"Dania, ayo makan dulu."
Dengan perasaan malas, gadis berseragam putih abu itu berdiri dari posisi tidurannya, memilih langsung menuruti perintah Mama yang menyuruhnya makan sekarang, ketimbang harus disuruh berulang kali dan ujung-ujungnya dia akan makan sambil mendengar omelan.
"Tumben langsung nurut," cibir Mama heran, membuat Dania menarik nafas pelan sekaligus mengumpulkan lebih banyak kesabaran. Sebenernya dia pengen banget jawab, 'kalau nggak langsung nurut salah, eh pas langsung nurut juga Mama malah heran. Emang udah harusnya aku juga dapet single lagu Serba Salah kayak Mbak Raisa'
Tapi Dania males. Pasti nanti jadi ribet, panjang lebar dan merembet kemana-mana. Tau sendiri kan, tidak mungkin yang tidak ada jawabannya jika sedang berdebat dengan Mama.
Dania tidak menggubris lagi, ia hanya pasrah dan terus berjalan meninggalkan ruang tengah menuju dapur yang letaknya lebih di belakang.
Saat sedang mengambil nasi, Dania dikejutkan oleh sang Mama yang tiba-tiba sudah di sampingnya, berdiri sambil fokus memandangi sebuah kertas di dalam--
"MA, KOK DIBACA?!" seru Dania kaget, refleks merebut map bening berisi kertas itu dari tangan sang Mama begitu sudah sadar situasinya.
"Eh kok kaget? Emang kenapa kalau Mama baca itu? Lagian naruh sembarangan sih, orang ada di meja depan sofa tempat kamu rebahan tadi, ya Mama ambil aja," jelas Mama cuek, terlihat tidak mempertanyakan secara rinci. Dan pada dasarnya, ucapan Mama barusan benar, Dania langsung merebahkan diri di sofa tanpa menaruh tas atau berganti seragam.
"Terus kenapa Mama bawa kesini?"
"Barusan Mama baca, itu nama di aktanya kayak anak Tante Nadwa. Kok bisa di kamu?"
Dania agak mengernyit, "Tante Nadwa? Yang mana, Ma?" tanyanya.
"Itu, Mamanya Daru, temen TK kamu di TK Aba. Sampe sekarang masih suka arisan bareng Mama, bareng sama Mamanya anak-anak TK yang lain juga sih. Tapi udah dua bulan belakangan ini Mama Daru nggak pergi arisan, jadi Mama udah jarang ketemu," jelas Mama jadi merembet bercerita.
"Daru? Aku lupa deh," tanya Dania lagi, masih belum tau sosok yang dimaksud Mama. Dia beneran nggak hafal sama teman TKnya. Boro-boro teman TK, teman SD pun Dania udah lupa sebagian.
Mama berdecak, merasa gemas sendiri lantaran Dania sebegitu gampangnya melupakan yang lalu-lalu, "dia pernah rusakkin rautan mekanik kamu yang gambar gajah. Terus kamu bales ngerusakkin tas koper dia sampe rodanya copot. Ah sampe sekarang Mama sama Mamanya Daru masih sering ngomongin. Kalian tuh dulu musuhan banget pokoknya," cerita Mama teringat kejadian kala Dania bersekolah di Taman Kanak-kanak dulu.
Mata Dania melebar perlahan, sebenarnya merasa sedikit tidak paham dengan dirinya yang dulu masih bisa se-ekspresif itu. Tapi di sisi lain ia juga mulai bisa mengingat anak laki-laki yang tingginya hanya sebatas kening Dania. Pokoknya dia tuh kecil, keliatan tengil ditambah banyak gaya, kulitnya agak sawo matang, dan ocehannya benar-benar memuakkan. Mana kalau dinakalin dikit sama temennya, apa-apa ngadu ke Mama.
Dania tersenyum miring samar, "Iya Ma. Aku inget sekarang."
"Nah iya, Daru yang itu. Kamu nggak mungkin lupa sih kalau menurut Mama."
"Yaudah, aku nitip balikkin aktanya sama Mama aja ya? Nanti kalau ketemu pas arisan tinggal kasihin."
"Nggak ah, Mama nggak mau. Itu kan tanggung jawab kamu, lagian takutnya keburu mau dipake juga," ujar Mama menolak, membuat Dania mencebikkan bibirnya sebal.
"Eh iya, ngomong-ngomong kalian masih kenal sampai sekarang? Mama baru tau loh. Tau gitu, dari kemarin-kemarin Mama bilang ke Mama Dar--" baru saja Mama ingin bertanya lebih lanjut, tapi Dania sudah memotongnya. "--Yaudah deh Ma. Aku makan nanti aja ya. Dadah!" Dania buru-buru pergi, meletakkan kembali piring nasinya, dan malah membawa pergi map bening yang barusan direbutnya dari tangan Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Numb
Teen FictionMungkin bagi sebagian orang, hari dimana kita tidak tahu harus melakukan apa itu selalu ada. Waktu terjadinya tidak menentu, entah jarang, sering atau bahkan hanya sesekali. Tapi bagi Dania, hari itu datang setiap waktu. Sebenarnya sih, hidup Dania...