Sekeras apa pun batu, jangan khawatir, yakin lah "pemilik bumi" punya ribuan cara untuk meleburkannya.
Mungkin saja masih dalam rahasia-Nya@detente
______________________________
Tak terasa siang telah berjawat dengan senja. Setengah hari ku habiskan di Asrama Mina, belajar dengan dengan kak Alun, berkenalan dengan penghuni Mina lain nya, dan sedikit bercerita dengan kak Anggun yang kebetulan ada di sana saat itu, bahkan tanpa ku sadari, aku juga tertidur sejenak.
"seharian dari mana saja, Risky?"
Seperti biasa, jika tidak ada aktivitas, aku dan Fado duduk di meja Belajar ku, di ranjang atas. Kalau bukan menggambar dan menulis, biasa nya ghibah.
Astagfirullah...
Sejak pagi tadi, Fado hanya sibuk dengan rubik V-Cube 7 (7×7×7) milik Filay. Karna rubik sebelum nya sudah ia kuasai maka ia ingin belajar rubik yang lebih sulit supaya bisa pamer ke Orang-orang. Niat nya luar biasa sekali, bahkan Fado sampai meminta Filay untuk menuliskan cara-cara dan rumus nya ke dalam kertas. Untung Filay bisa.
"rekreasi di Mina, Fad" baru tersadar, hari ini ku hanya menghabis kan waktu bersama istilah dan teori dalam biologi.
Aku menatap Fado sekilas, kemudian mengambil note baru ku di selipan beberapa buku yang sengaja ku sandar kan di dinding ruangan. Itu note pemberian kak Salsa, ia tengah sibuk menghafal alquran bersama teman nya di kamar sebelah.
"sejak tadi aku tak melihat Filay, kemana saja dia? " tanya ku.
Aku mengambil salah satu pulpen yang berdiri di dalam sebuah gelas berwarna purple, lantas menggores kan setiap kata yang satu persatu mulai singgah di dalam benak ku.
"Filay kerumah sakit" kalimat tersebut berhasil menghentikan gerakan tangan ku. Lantas menatap sosok gadis yang masih asik memutar-mutar rubik nya dengan gesit.
"Filay sakit?" tanya ku serius. Melihat wajah ku mulai tampak khawatir, Fado meletakkan rubik nya.
"kamu belum tahu, Ky?" Fado mengangkat sebelah alis nya. aku menggeleng. Perasaan ku mulai tak nyaman. Aku masih menunggu penjelasan dari Fado.
Flashback
Tumben-tumbenan siang itu mentari tak begitu menyengat jaringan epitel. Langit juga terlihat begitu bersahabat dengan suguhan permen gulali yang bergerak slow menyesuaikan petunjuk arah angin di atas sana.
Ketika kebanyakan santri lebih memilih untuk beristirahat tidur, namun lain hal nya dengan Filay, Tiway, Fado, kak Apit dan kak Ajib, mereka malah memilih untuk menikmati suasana sejuk di siang hari dengan duduk santai di gazebo kecil yang berdiri kokoh di depan asrama Arafah. Sambil mengemil beberapa jajanan ringan yang mereka beli dari kopsis(koperasi sekolah), mereka berborak sambil tertawa.
"Tiway, berat yang mana, 52 kg baja atau 52 kg kapas?" tanya kak Ajib. Bola mata Tiway auto mengarah keatas, berusaha mencari jawaban yang berkesan dadakan itu.
"hmm... Kapas kali ya?" jawab nya spontan. Melihat tingkah impulsif si Tiway kak Ajib dan yang lain jadi terkekeh geli. Bahkan si Filay yang biasanya lebih memilih masa bodo malah ikut melirik, dan meninggal kan perputaran rubik 4×4 nya.
"oi bego, 52 kg baja sama saja dengan 25 kg kapas...kan sudah di sebutkan berapa berat nya.." seru Fado. Setelah menimbang-nimbang, baru lah Tiway mengangguk.
"iya juga ya, hehehe"
"eh cuaca nya bagus nih, gimana kalo kita duduk nya di rumput kan, kalo lama-lama di gazebo pinggang jadi encok" ujar kak Apit.