"Selalu lah jadi cermin bagi siapa saja. Tapi ingat, jangan pernah jadi cermin yang retak, yang akan mematulkan banyak bayang."
@detente
__________________________________________________
Lagi dan lagi, hari jum'at hadir membawa sejuta kegabutan dan kelembaman. Sedikitnya kegiatan membuat energi terinersiasi. Harusnya saat hari libur suasana makin semangat, tapi itu semua tak sesuai dengan realita dikarenakan para setan sudah memulai pergerakannya. Mereka membuat para santri terlelap saat dzikir, padahal umi Fara telah mewanti ratusan kali bahwa tidak ada yang boleh tidur setelah subuh, karena di waktu-waktu tersebutlah Allah menurunkan rezeki-Nya dan kita disuruh untuk memulai aktivitas yang baik-baik sejak subuh hari. Bertebaran di muka bumi sebagai pembawa manfaat, bukan hanya hidup menyampah di atas bumi Allah ini. Walau begitu tegasnya, tetap saja ada yang mencuri-curi kesempatan, menyelendap menuju kamar untuk melanjutkan tidur. Tamat sudah riwayat Tiway.Ketika waktu menunjukkan pukul tujuh lewat beberapa menit, semua penghuni Arafah siap berbaris memanjang hingga melebihi tangga menuju lantai atas. Disaat itu pula para setan kembali usil mengganggu.
Aku bersandar pada dinding aula. Memperhatikan Fado dan adik kamarku yang tiba-tiba bertingkah aneh. Yang satu berbisik kepada orang yang membagikan nasi. Entah apa yang ia katakan. Lalu, yang satunya bergerak perlahan, lantas memotong cepat antrian pertama. Astaga, kulihat lagi antrian panjang hingga lantai atas. Dasar Fado, tidak sabaran betul. Dari kecil tidak tertanam sedikit pun dalam dirinya kebiasaan mengantri. Asal terobos, padahal yang ia terobos itu adik kelasnya. Mentang-mentang lebih tua jadi bersikap seenaknya. Dan ternyata si adik kelas punya nyali. Melawan, merasa tidak di adili. Fado malah makin pongah, mengatakan kalau si adik kelas tidak sopan. Padahal Fado yang salah, tidak mau mengantri. Dan akhir kisah, berlanjut dengan adegan umi Fara yang berkoar-koar, lantas menyeret Fado dan Otul untuk di introgasi bersama si adik kelas sebagai korban penikungan saat antri mengambil nasi. Selanjutnya kami seasrama juga yang kena cermah. Lihat saja nanti malam.
Lima menit kemudian, belum sempat Fado dan Otul di introgasi, malah ada yang ketahuan makan di kamar orang lain. Umi Fara makin elus-elus dada. Seperti anak kucing, umu Fara menggeret Ami, Iyin, Atum, serta serombongan makan mereka menuju jemuran belakang asrama. Pulang-pulang mereka sudah bau rumput semua.
Jangan salahkan umi Fara. Kita memang dilarang membuat kelompok-kelompok, dan hal itu sudah sering diingatkan. Padahal kelompok makan itu hanya untuk seru-seruan saja. Dan dulu, menurutku hal itu dapat meningkatkan kekompakan kami. Apa salahnya coba, memiliki teman-teman yang lebih dekat, itu suatu hal yang wajar. Ada sebagian kecil orang yang bisa sefrekuensi dengan kita dan ada pula yang bertolak batin sekali. Namun, ternyata aku salah, namun tak sepenuhnya salah. Setelah kupikir-pikir kembali, ternyata apa yang selama ini diwanti oleh umi Fara itu memang benar. Aku mulai merasa dalam kelompok itu suatu kebanggaan dari golongan sendiri, merasa lebih unggul, lebih baik dari dari kelompok lain. Hal tersebut sudah masuk pada kategori sombong. Jika diprediksi, lambat-laun akan terjadi pertengkaran antar kelompok. Saling melukai dan menzolimi satu sama lain. Maka hal semacam itulah yang harus dihindari. Terbukti sudah, bahwa apa disampaikan oleh guru itu memang untuk kebaikan kita. Namun, tetap saja ada yang membangkan, karena setan tak akan pernah berhenti melakukan pergerakannya untuk menghasut manusia agar terjerembab di jalan yang sesat.
Tiga puluh lima menit kemudian. Selepas sarapan, kakak asrama mulai meneriaki agar para penghuni Arafah bersegera untuk memulai goro (gotong royong) membersihkan asrama. Bagian depan, belakang, samping dan bagian dalam asrama, semua sudah dibagi tugas. Jadi tidak ada yang boleh berleha-leha. Namun, ketika semua orang sudah sibuk dengan tugasnya masing-masing, rupanya biang kerok and the geng sedang mengendap-endap mencoba untuk kabur. Yang seharusnya mendapat tugas bagian luar asrama, perlahan masuk tanpa di sadari oleh siapapun. Aku berusaha mengikuti kemana arah mereka pergi.