Keping 9

4.2K 451 4
                                    

Arya melirik punggung Alinda yang polos beberapa kali. Alinda mengenakan gaun backless berwarna hijau. Wanita itu tampak biasa saja sementara dirinya gelisah. "Lin, kamu nggak dingin pakaiannya terbuka banget?"

Alinda menggeleng sambil memasang anting di daun telinganya. "Kamu risi?"

"Iya," jawab Arya singkat lalu ia keluar kamar.

Alinda diam sebentar lalu memperhatikan pakaiannya sendiri. Ia merasa tak ada yang salah dengan gaunnya, tapi demi kenyamanan semua orang akhirnya ia mengganti gaun yang lebih sopan lagi. Kali ini ia mengenakan gaun baby pink dengan tangan selengan dan tak terlalu terbuka. Ia berdiri di depan Arya yang baru saja masuk ke kamar lagi sambil membawa tabletnya. "Sudah sopan belum?"

"Kok ganti?" Arya malah bertanya sambil mengerutkan dahi.

"Kamu kan nggak suka," jawab Alinda. "Cantik nggak?"

Arya memandang Alinda dari ujung kepala hingga ujung kaki lalu mengangguk. "Aku nggak minta kamu ganti pakaian, kalau kamu nyaman dengan gaun yang tadi ya nggak apa-apa."

"Nggak deh, too much kayaknya," sahut Alinda seraya tersenyum.

Setelah bersiap-siap, keduanya langsung menuju tempat resepsi berlangsung. Arya menyetir sendiri dan Alinda duduk di sampingnya. Keduanya turun lalu jalan berdampingan menuju ballroom. Alinda melingkarkan tangan di lengan Arya sambil tersenyum pada siapa pun yang mereka temua di jalan.

Arya yang memang murah senyum di luar juga tak henti-hentinya tersenyum dan menyapa beberapa orang yang dikenalinya. Terkadang, Alinda masih tak percaya bahwa Arya bisa menjadi orang yang sangat berbeda di luar rumah. Alinda jarang sekali melihat Arya tersenyum bahkan tertawa jika bersamanya. Ia jadi berpikir bahwa Arya hanya terjebak bersamanya sehingga tak terlalu peduli jika mengeluarkan sifat aslinya pada Alinda.

Keduanya mengucapkan selamat pada keluarga Yudha dan kedua mempelai lalu bersosialisasi lagi. Alinda hanya mengikuti Arya ke mana pun pria itu pergi tanpa berniat pergi sendirian. Alinda hanya perlu tersenyum dan menimpali obrolan Arya dengan entah siapa saja yang pria itu temui. Beruntungnya, Alinda tidak canggung bertemu banyak orang karena sudah terbiasa. Ia bisa dengan mudah adaptasi dengan dunia Arya yang selalu bertemu dan beramah tamah dengan siapa pun.

"Capek, nggak?" bisik Arya seraya merangkul pinggang Alinda dari samping ketika mereka baru selesai berbicara dengan rekan bisnis Arya.

Alinda menggeleng. "Nggak kok. Aku haus aja."

Arya langsung mengajaknya mengambil air minum. Mereka kemudian bertemu dengan keluarga Arya di sana. Keduanya tersenyum dan langsung menyapa.

Alifa memuji kecantikan Alinda dan mengusap lengan sang menantu. "Ya ampun, ke mana aja dari tadi? Ibu sama ayah sudah mau pulang malah baru ketemu kalian."

"Ada, Bu. Tadi ngobrol sama Om Hans dulu agak lama," jawab Arya.

"Pantas aja. Ya sudah, Kalau ada waktu, kalian ke rumah, ya. Makan siang atau makan malam bareng. Ibu kangen sudah lama nggak ngobrol sama Alinda." Alifa tersenyum pada Alinda. Ia berharap anak dan menantunya bisa menurutinya.

Alinda mengangguk. "Iya, minggu depan aku sama Mas Arya ke rumah, Bu."

Setelah berbincang basa-basi, orang tua Arya pamit pada mereka. Alinda langsung menatap Arya dan berharap pria itu akan mengajaknya pulang. Arya seakan mengerti lalu mengajak Alinda keluar dan pulang.

"Ar, kamu belum makan lho. Terakhir makan tadi siang, kamu nggak lapar?" tanya Alinda begitu mereka keluar dari parkiran dan mobil melaju pulang.

Arya melirik sedikit dari balik setir. "Kamu juga belum makan. Mau makan apa? Mau makan di luar?"

Alinda menggeleng. "Kamu aja yang makan, aku nanti makan apel aja di rumah. Mbak Olan kan nggak masak, beli makanan dulu aja. Kasihan nanti kamu lapar."

Arya hanya menggumam.

"Makan, ah, Ar. Nanti kamu sakit malah repot."

Arya langsung melirik Alinda dan mengeluh bahwa dia sudah sakit. Sakit pinggang dan punggung.

"Kamu habis ngapain sampai sakit punggung?"

"Ya memangnya ngapain, Lin? Kamu lupa kemarin kita ngapain?"

Alinda langsung mengatupkan mulutnya dan menahan tawa. Kemarin malam, ia dan Arya hampir semalaman menghabiskan waktu bersama setelah membicarakan masalah anak dan Alinda agak murung karena takut mengecewakan ibu mertuanya. "Sorry, Mas Arya."

Arya hanya berdecak dan tidak menyahut lagi sampai mereka tiba di rumah.

Alinda dan Arya sepakat bahwa mereka memang belum siap untuk memiliki anak saat ini, tapi mereka juga tidak ada upaya pencegahan maksimal. Alinda kadang minum pil KB, kadang juga mereka hanya berhubungan sesuai dengan kalender kesuburan Alinda.

***

Alifa menyambut kedatangan putra sulung dan istrinya dengan semringah. Alinda menyalami Alifa dan mengecup pipi lalu diikuti oleh Arya. Alifa kemudian menggandeng Alinda untuk mengajaknya masuk ke rumah. "Ibu tungguin dari tadi akhirnya sampai juga. Pas banget ulang tahunnya Dinda, nih!"

Suara nyaring Dinda terdengar makin kencang begitu mereka masuk. Dinda sedang menyusun makanan di meja makan, tapi dia langsung berlari memeluk Alinda serta Arya bergantian. Dia kemudian menodong hadiah pada sang kakak.

"Semangat banget kamu, Din," ucap Arya sambil memberikan salah satu paperbag yang dia bawa. Hadiah yang sudah dia siapkan bersama Alinda.

Dinda bersorak riang dan tanpa membuang waktu langsung membuka hadiah yang sudah dibungkus rapi oleh Alinda.

"Semoga suka, ya, Din," ucap Alinda.

"HP baru! Makasih ya Mas Arya sama Mbak Alin!" Dinda berseru dengan riang seraya memeluk kakak dan kakak iparnya lagi bergantian. "Tahu aja warna kesukaan aku."

Alinda tersenyum. "Selamat ulang tahun, ya, Dinda. Sudah mulai dewasa ya berarti."

Dinda terkekeh-kekeh. "Iya, sudah boleh pacaran sama Ibu."

"Jangan pacaran dulu, sekolah dulu yang benar," kata Arya sebelum melangkah melewati adiknya dan menghampiri ayahnya yang baru saja keluar dari kamar.

"Ibumu kecapekan tuh ngurus selamatan ulang tahun si Dinda buat orang sekomplek, padahal sudah dibilang nggak usah terlalu dipikirkan," ujar bapaknya Arya tiba-tiba. Alifa menegurnya agar tak membocorkan apa pun. "Sudah pakai katering, pakai segala bikin bingkisan sampai puluhan."

"Ya habis gimana, anak bungsu kesayangan ibu akhirnya dewasa, Pak," balas Alifa akhirnya menyerah dan mengaku bahwa kemarin sempat kelelahan. Namun, pagi ini sudah baikan lagi karena akan merayakan ulang tahun bungsu dengan seluruh keluarga.

"Ya nggak usah berlebihan, Bu. Baru juga umur 17 tahun," kata Arya menambahkan. Ia duduk di sebelah ibunya. "Mau ke dokter aja? Biar dikasih vitamin atau apa."

"Nggak sakit, cuma kecapekan, nanti juga hilang kalau sudah istirahat." Alifa tersenyum hangat pada anak sulungnya.

Arya langsung melirik Dinda yang masih excited mendapatkan hadiah dari dirinya dan Alinda. Ia kemudian menegur Dinda supaya lebih memperhatikan ibunya selama Arya tak di rumah.

"Mas Arya sering-sering ke sini makanya, biar Ibu juga senang," sahut Dinda seraya menghampiri Alifa dan memeluknya erat. "Aku kan selalu hibur Ibu kalau kangen Mas Arya."

Alifa segera mengalihkan pembicaraan lagi supaya suasananya tetap enak. Dia mengobrol dengan Alinda menanyakan kesibukannya dan hal-hal lain. Alifa merasa senang bisa melihat semua keluarganya berkumpul.

***

Stay Close ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang