Gadis berambut lurus sepinggang itu melenggang keluar dari salon. Segerombolan cowok yang sedang hang out di Shibuya sore itu terpana—apalagi ketika tercium aroma white musk yang memabukkan menguar bersamaan ketika gadis itu lewat.
“Oi, Kenta. Kikkoeteru (apa kau mendengarku)?” Nakagawa mengibaskan tangannya di depan wajah Kenta. Tapi cowok itu tetap tak bergeming. Nakagawa memandang heran ke arah Kenta terpaku, dan mengertilah dirinya!
“Astaga! Bidadari?!” Nakagawa memandang gadis itu dengan terpana. Tubuh indah gadis itu terlihat jelas karena dia mengenakan dress hitam ketat selutut. Kaki indahnya terbalut boots hitam tinggi dengan hiasan bulu imitasi. Badannya tinggi jenjang. Rambutnya lurus hitam. Wajahnya mungil, namun arogan.
“Mungkinkah dia lebih pantas disebut iblis daripada bidadari? Pakaiannya hitam dari atas ke bawah.” Nakagawa kembali bergumam. Kenta—dan gerombolan temannya tetap tak bergeming, memandangi gadis itu yang tengah melihat-lihat Fukuburuko yang sedang dibanting harga oleh sebuah toko baju laris. Namun toko itu Nampak sepi. Sepertinya terlalu cepat untuk menjual lucky bag di awal bulan Desember.
“Gila. Dia tak memakai mantel di udara sedingin ini? Dia seperti iblis!” kata salah satu temannya yang tersadar duluan dari keterpesonaannya.
“Iblis cantik!”
“Apakah dia model? Sepertinya dia masih sekolah.”
“Sepertinya tidak, hari ini kan hari sekolah dan dia berkeliaran dengan pakaian bebas di Shibuya.. oi, lihat itu!” Kenta menunjuk segerombolan gadis berseragam SMA menghampiri gadis itu. Mereka terlihat akrab, tapi wajah gadis iblis itu nampak muram..
“Ah! Aku tahu seragam itu! Seragam dari sekolah itu loh…yang mahal sekali uang sekolahnya…” salah satu temannya berusaha mengingat. Dia sampai menyernyitkan dahinya. “Ah! Aku ingat! Sakura Gakuen! Yang gedungnya tinggi putih dan luas sekali!”
“Majide (benarkah)?!” teman-teman lainnya bersautan. “Ah, ya, benar! Sekolah mahal itu!”
Nakagawa menyernyitkan dahinya mendengar nama sekolah itu. Sakura Gakuen? Jangan-jangan…
“Ya, ampun!” tiba-tiba dia berteriak, mengagetkan teman-temannya.
“Ada apa?” Tanya salah satu temannya. Lalu mereka dikejutkan kembali oleh Kenta yang berteriak, “Ah!”
Pandangan mereka beralih ke segerombolan gadis berseragam mahal itu yang pergi membawa iblis cantik mereka. Mereka terus memandanginya sampai gadis-gadis itu menghilang di persimpangan…
“Ah, gara-gara kau berteriak, sih! Kita jadi tak sempat meminta nomor handphonenya!” Kenta mengerang.
“Halah, kau tak akan berani memintanya! Anak gedongan begitu, mana mau dengan anak tukang ikan sepertimu!” sahut temannya, diikuti koor tawa yang lainnya. Kecuali Nakagawa yang masih menerka-nerka di dalam hatinya…
***
“Bagaimana mereka tadi?”
“Ya.. mereka datang terlambat—bersamaan.” Naporin menyahut terlebih dahulu dibanding teman-temannya. Ke enam gadis itu berjalan bergerombol agar terasa hangat. Diam-diam Mika menatap gadis yang paling menonjol di antara mereka itu. Kulitnya begitu putih mulus dan cemerlang. Badannya sangat sempurna, berisi di tempat yang tepat. Rambutnya hitam legam. Dan seluruh tubuhnya makin berkilau karena perawatan salon ternama yang baru saja dijalaninya. Mika memandang minder pada kakinya yang tampak lebih besar dari kaki gadis itu. Dan kulitnya yang terlihat kusam.. Dia bersumpah akan meminta Ayahnya memibayainya menjalani perawatan yang sama persis akhir pekan nanti!
KAMU SEDANG MEMBACA
Watashitachi no Himitsu
FanfictionKanata Hongo, aktor kecil yang kini sudah berusia 22 tahun. Kehidupannya berjalan lancar dan indah dengan Keiko--teman sepermainannya-- di sisinya. Tak ada yang ganjil, everything is fine. Semua baik-baik saja untuk Kanata, tetapi tidak untuk Keiko...