[actually]
/BRAK!
Asahi dan Haruto saling menatap. Mereka terkejut dengan suara yang baru saja mereka dengar.
"Dari ruangan depan. Ayo, kita lihat," ucap Asahi.
Mereka berdua bergegas menuju ruangan depan. Ruang tamu. Haruto membulatkan matanya. Asahi tak heran lagi dan hanya menggeleng kecil sembari menghela nafas.
"Biar kakak saja. Kau masuk kamarmu," perintah Asahi kepada Haruto.
"Tapi, kak–"
"Haruto, dengarkan kakakmu," lontaran Asahi sukses membuat Haruto diam dan kembali ke kamarnya.
Asahi menggulung lengan bajunya. Ia memapah ibunya menuju kamar. Bau alkohol yang menyengat tercium oleh Asahi. Malam ini ia akan kelelahan, padahal besok adalah hari pertamanya masuk sekolah baru setelah libur musim panas.
"Setelah ini pasti ayah," ucap Asahi lirih sembari memapah ibunya. Benar saja, tak lama kemudian ia mendengar suara yang sama. Seseorang yang membuka pintu asal-asalan. Ayahnya. Ia memapah ayahnya menuju kamar yang sama dengan ibunya. Setelah itu Asahi berganti baju karena bajunya bau alkohol. Asahi tidak menyukainya. Kemudian ia beranjak tidur dan berharap besok pagi tak seburuk hari ini. Perlahan air matanya jatuh, ia membekap mulutnya sendiri. Lama kelamaan ia lelah menangis dan pergi ke alam bawah sadarnya.
***
Jaehyuk merebahkan tubuhnya. Tatapannya tertuju pada langit-langit apartemennya. Ya, ia tidak pulang ke rumah karena sudah terlalu larut. Bukannya ia takut dimarahi ayah dan ibunya, lebih tepatnya tak mau membangunkan orang rumah.
"Dia bukan manusia. Dia adalah patung dengan ukiran dari tangan dewa. Pahatannya sungguh nyata dan hidup," Jaehyuk berbicara dengan dirinya sendiri. Tiba-tiba ia tersadar akan sesuatu. Ia mendudukkan badannya secara tiba-tiba.
"Bodoh, aku lupa menanyakan siapa namanya," Jaehyuk menepuk jidatnya. Bagaimana bisa ia melupakan hal itu. Ah, Jaehyuk. Apa yang akan kau lakukan sekarang?
Jaehyuk mengusap wajahnya kasar dan pergi membersihkan diri. Berharap hari esok atau entah kapan ia dapat bertemu dengan malaikatnya. Yang ia lupa tanyakan namanya.
***
Asahi memakai dasinya, merapikan rambutnya, dan tak lupa menyemprotkan parfum kesukaannya. Ia hendak melangkah keluar kamar, namun seketika langkahnya terhenti. Tatapannya terkunci pada sebuah nakas yang memiliki laci. Ia bergegas membuka laci paling bawah. Kosong. Rahangnya mengeras. Kapan mereka mengambilnya? Ah, bisa-bisanya dia lupa soal ini. Semalam ia terlalu lelah hingga melupakan untuk memindah tempat penyimpanan uangnya. Ia hendak mengumpat namun ia urungkan. Bagaimanapun mereka adalah kedua orangtuanya. Ia keluar kamar dan membuka pintu kamar ayah dan ibunya.
Tidak ada siapapun di sana. Sial. Haruto keluar dari kamarnya lengkap dengan seragamnya.
"Kau tahu kemana orangtuamu pergi? Jam berapa? Kau tahu kapan mereka masuk kamar kakak?" tanya Asahi bertubi-tubi.
"Aku baru saja keluar kamar sejak semalam kau menyuruhku untuk memasuki kamar, kak. Memangnya ada apa?" tanya Haruto. Asahi tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Ia tak boleh memberitahu Ruto bahwa uangnya telah dibawa kabur oleh kedua orangtuanya.
"Ah, tidak apa-apa. Lupakan saja. Biar kakak yang urus," jawab Asahi.
