Keping 2

6K 538 8
                                    

Alinda tersenyum tipis lalu menawarkan rujak buah kepada Arya, tapi sang suami menolak. "Ini enak lho, Ar. Ibu yang kirim pakai ojek, bukan aku atau Mbak Olan yang buat bumbunya."

"Tumben banget," ujar Arya yang kemudian akhirnya menerima rujak dari Alinda. Ia mengambil potongan bengkuang dan mencocol ke bumbu rujaknya.

Alinda tersenyum lagi lalu ikut duduk di seberang Arya. "Tadi pagi ibu kasih tahu mau kirim makanan ke sini. Banyak banget. Ada gulai kambing kesukaan kamu juga."

"Pantas agak bau kambing, lagi dipanaskan?"

Alinda mengangguk. "Iya, buat makan malam, ya?"

Arya hanya menggumam sambil mengunyah buah dengan bumbu rujaknya. Tangan kirinya memegang tablet, matanya tak lepas dari sana.

"Kamu doyan banget baca, ya? Setiap weekend pasti baca. Nggak punya hobi lain?" Alinda bertanya dengan penasaran. Ada banyak sisi Arya yang baru ia tahu setelah mereka menikah ini. Ia ikut mengambil rujak dari piring.

"Nggak ada."

"Kalau nggak ada acara, pilihan kamu di rumah berarti cuma baca, ya?"

Arya mengangguk.

"Aku nggak terlalu suka baca, lebih suka lihat gambar. Lebih suka nonton film," ungkap Alinda tanpa ditanya. Arya hanya manggut-manggut tanpa berniat membalas kata-kata Alinda. "Nadi juga nggak suka baca—eh suka ding, tapi aku selalu maksa untuk nonton film aja."

Arya menoleh ke arah Alinda begitu sang sitri menyebut nama pria lain. Arya tahu siapa Nadi, mantan pacarnya Alinda yang jauh lebih muda dari wanita itu. Arya sempat bertemu dengannya dulu, ia mengira Nadi seumuran dengan Alinda, tapi ternyata usianya jauh lebih muda.

"Pacar kamu dulu suka baca juga, Ar?" Alinda bertanya lagi.

"Nggak punya pacar, Lin."

"Yang terakhir? Kemarin kamu bilang punya pacar."

"Suka baca."

Alinda menarik napas. "Kita nggak cocok banget kayaknya, Ar. Hobi bertentangan gitu."

Arya tak membalas kata-kata Alinda lagi.

"Ar, kenapa sih kamu nggak mau kita nikah kontrak aja? Kayak di film-film gitu."

"Hidup kita bukan film, Lin."

Alinda menghela napas, ia ingin mengambil buah lagi tapi sudah habis. Ia melirik Arya sebal karena pria itu dengan cepat menghabiskan seluruh buahnya. "Ar, ih, rakus amat. Mau lagi?"

"Boleh," jawab Arya tanpa menoleh.

Alinda mengambil piring lagi lalu mengangkat dan membawa ke dapur. Ia meminta Olan menyediakan buah rujakan lagi, kemudian Alinda kembali menghampiri Arya di teras belakang. "Jangan banyak-banyak, nanti sakit perutnya."

Arya tidak mengatakan apa-apa dan menyantap rujak lagi. Ia melirik Alinda dari sudut matanya.

Alinda duduk lagi dalam diam.

"Lin, kamu mau nggak tidur sama aku?" tanya Arya. Alinda langsung menoleh dan membuat Arya sedikit gelagapan. "Iya, aku tahu kamu nggak mau, tapi aku butuh, Lin."

"Tapi waktu itu ..."

"Saya nggak pernah bilang kalau nggak mau, Lin. Saya bilang nggak usah kalau kamu belum siap. Kita sudah menikah, Lin, tapi saya menghargai dan menghormati kamu sebagai wanita. Kalau kamu nggak mau berhubungan badan masa saya maksa? Yang terpaksa itu nggak enak."

Alinda mengangguk setuju dengan kalimat Arya yang terakhir. Ia tahu bahwa dirinya tidak mungkin selamanya menolak kehadiran Arya. Arya benar-benar serius dengan pernikahan mereka dan Alinda pun selama ini berusaha menerima kehadiran Arya. "Ya sudah, ayo sekarang."

Stay Close ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang