(4)👾

37 14 21
                                    

Jika takdir bisa di pesan, sudah pasti kita akan memesan yang baik dan menyenangkan saja.
Tapi, takdir adalah ketentuan, dan tak ada yang mampu menafikan.

@detente

______________________________

Pukul satu lewat lima belas menit. Siang itu setelah sholat zuhur. Ketika semua santri istirahat siang. Entah itu tidur di asrama atau sibuk membereskan barang-barang, maka aku lebih memilih duduk santai di ruang majalah, membaca buku favorit sambil di iringi nasyid merdu.

"dari mana saja kamu, Filay? " Filay baru saja tiba beberapa menit yang lalu.

"biasa.. Penyimpanan pusaka.." kata nya. Lalu mengambil kertas dan pena yang tak jauh dari tempat ia duduk, lantas mencoret-coreti nya.

"Filay, kak Anggun kata nya mau merekrut anggota baru" Filay menoleh ke arahku.

"oh bagus dong"

"iya bagus, tapi siapa yang mau?" aku meletakkan buku ke atas meja komputer. Filay yang tengah duduk di sofa masih sibuk dengan kertas coret-coret nya, entah apa yang ia buat.

"banyak yang menginginkan nya, Risky" aku menoleh ke arah Filay.

"adik kelas kita pasti ada satu dua orang yang berminat dan juga berbakat. Sebenar nya semua orang pasti mau jadi anggota majalah, tapi banyak yang tidak percaya diri saja. Memang begitu ada nya, zaman semakin berlalu semakin sedikit ide. Hanya segelintir orang yang memiliki kreatifitas yang tinggi" jelas Filay. Aku mengangguk mengerti. Melihat Filay yang sedang ceria hari ini membuat ku merasa lebih senang.
'Seperti nya Filay sudah berbaikan dengan keluarga nya'

"ku dengar majalah putra sudah tidak aktif lagi ya?"

"sepertinya begitu. Malah yang ku dengar mereka ingin bergabung dengan majalah Putri" Filay menyengir sambil mengangkat bahu nya. Bagaimana cara nya?

"oh Iya, novel mu sudah kelar?" aku menggeleng.

"aku sedang buntu. Niat ku belum ingin melanjutkan nya. Tapi insyaallah akan ku selesaikan sebelum hari kelulusan" aku menggigit bibir.

"video profil angkatan kita bagaimana? Jadi?" aku mengangkat bahu. Tapi aku memang berencana akan membuatnya untuk hari perpisahan. Kami memang belum bisa membuat buku tahunan angkatan seperti yang di buat kakak kelas dua belas saat ini. Jadi menurut ku video profil sederhana cukup untuk memberikan salam hangat di hari kelulusan.

"berbicara tentang kelulusan nih, berita burung nya angkatan 2020, angkatan kita, angkatan terakhir yang melaksanakan ujian Nasional loh" Filay berdiri dari duduk nya. Mengambil segelas air. Lantas duduk di sebelah ku dan menekan tombol power komputer di hadapan nya.
"haha sedih nya, di sekolah teman ku itu adalah UN yang pertama dan yang terakhir" Filay terkekeh, aku ikut tersenyum melas.

"seharusnya di angkatan kita tidak ada lagi yang nama nya UN" ujar ku.

"kenapa? Bukan nya itu pengalaman yang seru?" belum sempat aku menjawab pertanyaan Filay, tiba-tiba pintu ruangan di ketuk.

"Eh Filay, Risky cepat keluar! Semua santri sudah berkumpul di lapangan!" seru Fado. Dahi nya dipenuhi keringat. Entah apa yang baru saja ia kerjakan. Aku dan Filay masih duduk kebingungan.

"hei! Ayo cepat!" Fado kembali berseru kesal melihat kami yang masih santai, hanya melongo. Sepertinya ada hal penting di lapangan. Dengan perasaan kebingungan kami bergegas menuju lapangan. "barang-barang sudah di simpankan, Filay?" tanya Fado cemas. Langkah nya terburu-buru.

Benar saja, setiba di lapangan semua santri sudah berbaris perkelas. Warna coklat seragam pramuka terlihat berpendar-pendar di terpa terik cahaya matahari. Guru-guru juga ramai di sana, sibuk mengontrol para santri. Wali kelas telah turun ke barisan. Ada apa sebenarnya ini? Ada acara temu kangen kah?

Detak-DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang