(25)👾

9 1 0
                                    

Sebuah kejujuran....

Ibarat kertas putih bersih, apabila telah ternoda oleh nokta dusta, maka kertas tidak bisa dibersihkan lagi. Meski sudah dihapus, tapi takkan bisa bersih seperti semula, karena nokta dusta akan terus membayang.

@detente

__________________________________________________


Setelah insiden semalam, suasana pagi tidak lagi sama. Tempias tak berikan kesejukan, aroma rerumputan tidak lagi menyapa seperti pagi-pagi sebelumnya. Kerinduanku pada suara melengking dari meja dan kursi yang di dorong ketika teman sekelasku tengah melaksanakan piket membuatku semakin muak dengan rutinitas baru. Semuanya mulai teralihkan oleh grusa-grusu sejak hari masih subuh hingga subuh kembali. Bahkan aku tidak sempat memikirkan hal lain di sekitarku, karena terlalu banyak hukuman yang harus dibayar lunas. Akibatnya tugas-tugas sekolahku pun jadi terbengkalai. Tidak biasanya aku mengerjakan tugas beberapa menit sebelum deadline. Namun, aku harus berusaha untuk terbiasa dengan ini.

Mata pelajaran biologi menduduki jam pertama hari ini. Kemudian dilanjutkan dengan mata pelajaran shorof di jam ke tiga dan empat. Kali ini aku merasa beruntung karena sudah mengerjakan PR sebelum jam masuk, tetapi yang jadi masalah adalah satu kelas ternyata belum mengerjakannya sama sekali. Akhirnya semangatku pupus juga. Aku jadi urung mengumpulkan tugas lebih dulu, karena melihat teman-teman yang masih sibuk berjalan kesana-kemari untuk mencari contekan. Tidak peduli bener atau salah yang penting mereka ikut mengerjakan. Ditambah lagi satu kenyataan bahwa tulisan arab teman-temanku tidak sembarangan orang yang bisa membaca dan memahaminya. Namun, lagi-lagi bukan itu masalahnya, mereka rusuh mencari jawaban ke sana-kemari, sedangkan guru sudah masuk sejak beberapa menit yang lalu, dan kini tengah duduk di depan kelas tanpa ada satupun yang memperdulikannya. Kelihatannya guru yang satu ini tampak santai dan tanang-tenang saja sambil memainkan gawai, sesekali ia juga tersenyum melihat postingan di ponselnya. Namun apakah benar begitu?

"Risky, nanti setelah zuhur kita ada rapat OSIS, jangan lupa datang." Aku meletakkan kembali stickynote milik Aulia, lantas memutar badan ke arah belakang dan bersedekap pada sandaran kursi. Filay memiringkan kepalanya saat menatapku dan berhenti dengan rajutannya. Aku melirik kursi kosong di sebelah Filay, tidak ada Fado disana, kemana pula anak itu.

"Fado sedang ada urusan di kamar mandi," ujar Filay, lalu menggerakkan kembali benang dan jarum di tangannya. Aku menyerengeh.

"Kupikir kamu memang cenayang," kataku.
"Cenayang apanya," jawab Filay. Namun, matanya tetap fokus bermain dengan jarum dan benang. Lagaknya sudah seperti orang yang bisa membaca pikiran orang lain saja.

Aku menghembus napas. Menonton kegiatan Filay. Menyenangkan sekali melihat jemarinya meliuk-liuk. "Untuk apa lagi kita kumpul rapat?" tanyaku malas. Sebenarnya tidak butuh jawaban sama sekali.

"Entahlah, mungkin membahas hari ulangtahun." Suara Filay terdengar tidak serius. Namun, aku tetap mengangguk lalu tersenyum.

"Apa tugasmu sudah selesai?" tanyaku. Mulai mengangkat kepala.

Filay menggerakkan alisnya, "Dua hari yang lalu...." seketika mulut ku menganga tanpa diperintah. Aku bertepuk tangan sambil gelang-geleng kepala. Teman satu ku ini memang tidak ada lawan. Dia melirikku lalu menyeringai.

"Sudah lah, aku tidak akan pernah bisa mengalahkanmu," ucap Filay. Aku terkekeh. Rasa-rasanya suara Filay seperti tenggelam. Hanyut oleh kerusuhan teman- teman sekelas. Semakin tidak terkendali rupanya. Bagaimana tidak, Iyin pun tengah sibuk menyalin contekan dari Amel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Detak-DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang