"Hidup."

191 30 4
                                    

Malam harinya, Minji hanya diam didepan meja belajarnya, menatap intens figura foto yg ada diatas meja.

Ia menatapnya dalam dan meraih bingkai foto itu dan tersenyum tipis.

Malam ini ia akan kembali menemui gadis didalam foto ini.

"Kenapa harus malam hari?"

Pertanyaan Irene yg tadi tiba-tiba terngiang dikepalanya, ia terkekeh kecil dan meletakkan bingkai foto kembali kemeja, tangannya bergerak masuk kedalam saku dan kepalanya mendongak keatas.

Ia memejamkan mata dan menghirup dalam wangi parfumnya yg masih tertinggal di dalam ruangan, ia hembuskan perlahan dan membuka matanya.

"Karena saat itulah waktu bebasku untuk menatap wajahnya, Irene."

Senyumannya terbit perlahan dan ia menoleh ke jam dinding, sudah menunjukkan angka 12 malam, dengan cepat ia meraih kunci di atas kasur lalu melangkah lebar keluar kamarnya.

Cklek!

Blam!

Ia menutup cepat pintu kamar dan berlari kecil menuruni tangga, senyumannya makin lebar dan terlihat raut kebahagiaan diwajahnya.

Tidak sabar.

Itu yg dirasakannya karena tidak sabar untuk menatap bebas wajah gadisnya.

Dia tiba di depan mobil, membukanya lalu masuk dan menutup cepat pintu.

Memakai sealtbelt dan menyalakan mobil lalu menarik gigi, menginjak gas meninggalkan perkarangan rumahnya.

Jalanan yg dilewatinya cukup lenggang karena hanya ada beberapa mobil atau motor yg dilaluinya.

Cukup lama dan Minji telah sampai disalah satu rumah sakit, ia memakirkan mobilnya diseberang rumah sakit dan menoleh kesana sambil melepas sealtbelt.

Senyumannya tidak pernah luntur dan ia menoleh kebelakang, badannya condong kedepan untuk meraih topi serta mask di kursi belakang.

Setelah dapat ia menarik tubuh dan keluar dari mobil, meraih kunci sebelum itu laku menutup pintu sambil menekan sesuatu di kunci mobil.

Beep beep.

Mobil sudah dikuncinya dan Minji segera memakai mask lalu topinya.

Ia menarik nafas dulu sejenak dan dihembuskan kasar.

Jantungnya selalu berdegup kencang disaat melakukan ini, dengan pasti ia mulai melangkah menuju rumah sakit disebrangnya.

Berdoa dalam hati supaya tidak ada yg memergoki dirinya.

.
.
.
.
.
.

Tap..

Tap..

Derap langkah kaki terdengar dilorong yg sepi.

Tap!

Dan derap itu berhenti tepat di salah satu ruangan seseorang, tangan yg sedari tadi berada didalam saku Hoodie, keluar dan terangkat memegang engsel pintu.

Cklek!

Pintu terbuka dan suaranya cukup menggema dilorong sepi itu, ia melangkah masuk dan membiarkan pintu tertutup secara perlahan.

Tangan itu kembali masuk kedalam saku Hoodie dan dia hanya diam didepan pintu menatap seseorang yg terbaring diatas ranjang.

Perlahan senyumannya terbit dan ia membuka topi yg sedari tadi melindungi dirinya dari kejaran seseorang.

Topi terbuka sempurna, memperlihatkan surai hitam legam yg panjang sebatas punggung. Serta tatapan yg tajam namun tersirat akan kerinduan oleh seseorang diatas ranjang itu.

Stay (Sequel Whistle) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang