"Aku tahu kamu belum bisa mencintaiku, tetapi ijinkan aku untuk terus mendampingimu, dalam kuat dan lemahmu. Sampai Allah sendiri yang mengatakan padaku, cukup, kamu sudah mencapai puncakmu."
Lestiani Mulya..........................................................
Pukul 02.00 WITA,
"HUAAAAA," Teriak Fildan.
"Hei, apa ? Apa ? Mana malingnya? Sini kuhajar."
Lesti terduduk dan ikut berteriak mendengar suara suaminya. Ketika ia membuka mata, sang suami duduk di sandaran ranjang dengan terus mengusut dada. Lesti pun panik.
"Kak, pian kada papa? Apa nang sakit kak? Kak, bapadah apa nang sakit? (Kak, anda tidak apa - apa? Apa yang sakit kak?, Kak bilang apa yang sakit?)."
Lesti terus memeriksa tubuh Fildan. Tetapi pemuda itu masih tampak shock. Beberapa detik kemudian Fildan tersadar dan tersenyum seperti kebingungan.
"Kak bentar, minum dulu."
Lesti menyodorkan air mineral dari nakas. Fildan meminumnya sedikit, dan langsung dihabiskan oleh Lesti sendiri. Fildan pun tersenyum.
"Huffht, gak papa kan kak?."
Fildan mengangguk.
"Anu dek. Tadi ulun takajut melihat ada bebinian di ranjang ulun, biasa ulun kan guring sorangan, (anu dek. Tadi saya terkejut melihat ada perempuan di ranjang saya. Biasa sayang kan tidur sendirian)," Ucap Fildan dengan wajah polosnya.
"Hahahahahahahaah, haaaapphhff." Lesti hampir menangis karena menertawai kelakuan sang suami. Namun Fildan langsung membekapnya.
"Jangan bikin syaithon bahagia mendengar tawamu dek. Gak ahsan (baik) tertawa kayak gitu, nanti hati pian keras, sulit menerima nasehat."
Lesti mengangguk pelan menyisakan senyum di wajahnya.
Fildan membuat posisi mereka begitu rapat. Tubuh mereka terkunci dengan posisi tangan kanan Fildan menutup mulut Lesti, sedang tangan kirinya mendekap erat pinggang Lesti. Beberapa saat pandangan mereka bertemu dalam hening.
"Eh, ma.. maaf."
Fildan langsung bergerak mundur.
Lesti menggeleng pelan. Dipegangnya tangan Fildan dan mengusap pipinya.
"Gak papa. Lesti kan isteri kakak. Meskipun belum ke tingkat khusus, sekadar pegang, peluk, cium kan gak masalah. Anggap aja kita pacaran, hehe."
Fildan menunduk dengan senyum malu - malunya.
"Ane gak pernah disentuh sengaja sama perempuan selain keluarga kandung, guru dan bidan yang bantu ngelahirin Ummi dulu," ucapnya polos.
"Pufhhht." Lagi - lagi Lesti ingin tertawa tetapi ditahannya dengan keras sampai matanya berair.
"Beneran dek."
Lesti mengangguk cepat dengan senyum terpendamnya.
"Berarti belom pernah pacaran ya?."
Fildan menggeleng dengan kepala merunduk. Dia berkata jujur. Sejak kecil ia tinggal di lingkungan ahli agama. Sekolah di Madrasah Ibtidaiyah, pesantren gontor sampai kuliah di jurusan Ekonomi Islam Unmul pun semua di kalangan sendiri dan orang - orang yang paham untuk tidak menyentuhnya sembarangan. Bahkan jika ada bukan mahromnya yang menyentuh, itu semua dilakukan terpaksa atau tidak sengaja.
"Iyaa.. ya udah. Gak papa. Kita belajar sama - sama ya Kak."
Kali ini bukannya tertawa, Lesti justru terharu bercampur iba dengan kepolosan suaminya. Tentu ada kesenjangan saat hidup dari kecil begitu mengikuti aturan, tetapi orang sekelilingnya atau dirinya sendiri belum memahami aturan tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bismillah Cinta (END)
Romance"Karena puncak dari cinta bukan sekadar memiliki dalam pernikahan." "Ketika kamu bosan dengan kondisi ini, percayalah padaku, dan percayalah pada cinta."