DRAFT
"Forever fallin love with you."
.
.
.Cinta terdiam. Memandang kosong ponselnya. Pikiran gadis itu tengah berkelana. Mengabaikan suara pelanggan yang sudah hengkang dari toko––satu simpul lelah tertarik kala bagian ingatannya melintas––saat Jin menyuruhnya untuk memanggil Vino kala ia hendak masuk ke toko untuk bersantai sembari bermain ponsel dan menikmati bunga-bunga cantik yang enak dipandang.
Ya ... ia hanya sedikit merasa kalau kakaknya itu sedang dalam suasana yang tidak baik. Agak lebih kaku dari biasanya––seperti menyimpan banyak hal. "Cin, panggil Vino menemuiku, aku ada urusan dengannya," tuturnya kala itu di ruang utama. Hanya itu––tak ada hal lain. Cinta hanya mengangguk dan memberitahukan hal itu kepada Vino. Laki-laki itu tak banyak bereaksi hanya mengangguk lantas menemui Jin. Entahlah ia hanya agak khawatir. Harap-harap bila mereka tidak meluapkan emosi. Apalagi ia memahami kakaknya tidak dalam suasana hati yang baik, itu mungkin saja bisa menjadi sesuatu yang buruk.
Yah ... dari semua itu, Cinta mungkin sedikit mengerti. Boleh jadi kakaknya itu tak terlalu menyukai Vino karena Kira sering bersama laki-laki itu. Oh! Tentu Cinta tahu, hampir semuanya. Termasuk perasaan kakaknya.
"Kira, besok jadi tidak?"
Seketika pandangan Cinta yang kosong terbalik menjadi nyata. Merotasikan irisnya ke sisi kanan dan mendapati cowok yang mirip dengan idolanya itu tengah tersenyum ceria memandang Kira.
Well ... Cinta agaknya mulai melihat sesuatu yang berbeda––tatapan Vino agak rumit menurutnya. Seperti ada debaran dan kerlip bintang yang menyorot penuh kekaguman. Simpelnya sih Cinta mengartikannya sebagai jatuh cinta dalam konteks first love. Itu terlihat sekali dan Cinta adalah orang yang cukup peka terhadap sesuatu.
Cinta terdiam memandang keduanya––mengamati, mempelajari, memahami bagaimana suasana dan tingkah laku mereka. Barulah ia akan menyimpulkan. Ia bisa melihat Kira yang tadinya sedang sibuk menata beberapa bunga dalam keranjang menoleh dengan alis naik. "Jadi apa?" tanyanya tak mengerti.
Vino mencebik. Agak ragu untuk kembali berkata, "Jalan-jalan. Kira lupa? Katanya mau ikut."
"Apa iya? Kapan? Aku tidak ingat."
"Kemarin lusa."
"Benarkah?"
"Yasudah kalau Kira tidak ingat," Vino berkata lesu. Berjalan dengan tak bersemangat––hendak duduk di salah satu kursi di samping Cinta yang masih fokus membedah situasi. Kira terkekeh, memandang sang lawan gemas sembari berkacak pinggang. "Aku ingat, kok. Memangnya kamu sudah gajian?"
Langkah laki-laki itu terhenti. Menoleh dengan tatapan kaget, sebelum satu senyum akhirnya merekah. Sontak mengangguk cepat hingga rambutnya itu berayun. "Sudah, baru saja. Jadi, besok kita jalan-jalan bersama?" tanyanya lagi dan lagi––seperti di dalam dirinya tengah mengadakan pasar malam. Ramai dan penuh kegembiraan.
Kira nampak menimang. "Aku tidak bisa," jawabnya.
Vino memandang sedih. Ada sorot lesu yang menyelimuti. Ia menggangguk pelan. "Begitu ya?"
Kira mengangguk-angguk. "Iya, aku tidak bisa menolak," tuturnya sembari tersenyum hangat lantas melanjutkan, "Besok tanggal merah 'kan? Katamu kita tidak bekerja hari itu, kupikir bila berjalan-jalan itu begus untuk merilekskan tubuh."
Sontak Vino tersenyum, begitu lebar. "Besok pagi Vino jemput ya?" Vino tak dapat menyembunyikan senyumnya.
Kira mengangguk sebagai jawaban lantas kembali menata bunga mawar. Sementara Vino langsung duduk di samping Cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNTU ✓
Fanfiction[ENDING] Bak terjebak dalam sebuah kotak persegi tanpa celah, Kira tak akan pernah bisa melarikan diri dari cinta dan akhir dari hidupnya sekalipun ia berusaha sekuat tenaga, karena hanya kata buntu yang masih tersisa. ↓ ↑ #2 Curse Series. 2- Start:...