Ketika Fildan sadar. Ia merasa ada benda yang menempel di kening dan kedua bagian lehernya. Perlahan ia bangun dan melihat ke sekitarnya. Disingkirkannya benda yang menempel itu, yaitu kain sapu tangan dan handuk kecil miliknya.
"Loh kok."
Pandangan Fildan teralihkan pada Ifa dan Fadli yang tidur di lantai. Fildan mengambil buku di atas meja lampu tidurnya untuk digunakan menoel pipi Ifa, "hei, hei, bangun, hei."
"Enggh." Ifa membuka matanya dan terkejut melihat Fildan. Nyaris saja ia menjatuhkan kepala Fadli yang berada di pangkuannya.
"Hhh. Hhhhh." Lesti menangkupkan kedua tangannya di depan dada dengan kepala menunduk. Setelah itu buru - buru menulis sesuatu di notes dengan tangan bergetar.
"Ana mohon maaf Kak. Ana gak maksud masuk kamar kakak. Tadi kakak demam, jadi ana kompres," tulisnya dengan tulisan cakar ayam karena gugup.
Fildan menatap miris wanita di hadapannya. Ketika ia bergerak Ifa reflek mundur dengan menarik tubuh Fadli. Tetapi Fildan menahannya. Fildan duduk di lantai dan meletakkan Fadli di pangkuannya.
"Anak Abi bobo di lantai. Kenapa ?."
Ifa menunduk takut dengan tubuhnya yang masih bergetar. Kepalanya menoleh kanan kiri tak karuan.
"Ane gak marah, justru ane marah karena anak ane dibaringkan di lantai begini Fa, nanti masuk angin," ucap Fildan yang membuat Ifa menatapnya. Napas Ifa mulai teratur, lalu kembali menulis sesuatu di notes.
"Kakak gak suka ada yang naik di atas ranjang kakak. Jadi Ifa tidurkan di bawah. Ifa juga takut keluar, demam kakak tinggi."
Fildan menghela napas berat.
"Maaf, maaf Ane sudah bikin anti takut kemarin. Ane hanya sedang kepikiran almarhumah isteri Ane, dan figura itu Isteri ane yang membelinya. Dia sangat suka figura itu. Dan isteri ane juga pesan tidak boleh ada wanita dari luar yang menaiki ranjangnya."
Ifa merunduk sedih menangkupkan kedua tangan menyesali kesalahannya.
"Maa fii musykilah (tidak masalah). Itu sudah terjadi," lirih Fildan.
Ifa mengangguk cepat dan ingin menggendong Fadli, tetapi Fildan kembali menahannya.
"Ane aja yang gendong. Anti jalan duluan saja."
Saat Fildan ingin bangkit dari ranjangnya, ada sesuatu yang baru terasa aneh di ketiak dan perut tetapi tersangkut di kain kemejanya Fildan meraba sesuatu itu.
"Anti buka baju ane?," tanya Fildan sambil melotot.
Ifa pun terkejut. Ia baru ingat jika kain yang berada di perut dan ketiak Fildan masih berada di sana karena diselipkan di kemejanya. Ifa mundur dan nyaris terjatuh, tetapi satu tangan Fildan menangkapnya sedang tangan yang lain masih menggendong Fadli. Reflek, tangan Ifa melingkar di leher Fildan.
Mata keduanya pun bertemu. Seakan terhipnotis, keduanya tetap pada posisinya hingga beberapa lama.
Fildan yang tersadar duluan secepat kilat menegakkan punggungnya yang membuat Ifa memeluknya karena takut jatuh.
"Lepas Ifa."
Ifa bergerak mundur. Dipegangnya dengan kuat tepi jilbab besarnya karena takut.
"Lain kali hati - hati."
"Hhhh. Haf. (Iya maaf)." Ifa menangkupkan kedua tangannya meminta maaf.
"Na'am (iya). Anti bereskan sapu tangan dan handuk kecil Ane. Bawa keluar dan minta Mang Asep cuci."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bismillah Cinta (END)
Romans"Karena puncak dari cinta bukan sekadar memiliki dalam pernikahan." "Ketika kamu bosan dengan kondisi ini, percayalah padaku, dan percayalah pada cinta."