Surat

164 29 0
                                    

Hari pertama untuk siswa/i berjalan dengan baik, kini mereka tengah berkumpul di bawah pohon dekat lapangan yg cukup besar.

Sejuk.

Itu yg mereka rasakan karena daun dari pohon itu sangat lebat sehingga menghalang sinar matahari mengenai mereka, angin yg bertiup sepoi-sepoi juga menambah kenyamanan mereka duduk dibawah pohon itu.

Duduk melingkar dan ditengah-tengah mereka ada ketua osis serta wakil osis, tengah berdiri sambil memeriksa buku atau kertas tanda tangan mereka.

Tangan yg sedari tadi memeriksa kertas ataupun buku terhenti seketika, Ryujin mendengus kasar dan melempar begitu saja buku yg ada ditangan kiri ke tanah. Membuat wakil osis tersentak kaget, begitu pula dengan mereka semua.

Tangan kanannya terangkat menunjukkan sebuah kertas.

"Siapa yg bernama Miya disini?" Ucapnya sambil menatap datar mereka semua, sontak siswa/i celingukan mencari gadis bernama Miya.

Sebuah tangan kanan teracung dan Ryujin yg melihat serta mengenal gadis itu hanya diam dengan wajah datarnya.

"Kenapa tanda tanganku tidak ada disini?" Tanyanya sambil menunjuk kolom yg seharusnya tertera tanda tangan Ryujin.

"Kau tidak memberinya, tadi." Ucap Miya santai dan menurunkan tangannya. Sontak ucapan itu membuat mereka berbisik-bisik karena kesantaian Miya dalam menghadapi Ryujin, padahal Ryujin dirumorkan sangat kejam kepada siswa/i baru.

Ryujin menyeringai kecil, ia menurunkan tangan kanannya dan berjalan mendekati Miya. Membuat beberapa orang yg ada didepan gadis itu langsung berdiri dan memberikan jalan.

Tap!

Ryujin berada didepan Miya yg hanya duduk diam menatap datar dirinya. Membuat Ryujin membungkuk sedikit dan menempelkan kuat kertas itu kedahi Miya.

Plak!

Sangat kuat membuat beberapa dari mereka meringis kesakitan, Jaehee yg ada disamping Miya menatap terkejut kearah Ryujin.

"Lain kali memohonlah untuk tanda tanganku." Ucapnya menyentil kuat dahi Miya sehingga kepala anak itu terdorong kebelakang. Ryujin menyeringai sinis, ia menegakkan punggungnya lalu berbalik dan melangkah kembali ke tengah-tengah kerumunan.

Kertas didahi jatuh secara perlahan dan memperlihatkan tatapan tajam Miya serta rahang yg terkatup keras, dahi anak itu sedikit merah akibat pukulan yg keras ke dahi lalu disentil kuat.

Ia berdiri namun terduduk kembali disaat Hyewon menarik tasnya, membuat anak itu menoleh cepat dan nafasnya terdengar memburu sekarang.

"Kendalikan emosimu."

"Aku tidak bisa." Ucapnya dengan nada geram dan rahang yg makin terkatup kuat.

Hyewon tersenyum maklum dan menepuk-nepuk lembut bahu kanan Miya.

"Untuk kali ini, kendalikan emosimu, okay?" Ucapnya Hyewon sekali lagi dan Miya memalingkan wajahnya, anak itu mengangguk dan kembali menoleh kedepan.

Walaupun ia masih sangat marah dan ingin membalas perbuatan Ryujin, tapi untuk kali ini Miya akan berusaha mengendalikan emosinya.

Jaehee mengangkat jempol kanannya untuk Hyewon dibelakang, anak itu membalasnya walaupun Jaehee tidak melihatnya.

"Dia selalu saja emosian." Gumam Wonyoung yg tertunduk memainkan pensil ditangannya. Hyewon menoleh kepadanya dan tersenyum tipis.

"Sedari dulu, dia memang seperti itu." Wonyoung mendongak dan bertemu pandang dengan Hyewon yg menatap dirinya ternyata.

"Jadi sebagai teman kita harus mengawasi Miya, kita tidak tau suatu saat nanti bisa saja dia lepas kendali." Ucapnya lagi dan kini menoleh kedepan. Wonyoung mengangguk kecil dan tersenyum hangat menatap wajah Hyewon dari samping.

___🎵___

"Kau tau? Ryujin itu terlalu berlebihan." Komen Minji yg berada disebelahku, kini kami berdua tengah melangkah menuju area parkir, Minji akan pergi kesuatu tempat dan aku mengantarnya.

"Mau bagaimana lagi, Miya juga salah karena tidak meminta tanda tangannya lagi." Ucapku dan kulihat Minji mendelik muak kearah lain, dulu disaat penerimaan siswa/i baru Minji dengan Ryujin terlibat suatu masalah.

Sampai sekarang dan setiap bertemu mereka pasti memasang tanda-tanda perperangan.

Terlebih kini Minji makin menempel kepadaku disaat ia tau kalau Ryujin menyukaiku.

"Ingin ku bogem wajah songongnya." Ucapan itu membuatku tertawa kecil.

"Jangan tertawa!" Ia berteriak kesal kepadaku dan menatapku, bukannya berhenti aku makin tertawa.

Lucu karena Minji tidak melihat dirinya sendiri, padahal ia lebih songong dan nakal dulunya sebelum Ryujin.

Kami tiba di area parkir dan Minji membawaku kedalam pelukan sebentar, aku membalasnya dan ia melangkah ke mobil sambil melambai dan menoleh sedikit.

Aku membalasnya dan ia tiba didepan pintu mobil, Minji membuka pintu lalu masuk.

Aku tersenyum karena setidaknya Minji ada menemaniku hari ini.

Namun tak lama aku melihatnya keluar kembali, aku mengernyit bingung karena anak itu melangkah cepat kearahku.

Dan setibanya dihadapanku ia langsung mengangkat tangan kirinya, memperlihatkan sebuah amplop didepan mataku.

Lalu dia memberikannya kepadaku, aku menerimanya dengan tatapan bingung.

"Apa ini?"

"Aku tidak tau, tadi disaat mau pakai sealtbelt ada itu dibangku sebelah." Ucap Minji.

"Lalu kenapa memberikannya kepadaku."

"Disini tertera namamu Irene." Ucap Minji maju sedikit dan kepalanya menunduk, tangan kanannya terangkat menunjuk namaku yg ada di sudut kiri amplop.

"To Bae Joohyun." Ucapnya menatap diriku, aku mengangguk kecil dan menyimpan amplop itu kedalam saku.

Walaupun sangat penasaran aku akan membukanya nanti dirumah.

"Dah Irene." Dan aku tidak menyadari kalau Minji sudah melangkah kemobilnya dan berada didalam, tubuh anak itu keluar sedikit dan ia kembali melambai yg tentu aku balas.

Lalu mobil itu pergi meninggalkanku sendiri, aku kembali merogoh saku dan melihat intens amplop ditangan.

"To Bae Joohyun." Gumamku dan membolak-balik amplop itu untuk mencari dari siapa amplop ini.

Namun aku tidak menemukan nama yg tercantum selain namaku.

"Siapa?"

Stay (Sequel Whistle) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang