyanya setelah melihat gerobak yang mereka tuju sudah di depan mata.

"Enak nggak?"

"Lo belom pernah?!"

"Belom."

"Enak, enak banget. Makanya gue mau beli nih sekarang."

"Oh..." Dania gantian mengangguk-anggukkan kepala, nampak berpikir sejenak, "Yaudah deh, gue juga mau," putusnya kemudian.

"Bang! Dua ya," kata Agi sembari berjalan mendekat ke gerobak.

Si penjual hanya membalas singkat dan mulai sibuk dengan pesanan, membuat situasi hening kembali terjadi. Rasanya Agi ingin menelpon Saera agar dia kesini jika begini terus. Dania benar-benar tidak memulai percakapan sedikitpun. Kan Agi juga nggak enak kalau dia yang bawel terus nanya segala macem, takutnya Dania nggak nyaman dan malah merasa risih.

NumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang