"Mau ngapain?"
Gadis berkaos hijau itu buru-buru menormalkan posisi berdiri yang tadinya jinjit jadi kembali tegak. Tangannya yang sedang terangkat berusaha menggapai lemari gantung diatasnya itu tak bisa mengelakkan bukti bahwa ia akan melakukan sesuatu.
"Lo pasti mau makan mie kan? Nggak boleh, kemarin banget baru makan. Masa udah mau makan lagi?" Dery yang tadi hanya menegur kini berjalan mendekat, meraih tangan Dania lalu menurunkannya.
"Sana ke kamar aja, gue bikinin bihun rebus," kata Dery lagi, kali ini sambil mendorong pelan pundak Dania.
Gadis mungil itu menggerutu pelan walau tetap menuruti perkataan sang Kakak, "Yaudah sekarang bihun, tapi nanti malem pas semua orang udah pada tidur gue bakal tetep bikin mie," ucapnya tanpa beban, membuat Dery tak segan meraih telinga Dania dan menariknya pelan.
"Lepas atau gue teriak," ancam Dania masih dengan ekspresi datar karena jeweran Dery tidak terlalu kencang.
"Teriak aja, gue nggak tak--"
"DANIA ADA TELPON NIH! UDAH MAMA BILANG HAPE KAMU TUH JANGAN SUKA DITARO SEMBARANGAN! INI BARUSAN UDAH KENA AIR, MANA HAMPIR NYEMPLUNG KE MESIN CUCI JUGA LAGI!"
Seruan yang memenuhi seisi rumah itu membuat Dery melepaskan jewerannya, ia tersenyum meledek, "Nah kan, karma keseringan makan mie instan has come," ejeknya singkat, namun terdengar sangat menyebalkan. Dania hampir tersulut emosi dan berencana ingin menarik singlet yang dipakai Dery agar cowok itu tercekik.
Tapi nggak jadi, melakukan itu cuma buang-buang tenaga. Lebih baik Dania menyimpan tenaga untuk menghadapi hari-hari berat yang menunggunya di depan mata.
Gadis itu menghela nafas kasar, memilih untuk pergi meninggalkan sang Kakak yang sudah sibuk dengan panci dan alat dapur lain.
Ah tapi kalau dipikir iya juga ya, Dania sampai lupa Kakaknya itu kuliah di jurusan apa. Sebenarnya bukan hanya sekali ini Dania digertak untuk tidak makan yang macam-macam. Dery berulang kali menasehati semua orang rumah dengan cerewetnya, dia bahkan mengalahkan Mama soal menyimpan stok sayur-sayuran dan buah-buahan di rumah. Dia juga jago masak makanan sehat dan enak. Pola hidup cowok itu benar-benar tertata dengan baik.
Tapi sayangnya dia nggak punya pacar.
Kadang Dania merasa agak heran juga sih. Kenapa nggak ada yang mau sama Kakaknya ya? Padahal Dery tuh nggak bisa dibilang jelek, walaupun memang nggak terlalu ganteng (menurut Dania). Apa kelakuannya diluar itu terlalu menajiskan atau bagaimana?
Dania benar-benar tak mengerti.
"Ehhhh dibilang ada yang nelpon kok malah bengong? Kalau penting gimana?" Teguran Mama membuat Dania tersentak. Tak sadar dirinya sudah berdiri disamping mesin cuci yang sedang bekerja, dengan hp yang terbalut casing hitam itu masih berada diatasnya.
"Ih Mama mesinnya udah nyala kok hp aku belum diambil," gerutu Dania sembari mengelap layar hp yang terciprat sedikit air menggunakan kaosnya.
"Sengaja biar kamu nggak kebiasaan," kata Mama dengan tangan yang sibuk menyiapkan gantungan baju untuk menjemur cucian setelah ini. Menyadari anak bungsunya itu masih belum beranjak dan malah memandanginya, Mama mengangkat alis heran, "Kenapa? Kamu mau bantuin?" tanyanya dengan sirat menyindir. Tapi Dania tidak tersinggung sama sekali karena dia memang jarang atau mungkin malah tidak pernah membantu pekerjaan rumah sekalipun. Bukannya apa, dia hanya--
"Tapi jangan deh. Terakhir kamu bantu jemur, baju-bajunya malah nyangkut semua di besi gantungan, terus jadi pada sobek. Udah sana kamu tiduran aja di kamar," kata Mama lagi, kali ini lebih lembut sebab sudah menyadari sesuatu yang memang sudah dari 'sananya'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Numb
Teen FictionMungkin bagi sebagian orang, hari dimana kita tidak tahu harus melakukan apa itu selalu ada. Waktu terjadinya tidak menentu, entah jarang, sering atau bahkan hanya sesekali. Tapi bagi Dania, hari itu datang setiap waktu. Sebenarnya sih, hidup Dania...