"Bukan hanya kamu, bukan hanya aku, yang baik di dunia ini. Bukalah matamu. Aku akan membimbingmu."
****
Hari ahad alias hari minggu yang sangat berbeda dari biasanya. Semua orang yang biasanya berada di luar rumah kecuali ada udzur syar'i (sakit, meninggal, acara penting, dll), tiba - tiba saja berkumpul di rumah. Mereka tampak sibuk dengan urusan masing - masing. Kecuali Fildan yang menghabiskan waktu di dalam kamar. Fildan mandi, berganti pakaian yang jarang sekali ia pakai dari biasanya, dan menggunakan parfum yang sedikit lebih banyak.
Lesti baru menyadari keanehan orang - orang itu setelah selesai mendirikan shalat dhuha.
"Kak, gak jalan?. Gak ada agenda ngisi taklim hari ini?."
Fildan menggeleng sambil terus merapikan pakaiannya.
"Gak dek. Hari ini seorang yang sangat istimewa bakal hadir di sini. Ade rapi - rapikan pakaian juga ya, sama kamar juga. Orangnya bawel, bisa tiba - tiba sidak kamar."
Fildan segera keluar kamar setelah selesai berpakaian. Lesti merasa bingung, namun tetap menuruti titah sang suami tanpa bertanya panjang kali lebar. Lesti membersihkan seluruh isi kamar dengan sangat rapi lalu merapikan pakaiannya sendiri dan memakai riasan tipis. Setelahnya ia segera menyusul Fildan.
"Loh, semuanya sudah di sini. Siapa sih yang mau datang?," tanya Lesti.
Baru Fildan akan menjelaskan, seseorang yang dimaksud itu telah tiba di hadapan mereka. Semua orang menyambutnya dengan binaran mata mereka. Kecuali Lesti yang menatap bingung dengan sosok itu. Pasalnya penampilannya sangat jauh dengan khas keluarga Fathcholis. Apalagi salamnya.
"Samlikum," salamnya.
"Assalamu'alaikum," sahut semua orang di ruangan.
Si pemberi salam itu menatap datar mereka dan mencium tangan Shoimah dan Permana, setelahnya ia mendekat ke Ust. Fathcholis. Namun berbeda dengan dua orang sebelumnya, sosok itu justru bertos kepalan tangan.
"Wa'alaikumussalam," ujarnya sedikit terkekeh.
Setelah dari Ust. Fathcholis, sosok itu mendekati Fildan dan dengan santainya mencium kedua pipi Fildan. Sedang pria muda itu membalas dengan menambahkan mencium keningnya. Seketika mata Lesti terbelalak. Bukan apa, sosok itu adalah seorang wanita dewasa yang sangat asing. Bukan mahrom kan?.
"Hei, sayang. Makin ganteng kamu ya," ucapnya.
"Iya dong sayang. Untukmu, hehe," sahut Fildan.
Mata Lesti langsung memerah dan pikirannya sudah kemana - mana. Lesti teringat kejadian salah paham beberapa waktu yang lalu. Jangan - jangan itu bukan salah paham, Fildan benar - benar ingin berpoligami.
"Ututu, I love you."
"Love you too."
Setelah memeluk dan mencium Fildan, wanita itu berdiam diri menatap Putri. Si gadis manja itu langsung saja berlari dan memeluknya. Mencium pipi dan keningnya dengan antusias. Sesaat itu membuat Lesti semakin khawatir. Apakah adik tersayangnya itu juga sudah menerima kakak ipar lain di hidupnya.
"Kak Weni, Mput kangen," ujar Putri dengan manja.
Sosok yang dipanggil Weni itu hanya tersenyum sambil mencubit gemas pipi Putri.
"Kakak juga, Mput."
Pandangan Weni beralih kepada sosok asing yang sedari tadi diam di tempatnya. Sebelah alisnya terangkat dengan tatapan seolah bertanya, "lo siapa?."
"Kamu siapa?," tanya Weni kepada Lesti.
"A.. ana."
"Kak Lesti, kakak Ipar mput, isteri Kak Fildan," potong Putri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bismillah Cinta (END)
Romance"Karena puncak dari cinta bukan sekadar memiliki dalam pernikahan." "Ketika kamu bosan dengan kondisi ini, percayalah padaku, dan percayalah pada cinta."