(19)👾

39 7 3
                                    

Tak semua orang suka dengan senja.
Ada yang rela menunggu hadirnya, tetapi ada juga yang tidak menginginkan hadirnya senja.

Namun ... Senja tetap "percaya diri"

@detente

______________________________

^
^
^

"wah wah wah ... Tiga Serangkai kita sudah tiba ternyata, guys!" Seru gadis itu, berusaha melambai-lambaikan tangannya, tetapi tampak kesusahan lantaran keduanya penuh dengan gelas dan cemilan.

Ramai sekali oleh gelak tawa. Semua orang yang berada di ruangan itu benar-benar menikmati kemeriahan. Aku mengenal tiga orang diantara mereka. Sepupu Fado juga. Sebenarnya, mereka juga beberapa kali mengantar Fado ke AF, dan yang paling sering kujumpai adalah Gadis nolek yang juga berkacamata seperti diriku. Usianya satu tahun di atas Kak Nabila, dan dari empat bersaudara itu, menurutku Kak Tamara lah yang paling berisik, tetapi malah jadi yang paling akrab denganku. Terkadang, saat ada perkumpulan, aku beberapa kali mendengar ada yang mengeluh akan kehadiran Kak Tamara. Lantaran ocehannya yang tak kunjung henti, membuat mereka sulit dan lelah untuk menanggapi. Mungkin hanya aku yang mampu menampung ocehan dan kecerewetannya. Lagi pula tak ada bedanya juga dengan Fado, hanya saja level Kak Tamara berada satu langka di atas si Tengil. Walaupun begitu, mereka tetap saja sama-sama cerewet dan tidak mau diam. Jadi bisa dibilang aku sudah cukup terlatih. Namun, terlepas dari semua itu, Kak Tamara adalah teman yang pas untuk menuangkan kegusaran hati. Dia juga sosok yang memberi harga tinggi untuk sebuah curhatan. yah, walaupun nantinya dia yang akan lebih sering curhat dibanding aku, haha. Ngomong-ngomong Kak Tamara mengambil jurusan psikologi, loh.

Di sebelah Kak Tamara, ada Kak Wiby. Saudara tertua. Aku tidak tahu berapa usianya, yang jelas Kak Wiby sudah dua tahun menikah dan memiliki dua orang putra. Menurutku, bocah laki-laki yang asik berlarian bermain pesawat barusan adalah kedua putra Kak Wiby. Jujur saja wajah ibu dua anak itu benar-benar sejuk dipandang. Apalagi saat ia tersenyum.

"Astaga, apa ini? Kalian kabur lagi?" Kak Wiby ikut menganggukkan kepala ketika mendengar pertanyaan dari perempuan yang duduk di sebelahnya. Perempuan tersebut mengenakan celana jins dan kemeja putih yang lengannya sengaja dilipat sampai siku. Serta jilbab pasmina berwarna navy di bagian ujung; ikut melilit indah kepalanya. Setelah menyaksikan secara langsung; sedekat ini, Aku yakin betul dengan cerita Fado, bahwa Kak Rina adalah sepupu yang paling pembangkang untuk masalah berpakaian. Menampilannya terkesan tomboy tapi tegas, serta lebih menonjolkan sikap angkuh dan berani. Apalagi matanya yang benar-benar mengintimidasi itu. Auh, menyeramkan.

“Bukan, tapi kami diculik,” tukas Fado. Lantas menghenyakkan dirinya dilantai.

Aku duduk di samping kak nabila, dan di sebelahnya lagi ada Filay. Tak banyak hal yang kami lakukan, selain berbincang tentang hal-hal seru, sambil ditemani cemilan yang lezat pula. Mendengarkan cerita Kak Wiby semasa ia mengandung, pengalamannya saat kuliah di luar negeri, lantas menyaksikan perdebatan antara Kak Rina dan Kak Tamara, perihal “Apakah nakal itu salah atau wajar-wajar saja” kami benar-benar tertawa ngakak, mau bagaimana lagi, keduanya sama-sama keras kepala. Bahkan perdebatan mereka sampai menjalar kemana-mana, dan menyalahkan orang-orang yang tidak berhak disalahkan.

Kemudian, setelah makan Kak Tamara mengajakku berbincang di halaman. Menikmati kerlap-kerlip lelampu taman. Ayunan yang kami duduki berdenyit-denyit saat diayun. Seakan berteriak keberatan oleh beban yang mendudukinya.  Beradu tanding dengan mulut Kak Tamara yang tidak berhenti komat-kamit. Lucu sekali. Aku ralat saja, sepertinya ini bukan perbincangan, anggap saja ini simulasi menjadi konsuler. Sungguh, kepalaku hanya menggangguk dan menggeleng sejak tadi.

Detak-DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang