(9)👾

31 13 4
                                    

Kehidupan adalah guru yang mampu mendidik, sehingga kita bisa menjauh dari dendam benci dan amarah.
Lalu mendekatkan kita dengan kata bertuah yaitu
MAAF

@detente

______________________________



Semilir angin sore menyibak megarnya hijab ku, juga para bidadari yang tengah menikmati suasana sore di pelataran rumput yang membentang luas. Tentu pemandangan ini tidak asing lagi bagi kami. Yang ingin menyegarkan otak, maka mereka akan keluar dari asrama untuk sekedar duduk-duduk di mebun sembari menikmati jajanan. Namun, jika malas sudah menggerogoti jiwa apalah daya hanya bisa menjelajahi kasur dan bantal.

Dan keberadaan ku di luar saat ini adalah suatu hal yang luar biasa sebenarnya. Lihat lah satu dua santri yang kebetulan lewat di depan gazebo asrama ku malah menatap ku dengan amat bingung di campur keterkejutan. Entah la ekspresinya tak tertebak.

Iri bilang bos ku.

Aku di paksa keluar oleh Fado, karna sore ini orang tua Filay datang berkunjung. Tentu saja sudah satu bulan lama nya tak berjumpa, maka apa salah nya datang walau hanya untuk melepas rindu.

Namun tak ada raut kebahagian yang terpancar di wajah sahabat ku itu, walau sudah di peluk beberapa kali oleh ibunya, tetap saja tak ada ungkapan bahagia di wajah manis itu.

Ya ampun Filay muka tembok.

"sebenarnya Filay itu punya ekspresi apa tidak sih?" Fado sudah mendengus kesal rupanya. Aku hanya melirik nya malas

"entah lah, dari awal aku mengenal nya sudah seperti itu"

"otot-otot di wajah nya seperti sudah mati semua" Fado terkekeh.

"kita sudah hampir tiga tahun bersama, fado. Seharus nya kamu mengerti, hubungan ibu dan anak itu tak pernah baik" kataku.

"yah, walaupun begitu tak sopan saja rasa nya jika dia memperlakukan orang tua nya seperti itu, Risky" ujar nya sambil memainkan telinga bunny head nya.

"yah anak tidak ada akhlak ya begitu"

"Risky?" Fado menatap ku bingung.

Sayang sekali, perjumpaan Filay dengan ibu nya sore ini tak membuat senja menjadi tersenyum, malah meneteskan air mata dan terisak sesak. Mega jingga nya hanya bertamu sekejap, lalu melenggang pergi sambil berbisik 'selamat tinggal'. Sebab ia berharap malam akan menggantikan posisinya untuk memberikan kebahagian.

Bintang malam ini hanya hitungan jari. Sedikit sekali. Bahkan hampir redup dan bersiap menghilang. Berkedip-kedip dengan nafas yang tersenggal, berusaha untuk tetap hidup dan terus menghibur para nara yang tengah di rengkuh kesedihan.

'jangan bersedih.. aku datang untuk menghibur mu, kawan'

Sama seperti malam-malam sebelum nya. Mata ku lagi-lagi tidak ingin di bawa kompromi, bahkan untuk terlelap sekejap saja ia menolak mentah-mentah. Bukan, bukan mata ku yang bersikap bengal, namun benak ku lah pelaku utama nya. Tak ingin berhenti bermain-main dengan pikiran yang tak penting. Jelas sekali jiwa ku masih teramat labil.

Maaf.

Lampu kamarku sudah padam jauh sebelum teman-teman kamar ku ikut padam. Lampu di lorong dan aula asrama pun sudah di matikan oleh para petugas keamanan malam asrama. Dan kini hanya lampu teras belakang yang menerangi, menyorot dari sela-sela trali, sembari aku yang sudah larut bersama lembaran kertas putih dan pena berkuncir kuda kesayangan ku. Merangkai apa saja yang kebetulan singgah di kepala, lantas mengajak nya duduk bercerita sambil menikmati lika-liku kisah yang terajut di dalam dunia khayal ku. Yah, aku sedang melanjutkan menulis cerita, tentu nya yang selalu dinanti oleh Fado dan Filay. Haha mereka memang pembaca setia ku.

Detak-DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang