Keping 3

4.9K 518 4
                                    

Alinda berubah menjadi dingin lagi pada Arya seperti sebelum mereka menikah dulu. Ia merasa tak ada gunanya berusaha dan mengusahakan pernikahan mererka. Sejujurnya, ia sudah tak berharap apa pun pada pernikahan ini. Alinda hanya ingin bahagia dan cintai, ia sudah mengorbankan diri berpisah dengan Nadi untuk bersama Arya. Andai saja ayahnya tidak mengancam untuk menarik semua modal usaha yang masih belum stabil ini, Alinda tak akan menuruti keinginan sang ayah. Alinda memang sudah berusia 30 tahun, tapi ia masih belum ingin menikah. Pada suatu hari, ia pernah berpikir akan menjalani hidup bersama dengan Nadi meski keduanya berbeda atau setidaknya Alinda akan bersama orang yang dicintainya. Namun, Alinda malah terjebak bersama Arya. Orang yang sama sekali tidak ada di hatinya.

"Mbak Alin, perkedel kentangnya mau ditambah daging cincang?" Olan bertanya tiba-tiba mengagetkan Alinda yang sedang melamun dekat kulkas.

Saking bingung tidak mau dekat dengan Arya saat akhir pekan, Alinda jadi menghabiskan waktu di dapur bersama Olan meski ia tak melakukan apa pun selain melamun. Ia sempat mengupas buah, lalu melamun lagi. "Buat aku nggak usah, kalau Arya ... nggak tahu deh. Ditanya ke orangnya langsung aja, Mbak."

Olan menatap Alin penuh tanda tanya karena biasanya Alinda langsung memberikan jawaban jelas untuk dirinya dan Arya. Ia kemudian pamit untuk bertanya pada Arya, setelah itu ia kembali lagi dan memberitahu Alinda. "Mas Arya katanya nggak mau perkedel, buat Mbak Alin aja."

"Terus lauk buat Mas Arya apa? Buatkan aja, Mbak. Sebentar lagi jam makan siang, kelamaan dan malah repot kalau masak lagi."

"Kan ada semur daging, Mbak."

Alinda tetap meminta Olan membuatkan untuk Arya.

"Lagi berantem ya sama Mas Arya, Mbak? Pengantin baru biasanya lagi hangat-hangatnya lho. Pantas aja Mbak Alin dari tadi di sini, bukannya ngobrol sama Mas Arya kayak biasanya."

Alinda menahan napas. "Nggak berantem, Mbak. Apa coba yang mau diributkan?"

"Ya banyak, masalah-masalah kecil nggak sadar bisa jadi pemicu lho."

Alinda menggeleng lagi dan meyakinkan bahwa ia tidak bertengkar dengan Arya. Ibunya Arya sering menelepon Olan untuk memata-matai pernikahannya dengan Arya. Jangan sampai Alifa tahu jika ia dan Arya tidak baik-baik saja. Ia tidak ingin menyakiti hati ibu mertua yang selalu baik padanya itu.

Alinda sudah mengatakan masalahnya pada Arya, tapi pria itu juga tidak ada usaha untuk mendekati atau menjelaskan apa yang terjadi. Jadi, ya mungkin memang jalan pernikahan mereka begini.

"Mbak Olan dulu tinggal di apartemen sama Arya?" tanya Alinda.

Olan menggeleng. "Nggak tinggal di sana, tapi setiap hari memang ke sana. Masak untuk Mas Arya dan bebenah kayak sekarang aja."

Alinda manggut-manggut. Ia sebenarnya ragu menanyakan hal ini pada Olan, tapi ia begitu penasaran mengenai sosok Sayaka yang pernah disebut Arya kemarin.

Olan langsung diam sebentar menatap Alinda lalu menceritakan bahwa ia hanya tahu bahwa itu sahabatnya Arya sejak SMA.

"Aku nggak yakin kalau hanya sahabatan," ucap Alinda setelah Olan selesai bercerita.

"Pacaran, tapi Ibu nggak kasih restu," lanjut Olan agak sedikit berbisik karena takut terdengar Arya.

"Sampai sekarang masih ketemu, Mbak?"

"Lho ya nggak tahu, Mbak. Ibu sih sudah nggak pernah marah sama Mas Arya lagi, jadi mungkin nggak pernah ketemu. Saya nggak tahu, sih, Mbak," tutup Olan.

Alinda hanya mengangguk-anggukan kepala mengerti. Mungkin itu alasan Arya masih memikirkan mantan pacarnya. Terhalang restu. Jika Arya benar-benar mencintai Sayaka, sangat wajar jika pria itu tidak bisa move on. Namun, ia masih penasaran mengapa sampai sebegitunya Arya terikat dengan Sayaka. Mantan pacar Arya itu pasti sangat istimewa sampai Arya tidak bisa pindah ke lain hati.

"Lin, telepon kamu getar terus dari tadi," ucap Arya tiba-tiba sambil berjalan mendekat dan membawa ponsel Alinda. Pria itu memberikan ponsel kepada Alinda.

Alinda memang meninggalkan ponsel di ruang tengah. Ia terlalu terburu-buru kabur dari Arya ketika pria itu turun dan duduk di sofa ruang tengah. Ia segera mengambilnya dan begitu terkejut melihat nama yang tertera di layarnya. Nadi. Ia bahkan sudah tidak pernah berhubungan lagi dengan Nadi semenjak mereka putus dulu. Alinda yang membatasi diri untuk tidak berhubungan lagi dengan Nadi agar tidak ada rasa ingin kembali. Ia melirik Arya sekilas, pria itu mungkin sudah melihat siapa yang meneleponnya. Alinda mencoba membaca reaksi Arya, tapi pria itu langsung melengos. Alinda akhirnya berjalan ke halaman belakang untuk mengangkat telepon dari Nadi setelah Arya kembali ke ruang tengah.

"Mbak Alin!"

Alinda langsung menjauhkan ponsel dari telinganya begitu mendengar suara Nadi yang kencang memanggil namanya. Alinda berdecak. "Jangan panggil gue 'Mbak'. Ngerti nggak, sih, Nadi Pranaja?"

Nadi tertawa lagi dengan kencang. "Jangan galak-galak, nanti cepat tua."

"Kenapa, Nad?"

"Nggak apa-apa, aku lagi di Lombok, Lin, terus ingat kamu. Kita belum sempat ke sini, nggak jadi terus, kan? Kemudian, aku ingat kalau kamu sudah menikah, dan kaget karena kamu mau angkat telepon," jelas suara di seberang sana. Nadi terkekeh-kekeh jail. Masih sama dengan Nadi yang dulu.

Alinda tidak menyahut. Ia masih ingat dengan rencananya dengan Nadi dulu. Nadi suka sekali travelling dan selalu ingin mengajak Alinda. Namun, Alinda tidak terlalu bisa diajak susah, jadi Nadi harus menabung ekstra untuk mengajak Alinda pergi. Ia sudah menawarkan diri untuk membayar sendiri, tapi Nadi menolak. Katanya, ia ingin membuat Alinda nyaman dan tidak keluar sepeserpun. Usia Nadi jauh lebih muda daripada Alinda, dan meskipun sudah bekerja, tapi belum terlalu stabil karena Nadi memang baru lulus belum ada setahun.

"Maaf, ya, Lin, kalau aku ganggu kamu. Aku melanggar janji untuk nggak menghubungi kamu, tapi habis ini aku nggak akan menghubungi kamu lagi. Maaf, ya, Lin."

Alinda menunduk sedikit lalu berusaha mengatur napasnya agar tidak menangis. Tiba-tiba ia ingin menangis dan menceritakan semuanya pada Nadi. Ia putus baik-baik dengan Nadi meskipun tak pernah berkomunikasi lagi. Ia ingin mengatakan bahwa dirinya tidak bahagia saat ini. Namun, tentu saja ia tahan. Ia tidak bisa membongkar masalah pernikahannya pada orang asing. Nadi adalah temannya, tapi ia masih orang asing. Siapa yang tahu reaksi Nadi akan bagaimana ketika ia mengatakan bahwa dirinya tak bahagia. Nadi selalu ada untuknya kapan pun ia membutuhkannya.

"Lin?"

Alinda tersenyum tipis. "Iya, Nad. Aku dengar."

"Anyway, aku belum pernah mengucapkan selamat secara langsung ke kamu. Selamat atas pernikahan kamu, Lin," ucap Nadi lagi. "Bahagia terus, ya, Lin. Aku doakan yang terbaik untuk kamu sama Arya."

Alinda terdiam sejenak hingga akhirnya ia membuka suara lagi, "You too, Nad."

Setelah itu Nadi memutus sambungan telepon mereka. Alinda hanya diam selama beberapa saat di sana berdiri di dekat kolam renang. Mengapa Nadi datang di saat hubungannya dengan Arya tidak enak? Apakah Nadi bisa merasakan bahwa Alinda membutuhkannya?

***

Stay Close ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang