YOU KNOW, I KNOW
.
.
.Geleyar dingin menyapa. Membuat kulit serasa dilucuti berbagai rasa. Suara hujan yang terus mengaung menemani Kira di halte bus yang kini sepi tak berpenghuni. Hanya ada dirinya dan sebongkah luka yang sudah lama tercipta.
Apakah salah bila Kira marah? Apakah salah jika gadis itu merasa kecewa dan terluka?
Jin bak peri penolong di hidup gadis itu, namun mengapa juga harus sebagai iblis yang telah menggores dirinya. Jadi, perlukah Kira kembali menangis? Ia sudah sering melakukannya. Kira lelah. Sudah terlalu banyak air mata yang terbuang hingga terkuras habis dan rasanya percuma, hatinya masih saja tersiksa.
Kira menunduk bersamaan perih yang tetap bermunculan. Memeluk diri sendiri dengan kedua tangan kala hujan enggan untuk mereda. Kira merasakan bajunya yang basah bersamaan dengan dingin yang semakin melilit. Kira menggigil dengan padangan kosong dan buram.
Kira menoleh, tersenyum tipis kala mendapati presensi seseorang tengah mendekat. Haruskah Kira merasa senang dengan kehadiran laki-laki berbahu lebar itu? Namun kala Jin semakin mendekat dengan sebongkah senyum lantas memberikan sebuah jaket untuknya––Kira hanya mampu tersenyum kecut.
Ia sadar jika itu hanya sebuah ilusi. Faktanya, dingin masih setia menghinggapi dan Kira sadar betul jika ia tengah sendiri di sini.
Entah mengapa sentakan baru bersamaan memori-memori usang kembali melesat. Sebuah tawa dalam luka. Hari-hari canggung yang cukup menggelitik dada. Kira terkekeh dalam melodi yang telah mati. Mengapa ia harus kembali membayangkan laki-laki itu? Mengapa juga ilusi seperti itu sempat melintas? Pada faktanya Kira tak memerlukan hal itu.
Gadis itu memandang lurus. Hanya ada jalanan yang basah. Sampai kapan hujan akan turun? Sampai kapan dirinya akan di sini? Kira ingin pulang. Ia sudah tak tahan, tubuhnya benar-benar kedinginan.
"Kira. Akhirnya Vino menemukanmu."
Kira tersentak, sontak menoleh. Seketika gadis itu terbelalak kala mendapati presensi Vino yang berada tak jauh di sampingnya. Laki-laki itu juga basah kuyup dengan napas terengah-engah. Sejak kapan Vino datang?
"Kira baik-baik saja, 'kan?" tanya Vino kala Kira masih tak bergeming. Sungguh ia khawatir. Bagaimana tidak? Gadis itu berjalan kaki sendirian di tengah hujan begini, jelas laki-laki itu begitu takut jika Kira sampai kenapa-kenapa.
Sontak Kira tersandar. Gadis itu hanya mengangguk samar. Vino mendekat, membungkuk untuk melihatnya lebih dekat. "Kira habis menangis, ya?" tanyanya kala mengamati mata Kira yang memerah dan bengkak.
Kira sukses terbelalak dengan hati yang tiba-tiba berdebar bersamaan dengan rasa panas yang kian menjalar kala menyadari wajah laki-laki itu begitu dekat dengan wajahnya.
Iris mereka sontak bertabrakan––Kira hanya mampu terdiam sementara Vino segera menegangkan badan. "Sepertinya masalah Kira dan bos berat sekali, ya? Vino tadi menguping. Vino tahu itu tidak baik tapi Vino penasaran sekali jadi tadi saat Vino mendengar Kira pulang sendirian Vino langsung pergi untuk mencari Kira," katanya sembari bersedekap dada.
Yah .... Vino sudah mendengar semuanya tadi. Jadi ia bergegas untuk meninggalkan toko yang sepi lantas menerjang hujan dengan motornya untuk mencari Kira, yang entah ada di mana. Tetapi ia seharusnya bersyukur karena di tengah jalan ia bertemu seorang bapak-bapak yang tengah berjalan kaki––sehabis menjemput anaknya dari sekolah dan dia memberitahu Vino ke mana arah Kira pergi kala ia bertanya.
"Jadi, kamu sudah tahu semuanya, ya?" Kira tersenyum kecut sementara Vino hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Seharusnya Vino tidak perlu mencariku. Aku baik-baik saja, sungguh. Hanya saja hujan turun. Jadi ... aku terjebak di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNTU ✓
Fiksi Penggemar[ENDING] Bak terjebak dalam sebuah kotak persegi tanpa celah, Kira tak akan pernah bisa melarikan diri dari cinta dan akhir dari hidupnya sekalipun ia berusaha sekuat tenaga, karena hanya kata buntu yang masih tersisa. ↓ ↑ #2 Curse Series. 2- Start:...