A MATTER
"Degup takut menyerang, kala seseorang datang."
.
.
."Kira, kenapa melamun sambil senyum-senyum?"
Kira tersentak, refleks mendongak dengan satu kedipan. Bergumam kecil dengan secuil degup lantas terdiam dengan iris melebar. Kala mendapati Vino yang tengah bertumpu tangan––menatapnya kelewat intens, di depannya di sisi meja yang berseberangan. Cowok itu melambaikan tangannya tepat di depan muka Kira hingga gadis itu tersadar sepenuhnya.
Kira melipat bibir. "Memangnya aku tadi melamun?" Kira justru balik bertanya.
Vino menggaruk tengkuk, lantas menempelkan ujung janggutnya di atas tangan yang bertumpuk. "Em ... entahlah. Kira tadi senyum-senyum sendiri." Vino melanjutkan, "Kira baik-baik saja, 'kan?" tanyanya dengan nada khawatir tapi perhatian.
Sontak Kira mengigit lidahnya, merutuki diri sendiri. Ah ... sial. Ini gara-gara Jin. Tadi pagi benar-benar gila, dumelnya dalam hati. Setelah pagi yang mendebarkan Kira dan Jin memilih untuk kembali keaktivitasnya masing-masing. Yah ... meskipun rasa canggung belum hilang sepenuhnya. Tak ada yang istimewa setelah Jin menggenggam tangan gadis itu karena Kira buru-buru keluar––ke toko untuk menunggu Vino seperti biasa.
"Kenapa Kira melamun lagi?" Vino miringkan kepalanya. Ah ... terlihat lucu.
Sontak Kira terkekeh. "Aku tidak apa-apa," elaknya.
Iris Vino melebar serta mulut terbuka, ia terkejut saat mendapati sesuatu di pikirannya. "Oh ... tidak!"
Sontak Kira menaikkan sebelah alis sedikit panik. "Kenapa Vin?"
Vino menarik satu napas panjang. "Jangan-jangan Kira terkena virus Tertawa. Vino tidak yakin tapi bila Kira tersenyum-senyum sendiri tanpa ada yang lucu mungkin Kira terkena virus itu. Vino takut ... Kira ayo kita ke rumah sakit," katanya panik, berdiri secepat kilat lantas menarik tangan gadis itu yang ada di meja.
Vino terdiam, ada sesuatu yang ia rasa kala kulit mereka saling bertemu. Seperti sebuah sengatan listrik tapi ia mengabaikan hal itu. Vino terlalu panik. Sementara Kira refleks melongo, tak habis pikir. Ia tak bergeming. Sebelum akhirnya berkedip beberapa kali. "Vin!" panggilnya pelan.
"Kira ayo! Vino takut, tahu," ujar laki-laki itu dengan kepanikan yang masih melanda bak banjir di musim Kemarau.
Kira berdeham, "Vin, kamu ada-ada saja sih. Mana ada di dunia ini virus Tertawa."
"Ada, Kira. Vino pernah melihatnya," Vino meyakinkan.
Kira terkekeh, "Oh ya? Di mana?" Kira menaikkan sebelah alis dengan bibir bergetar, berusaha menahan tawa.
Netra Vino menyipit, mengetuk-ngetuk dagu tampak berpikir. "Mungkin dalam mimpi," jawabnya tak yakin. Kira mendengus, berusaha bersabar.
"Auuw, sakit Kira." Vino sontak memekik saat Kira justru menyentil pelan jidatnya. Mengusap-usap pelan dengan bibir mengerucut. Sangat imut.
Kira terkekeh, "Jangan polos-polos Vin, nanti di gigit gajah lho."
"Kira, itu beneran? Vino takut, ih. Tapi memangnya gajah punya gigi?"
Kira menggeleng berusaha menahan tawa mati-matian. "Ya ... tidak tahu."
Kira refleks memelankan suara tawanya. Saat menyadari tangan kanannya masih dipegang oleh laki-laki di depannya itu. Vino memiringkan kepala, lalu mengikuti arah pandang Kira, refleks laki-laki itu melepaskan tangannya. "Maafkan Vino ya, Kira," katanya malu-malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNTU ✓
Fiksi Penggemar[ENDING] Bak terjebak dalam sebuah kotak persegi tanpa celah, Kira tak akan pernah bisa melarikan diri dari cinta dan akhir dari hidupnya sekalipun ia berusaha sekuat tenaga, karena hanya kata buntu yang masih tersisa. ↓ ↑ #2 Curse Series. 2- Start:...