Plak!
Abel memegang pipi kanannya yang memanas.
"Ayah," lirihnya.
Abel menatap sang ayah dengan sorot mata tak percaya.
"Maksud ayah apa?! Aku salah apa?!"
"Kamu masih bertanya salahmu apa, Abel?!" teriak sang ayah.
"Mas, jangan kasar sama Abel. Kita bicarakan ini baik-baik," ucap ibu tiri Abel dengan berderai air mata.
"Kenapa?! Aku ini anak ayah, tapi kenapa ayah selalu memukulku? Sebegitu besarkan kesalahanku?! Ayah kira aku nggak sakit di perlakukan seperti ini? Mana ayah yang dulu? mana?!" teriaknya dengan napas yang memburu.
Ayahnya hanya mentap Abel dengan mata merah seperti akan menangis.
"Jawab? Sebernya aku salah apa sampai-sampai ayah berani menamparku?!"
"Sudah nak, ibu minta maaf. Pasti sakit'kan nak?" lirih sang ibu dengan menempelkan tangannya pada pipi kanan Abel, namun dengan segera di hempas olehnya.
"Gue tahu pasti ini semua karena lo'kan?" tuduhnya pada ibu dari Citra itu.
"Jaga ucapanmu Abel! Ini semua salahmu sendiri, jelaskan apa maksud dari ini!" ucap sang Ayah dengan memberikan tespek pada Abel.
Jantung Abel rasanya berhenti berdetak untuk beberapa saat, bibirnya begitu kelu untuk berucap.
"Ka-kalian dapat itu dari mana?" tanya Abel dengan gugup.
"Kamu pikir ayah dapat ini dari mana? Ibu kamu yang menemukannya tepat di meja belajar kamu! Sekarang jawab pertanyaan ayah, siapa ayah dari anak yang kamu kandung ini?"
Mata Abel memanas, dia tidak mungkin mengatakan siapa ayah dari anak yang dia kandung saat ini.
"JAWAB, ABEL!" bentaknya karena tak kunjung mendapat jawaban dari sang anak.
"Atau ... kamu sudah tidur dengan banyak pria sehingga kamu tidak tahu siapa ayahnya, begitu?"
"JAWAB!"
"Iya! Aku nggak tahu siapa ayahnya! Ayah benar, aku memang sudah tidur dengan banyak pria!" balasnya dengan air mata yang sudah mengalir.
Ibu Citra sudah menangis sedari tadi, dia merasa gagal jadi ibu sambung.
Begitu pun dengan ayahnya, dia terduduk di sofa sembari mengurut dahinya frustasi, dia merasa gagal menjadi sosok ayah yang baik untuk putrinya, dia tidak bisa melindungi putrinya, dia marah pada dirinya sendiri.
"Asal ayah tahu! Aku juga nggak mau seperti ini! Sekarang terserah ayah, silahkan kalo ayah mau mengusirku dari rumah ini," pasrahnya.
"Iya. Silahkan kamu keluar dari rumah ini, ayah malu punya anak seperti kamu, ayah malu kenapa putri ayah yang dulu penurut menjadi pemberontak? Sekarang silahkan kamu keluar!" ucap sang Ayah tanpa menatap Abel.
"Mas! Jangan usir Abel, mas. Ini semua bukan salah Abel, mas!" ucap ibu dari Citra sembari berlulut di kaki suaminya.
Abel memalingkan mukanya, dia tidak suka di kasihani apa lagi oleh ibu tirinya.
"Aku akan pergi." ucapnya dan berjalan keluar rumah.
"Abel! Jangan pergi, nak! Tolong jangan pergi, hiks!" sergah Ibu Citra dengan mencekal tangan Abel.
Abel menatap langit-langit dan menghembuskan napasnya kasar. "Lepas!"
"Abel?!"
Teriakan dari sang ibu pun tak di hiraukannya, dia lebih memilih berjalan keluar rumah.
Ketika dia membuka pintu tak di sangka ada orang lain yang baru saja menginjakkan diri di teras rumahnya.
"Bel," gumam pria tersebut dengan menatap penampilan kacau Abel.
"Minggir!" ucapnya dingin.
Abel tak memperdulikan orang yang di depannya juga dua orang lagi yang berada di belakang pria tersebut.
"Lo, kenapa?" tanya pria tersebut tanpa memperdulikan suruhan Abel.
"Gue bilang minggir, Abi! Lo budeg atau gimana?" kesalnya.
Ya, pria tersebut memang Abi, dia kerumah Abel dengan kedua orang tuanya.
Setelah pulang dari sekolah tadi, Abi di paksa kedua orang tuanya untuk kerumah Abel. Mau tidak mau, siap tidak siap, Abi pun hanya bisa menyetujuinya.
"Tunggu. Siapa namamu cantik?" tanya bunda Abi dengan memegang tangan Abel.
"Maaf tante saya buru-buru!" ucapnya mencoba sesopan mungkin.
"Orang tuamu ada di rumah?" tanyanya lagi.
Abel mengangguk singkat, "silahkan tante bisa masuk!"
Bunda Abi tersenyum singkat. "Bisa kamu antarkan kami kedalam?"
Abel menggeleng singkat. "Maaf, saya sedang buru-buru. Lagi pula ini bukan rumah saya lagi,"
Mereka semua tentu saja tak mengerti dengan apa yang Abel katakan.
"Maksudmu? Kamu sudah tidak tinggal di sini lagi? Kenapa?"
"Maaf tante saya buru-buru!" ucap Abel dan melepaskan cekalan bunda Abi.
"Lo di usir dari rumah?" tanya Abi membuat Abel menatapnya.
"Bukan urusan lo."
Abel berbalik bermaksud meninggalkan mereka.
"Atau ... lo beneran hamil anak gue?" tanyanya lagi.
Abel berhenti melangkah dan berbalik menatap Abi. "Gak usah ngarang,"
"Terus kenapa lo pergi dari rumah?"
"Apa perduli, lo?"
Tanpa babibu lagi, Abi menarik tangan Abel dan membawanya masuk ke rumah di ikuti oleh kedua orang tuanya.
"Lepasin! Lo budeg? Lepasin!" berontaknya dengan memukul-mukul lengan Abi, namun Abi sama sekali tak perduli.
"Ada apa ini?" tanya ayah Abel dengan berdiri dari duduknya di ikuti sang istri.
"Kenapa kamu kembali lagi? Sana cari ayah dari anakmu!" sambungnya ketika melihat Abel.
Abel menghentakkan tangannya mencoba melepaskan tangan Abi, dan ya cekalan pun terlepas.
"Bahkan tidak perlu di suruhpun aku pergi," gumamnya dan melangkan meninggalkan mereka semua.
"Saya ayah dari anak yang Abel kandung!"
Langkah Abel terhenti ketika mendengar suara tegas dari Abi. Dia berbalik melihat Abi.
"Bohong. Dia bukan ayahnya!"
"Saya memang ayahnya!" tekan Abi.
BUG!
Pukulan Abi dapatkan dari ayah Abel, dia sadar apa yang telah ia lakukan.
"Kurang ajar! Saya ayah dari Abel, dan dengan seenaknya kamu menyentuh anak saya tanpa ada ikatan yang sah? Harusnya kamu berpikir bagaimana resikonya!" ucap ayah Abel dengan napas memburu.
Orang tua Abi tentu saja hanya diam, menurut mereka Abi memang pantas mendapatkan pukulan juga cacian dari ayah Abel.
"Maaf, om. Saya akan menikahinya!"
Bersambung ....
Jangan lupa vote+comen yang banyak :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusi(Abel x Abi) ||ENDING||
Teen FictionAda baiknya kalian follow dulu akun aku ya^^ Dipublikasikan: 24-04-2021 Tamat: 03-09-2021 Bagaimana jadinya jika seorang Abel feranika gadis yang di kenal dengan segala tingkah pemberontakkannya menikah dengan si ketua osis yang memiliki sifat dingi...