FELLING
"Hidup adalah tentang bagaimana kamu bertahan, disaat memikul beribu-ribu beban."
.
.
."Suka ... tidak ... suka ... tidak ... suka."
Vino dengan hati berdebar. Perasaan yang meletup-letup seperti kawah gunung berapi yang hendak erupsi menghitung kancing piama kotak-kotaknya. Berharap bisa menemukan jawaban yang ia cari. Bisa dibilang ia bingung terhadap perasaannya ke Kira jadi ia menggunakan alternatif dengan menghitung kancing piamanya. Sama seperti saat ia masih di bangku sekolah dulu, menghitung kancing seragam demi sebuah jawaban yang sayangnya tidak mutlak sama sekali.
Masih dengan lampu tidur yang menyala redup, serta selimut coklat tutul macannya. Ia tidak bisa menutup mata barang satu sekon sejak tadi. Ia berusaha untuk memejam tapi tak bisa. Pikirannya masih tertuju dengan seorang gadis dengan tatapan imut dan senyum cantiknya itu. Bayang-bayang Kira tak mau sirna dari pikirannya sejak bersama tadi siang. Entahlah ... Vino tak paham dengan apa yang terjadi. Sebelumya ia biasa saja bila bersama dengan Kira. Ia tak pernah sampai terbayang-bayang dan melihat wajah Kira memenuhi pikirannya. Hanya saja sejak membicarakan tentang cinta pikiran Vino jadi agak berbeda. Barangkali karena ia mengerti beberapa hal yang Kira jelaskan ia alami.
Yah ... mungkin seperti rasa suka, debaran, dan juga keinginan untuk memiliki memang ada. Hanya saja Vino tak terlalu yakin. Rasanya ia agak tak terlalu menyukai kata memiliki. Ia berpikir––memangnya seseorang itu bisa dimiliki? Mungkin bisa bersama-sama tapi jika memiliki itu terdengar agak aneh baginya. Ia lebih menyukai––ah ... apa ya? Mungkin seperti bersama dalam kehidupan indah hingga hari tua. Itu terdengar lebih manis dan ringan. Yah ... Vino ingin yang seperti itu. Seperti tidak ada paksaan.
Memangnya bagaimana cara kita bisa bersama orang yang disukai?
Vino yang tengah bersandar di kepala ranjang dengan selimut sebatas perut itu jadi meragu dan takut-takut untuk melanjutkan. Tapi ia kembali mencoba, daripada pusing untuk menemukan jawaban yang ia sendiri tak paham. Ia masih mengingat dengan baik penjelasan Kira tentang cinta. Kira bilang cinta berawal dari rasa suka, untuk yang ini Vino tahu ia menyukai Kira tapi ia tak tahu dalam artian yang bagaimana. Jadi, ia mencoba menemukan jawabannya melalui teknik hitung kancing.
Tersisa beberapa kancing lagi, Vino dengan perasaan tak keruan terus menghitung. "Tidak ..."
"Suka."
"Tidak."
"Suka." Vino melongo saat kancing terakhir berhenti dikata suka. Laki-laki itu terdiam, sebelum akhirnya mengacak surai frustasi. "Aduh .... bagaimana ini. Vino suka sama Kira. Vino harus bagaimana? Apa ngumpet saja ya?" tuturnya kebingungan. Namun laki-laki itu tiba-tiba saja mencebik kecil. "Jika Vino ngumpet nanti Kira khawatir sama Vino."
Vino beralih untuk merebahkan diri di kasurnya. Menatap langit-langit kamar yang sedikit mengelap. Mengangkat tangan dan menuliskan beberapa kata di udara. "VINO SUKA KIRA," tulisannya dengan hati berdebar-debar dan pipi yang merona. Ia terdiam sebelum akhirnya tersenyum dengan sendirinya. Mengepalkan tangan dan menggenggamnya di dada. Laki-laki itu bergumam.
Vino suka Kira.
Apa Kira juga menyukai Vino?
Dan pada akhirnya Vino memasuki alam mimpi dengan dengkuran halus yang menemani.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNTU ✓
Fanfic[ENDING] Bak terjebak dalam sebuah kotak persegi tanpa celah, Kira tak akan pernah bisa melarikan diri dari cinta dan akhir dari hidupnya sekalipun ia berusaha sekuat tenaga, karena hanya kata buntu yang masih tersisa. ↓ ↑ #2 Curse Series. 2- Start:...