[lie]
Setetes air mata lolos dari ujung matanya yang berkaca-kaca. Ia tak akan meninggalkan orangtuanya. Ia harus bisa berbakti kepada keduanya apapun yang terjadi. Ia segera mengusap air matanya dan kembali memasak untuk dirinya dan Haruto.
Setelah selesai memasak, ia pergi ke ruangan tengah untuk membangunkan Haruto.
"Haru, bangun. Ayo kita makan," Asahi menepuk pelan bahu Haruto.
Perlahan Haruto membuka matanya. Ia sedikit terkejut karena dibangunkan oleh kakaknya.
"Ah, kau sudah pulang, kak?" tanya Haruto yang belum sepenuhnya sadar.
"Seperti yang kau lihat. Ayo kita makan, kakak sudah memasak makanan kesukaanmu."
Haruto pun turun dari sofa dan berjalan lemas menuju meja makan. Diciumnya wangi makanan yang baru saja dimasak oleh kakaknya.
"Kakak memasak? Kenapa tidak beli saja?" tanya Haruto.
"Haru, dengarkan kakak. Mulai sekarang kita harus berhemat, paling tidak sampai akhir bulan ini. Bukan apa-apa. Kakak hanya ingin kau berhemat. Kau jangan menghamburkan uang sesukamu. Untuk bulan ini saja, ya?" Asahi mengambilkan Haruto beberapa lauk di piringnya.
"Apa karena ayah dan ibu?" Haruto bertanya serius. Kesadarannya sudah kembali seutuhnya. Asahi terdiam.
"Makanlah dengan baik. Kakak sudah lelah memasak. Harus kau habiskan, ya?" Asahi mengabaikan pertanyaan Haruto. Ia mencoba sebisa mungkin untuk tidak mengatakannya. Haruto tidak boleh berpikir apa yang seharusnya tidak ia pikirkan. Apalagi dalam waktu dekat ini ia akan melaksanakan ujian kelulusannya. Asahi ingin Haruto lulus dengan nilai yang baik.
"Setelah ini pergilah beristirahat. Malam ini belajarlah dengan baik. Kau ingat kan ujian sekolah sebentar lagi? Kau tidak ingin mengecewakan kakak dengan nilai yang rendah kan? Kakak mempercayaimu," Asahi mengusap pelan rambut Haruto. Ia membereskan piring kotor yang ada di meja. Haruto hendak membantunya, namun Asahi tidak memperbolehkannya.
"Apa kau tidak mendengarku? Pergilah ke kamarmu. Lanjutkan tidurmu. Biar kakak yang membereskan ini," ucap Asahi.
"Aku tidak mau, kak. Aku akan membantu kakak. Kemarikan piring itu. Biar aku saja yang mencucinya," Haruto mengambil alih piring kotor yang dibawa oleh Asahi. Ia membawanya ke tempat pencucian dan mencucinya di sana. Asahi tersenyum melihat perangai adiknya. Haruto cepat berubah. Ia benar-benar mendengarkannya. Asahi berharap sikap Haruto akan bertahan lebih lama.
"Apa yang kakak lakukan? Pergilah ke kamar kakak dan beristirahat. Kakak pasti lelah kan? Serahkan saja semua padaku, kak. Beristirahatlah," ucap Haruto tanpa menoleh ke arah Asahi.
"Kakak ke kamar dulu," pamit Asahi.
Asahi membuka jendela kamarnya. Ia melihat ke atas dan menemui beberapa bintang di sana. Ia memejamkan matanya kemudian menarik nafas panjang. Ia terlihat senang melihat perubahan Haruto. Dia berjanji akan terus menjaga Haruto. Ia sangat menyayangi satu-satunya harta yang ia punya. Terlepas dari kedua orangtuanya yang entah dimana keberadaannya. Asahi juga menyayangi mereka. Sangat menyayangi kedua orangtuanya. Walaupun balasan yang ia terima tak sepadan. Namun itu tak pernah Asahi pikirkan.
"Kak?" panggilan Haruto membuyarkan lamunan Asahi.
"Sudah berapa lama kau di situ?" tanya Asahi sembari menoleh.
"Baru saja," ucap Haruto yang perlahan mendekat.
"Ada yang ingin kau bicarakan?"
"Tidak ada. Tapi aku ingin bertanya. Kenapa kau pulang terlambat? Bukankah kau cuti hari ini? Apa sesuatu terjadi padamu, kak?" tanya Haruto. Asahi tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAEHYUK'S | Jaesahi ft. Harukyu [END] ✓
Fanfiction"K-kau yang membunuh kedua orangtuaku?" "Sudah kubilang kan Asahi?" "Tidak, Asahi. Kau harus mendengarku dulu." Jaehyuk tak pernah bermaksud untuk membunuh orang tua Asahi. Jaehyuk juga hanya melakukan pembelaan diri. Ia menatap Doyoung penuh amarah...