"Aku tahu kakak berbohong. Tapi tidak apa-apa jika kakak belum bisa memberi tahuku. Mungkin suatu saat nanti aku bisa mengetahui semuanya. Aku berangkat. Kau hati-hatilah nanti, kak," ucap Haruto yang kemudian pergi meninggalkan rumah.
"Anak itu mulai mengerti," gumam Asahi.
Asahi mengunci pintu rumahnya dan bergegas menuju halte. Ia berlari karena sudah terlambat.
Namun sayang, bus baru saja pergi. Ia sempat mengejar bus tersebut dan berteriak, sia-sia. Tenaganya tak cukup kuat. Ia belum sarapan. Asahi terengah-engah, ia berhenti berlari dengan badan sedikit membungkuk. Dan akhirnya memutuskan untuk kembali berlari, tak ada pilihan lain.
/TIN! TIN!
Asahi berhenti berlari dan menoleh ke belakang. Ada sebuah taksi yang berhenti.
"Hei, nak! Kau hendak pergi kemana?" tanya supir taksi tersebut.
"Aku ingin pergi ke sekolah, paman," jawab Asahi setelah ia membungkuk.
"Naiklah, aku akan mengantarmu," pinta supir taksi tersebut.
"Aku ingin sekali berangkat dengan paman. Tapi, aku tidak memiliki cukup uang untuk membayar taksi anda. Jadi terimakasih banyak, paman," tolak Asahi sopan.
"Jangan pikirkan itu. Aku juga memiliki anak seumuranmu. Baru saja aku mengatarnya ke sekolah. Jadi ayo naiklah. Waktu cepat berlalu, nak," ucap supir taksi tersebut.
"B-benarkah?"
"Iya, nak. Ayo naiklah!"
Asahi membuka pintu kursi penumpang. Ia memasuki taksi tersebut.
"Sebelumnya terimakasih, paman. Aku akan menggantinya lain kali. Aku benar-benar berhutang pada paman."
"Ah, tidak apa-apa. Kau tidak perlu menggantinya. Aku bersungguh-sungguh," sopir taksi tersebut tersenyum melalui kaca spion kepada Asahi.
"Terima kasih, paman."
Tak lama kemudian Asahi sampai di sekolahnya. Ia tepat waktu.
"Sekali lagi, terimakasih banyak atas tumpangannya. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan, paman," Asahi menunduk sopan. Laki-laki paruh baya tersebut tersenyum dan membalas ucapan Asahi dengan mengangguk. Taksi tersebut berlalu dan menghilang di ujung jalan.
Asahi melangkahkan kaki melewati gerbang sekolah barunya. TREASURE Senior High School. Ia merasa seseorang pernah mengucapkannya. Tapi dimana? Asahi tidak bisa ingat. Ia melupakan sejenak soal hal itu. Ia bergegas menuju ruang guru untuk menemui wali kelas barunya.
"Permisi, saya mencari Jisoo Saem," ucap Asahi kepada beberapa guru di ruang guru.
"Ah, kau pasti siswa baru. Kemarilah," Jisoo Saem segera mengambil perhatian Asahi.
"Duduklah, Saem akan mengambil berkas-berkasmu," perintah Jisoo Saem.
"Baik, Saem."
"Hamada Asahi? Apa alasan kau pindah kemari? Di sini hanya tertulis 'karena alasan khusus'. Boleh Saem tahu apa yang sebenarnya menjadi alasanmu berpindah sekolah?" tanya Jisoo Saem.
"Mmm... Saya–"
- TBC -
voment juseyo
KAMU SEDANG MEMBACA
JAEHYUK'S | Jaesahi ft. Harukyu [END] ✓
Fanfiction"K-kau yang membunuh kedua orangtuaku?" "Sudah kubilang kan Asahi?" "Tidak, Asahi. Kau harus mendengarku dulu." Jaehyuk tak pernah bermaksud untuk membunuh orang tua Asahi. Jaehyuk juga hanya melakukan pembelaan diri. Ia menatap Doyoung penuh amarah...