24

20.7K 1.2K 22
                                    

Abel menegang ketika merasakan ada yang memeluk tubuhnya, hampir saya dia berteriak jika tidak mencium bau farpum yang sangat dia kenal.

"Lo kemana aja? Gue nyari lo!" gumam Abi dengan menenggelamkan wajahnya pada celuk leher Abel.

Hembusan napas Abi dapat dia rasakan membuatnya bergidig geli.

"Ka-kamu kenapa?" tanya Abel dengan gugup.

"Maaf, gue gak bermaksud ngebentak lo tadi pagi!" sesalnya.

Abel tersenyum mendengar permintaan maaf dari Abi, jarang-jarang dia mendengar permintaan maaf darinya.

"Kamu sakit? Tumben minta maaf," sindir Abel membuat Abi mengangkat wajahnya kemudian melepaskan pelukannya.

"Gue cuma merasa bersalah," balasnya dengan wajah datar.

Abel berdecak sebal, "kamu bener-bener gak bisa liat aku seneng sekali aja,"

"Kamu gak khawatir sama aku?" tanya Abel dengan alis naik turun.

"Gak."

Senyum Abel luntur seketika, tidak bisa'kan Abi mengkhawatirkannya sekali saja?

Abi yang melihat wajah masam Abel hanya bisa tersenyum dalam diam, dalam hati dia benar-benar bersyukur Abel baik-baik saja, namun itu semua hanya dia ucapkan dalam hati.

"Lo udah denger berita di sekolah?" tanya Abi dengan hati-hati.

Abel mengangguk singkat, "aku udah tau,"

Abi mengernyitkan dahinya aneh, tidak ada raut wajah khawatir dari Abel.

"Lo gak takut guru-guru tau?"

"Apa yang harus aku takutin? Bahkan dari kejadian itu pun aku udah ngira bakalan terjadi,"

"Semua orang perlahan-lahan bakalan tau, kamu kira perut aku bakalan kecil terus?" sambungnya dengan menatap Abi.

Rasa bersalah benar-benar terasa, bahkan untuk menelan ludahnya sendiri pun Abi kesusahan.

"Maaf,"

Abel tertawa singkat, "kamu minta maaf mulu! Kamu tenang aja, aku bakalan rahasiain ayahnya!"

Abi berdehem singkat, entah kenapa hatinya tiba-tiba merasa nyeri ketika mendengar ucapan lues dari Abel.

"Lo gak takut di keluarin?"

"Keluar, ya? Hmm, mungkin sedikit. Tapi gak papa, aku yakin guru gak bakalan ngeluarin aku," balasnya dengan tersenyum manis.

"Mungkin," sambungnya dalam hati.

Helaan napas terdengar dari mulut Abi, dia tau Abel sedang tidak baik-baik saja.

"Gue ke kamar, dulu! Jangan lupa susunya di munum!" pesan Abi kemudian memeluk Abel dengan singkat, setelahnya dia pun melangkah meninggalkan Abel yang mematung di tempat.

"Gue gak ngerti sama lo, Bi! Lo selalu tarik ulur gue, kadang lo bersikap kasar, kadang juga lo bisa semanis sekarang. Mau lo apa sebenernya?!"

Abel kembali sadar dari lamunannya, kemudian kembali menatap laptop untuk melanjutkan drakor yang sempat tertunda tadi.

Beberapa jam telah berlalu, Abel bangkin dari duduknya menuju kamar, dia berniat untuk membersihkan diri.

Cklek!

Pandangan Abel sontak jatuh pada Abi yang sedang duduk di dekat jendela dengan menempelkan ponselnya pada telinga.

"Iya. Nanti aku pasti mampir ke rumah kamu, Cit!"

"Sampein salam buat ibu kamu! Kamu jangan lupa makan! Kalo sampe lupa aku bakalan samperin kamu ke rumah!"

Delusi(Abel x Abi) ||ENDING||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang