chapter 8

445 12 6
                                    

Bruk! Keiko menghempaskan  dirinya begitu saja ke kasur. Tubuhnya seakan remuk redam dua hari ini. Akhirnya besok festival dimulai, tapi ada satu hal yang belum diselesaikan Keiko.

                “Jadi, siswi yang terpilih untuk menjadi mascot adalah Keiko Hinata!” kata Ryota, si ketua kelas kemarin pagi di kelas saat rapat dadakan. Bagaimana tidak dadakan. Festival akan dimulai lusa, dan dia baru menentukan siapa yang menjadi mascot dua hari sebelumnya? Semua murid bertepuk tangan tanda setuju. Hanya Keiko yang tak bertepuk tangan dan menunjukkan ekspresi ‘nande?!’ membuat Ryota terkekeh.

                “Maaf, Keiko. Kau tahu mascot kelas kita adalah peri musim dingin. Dan kau tahu, bagaimana sih, sosok peri…”

                “Tidak, aku tidak tahu..” Keiko menggumam pelan yang tentunya tak didengar Ryota.

                “Dan kau tahu, kaulah yang paling ringkih dan pucat di kelas ini.” Ryota menjelaskan.

                “Tidak, Abe-kun lebih ringkih darinya!” sahut seorang siswa mengejek Abe-kun, seorang anak cowok bertubuh kurus kerempeng dan bermuka cekung yang duduk di bangku paling depan. Ditambah kulitnya yang putih pucat seperti cat tembok. Dialah cowok Jepang paling Jepang se-Jepang! Begitu kata anak-anak. Seluruh anak langsung tertawa mengejek membuat Abe menunduk malu.

                “Ya, aku tahu. Tapi Abe, ‘kan, cowok! Bagaimana sih. Ini peri, loh, tentu saja seorang perempuan. Jadi bagaimana Keiko, kau setuju, bukan?” Ryota bertanya pada Keiko sambil tersenyum, membuat gadis itu serba salah. Jika menolak, dia tak enak pada Ryota dan yang lainnya. Di samping itu dia tak punya keberanian untuk menolak. Tapi jika dia menjadi mascot kelas berpakaian peri... dan dipajang di depan kelas bagaikan manekin dan menyambut para tamu dari luar sekolah... duh, betapa memalukan! Keiko baru saja akan membuka mulut ketika disadarinya bahwa Ryota sudah melanjutkan rapat, tanpa menunggu jawaban dari Keiko.

                Keiko melirik sebuah bungkusan plastik berisi kostum yang belum selesai dijahitnya, dan mengerang. Dia sudah menjahit setengah jalan di sekolah, tapi dia tak sanggup untuk menyelesaikannya, sungguh. Di tambah lagi, dia tak mempunyai mesin jahit. Haruskah dia menjahit secara manual? Bisa-bisa Keiko tidak masuk karena betul-betul remuk.

                Ah! Mendadak Keiko bangkit duduk, dia teringat sesuatu. Waktu dia bermain di rumah Kanata, dia pernah melirik ke dalam gudang dan ditemukannya mesin jahit tua. Tak ada salahnya mencoba mesin jahit tua itu. Daripada dia harus menjahit manual, atau lebih parah lagi, memaksakan ke sekolah untuk menjahit di sana.. pada malam hari??? Hiii! Keiko bergidik. Diliriknya jam di dinding, baru pukul tujuh lewat lima belas menit. Semoga Kanata tak kemana-mana. Bergegas gadis itu mengganti baju dan beranjak ke rumah Kanata. Keiko tak perlu berpamitan pada Ibunya, karena beliau tak ada di rumah—lagi-lagi raib bersama Chouko, adiknya. Keiko agak heran, tapi dia tak berhasrat untuk bertanya.  Setelah memastikan pintu sudah terkunci, gadis itu pergi ke rumah Kanata yang terletak di sebelahnya.

                Sebuah Mercedes Benz berwarna hitam mengkilat terparkir rapih di halaman rumah besar bercat putih bersih. Bagus! Itu tandanya Kanata ada di rumah. Keiko langsung masuk ke dalam rumah. Baru saja dia akan memegang gagang pintu, tapi dilihatnya celah di antara pintu dan dinding. Pintu itu tak tertutup. Sepertinya Kanata lupa menutupnya, aneh.

Watashitachi no HimitsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang