bab 1 - konsekuensi

21.1K 1.8K 82
                                    

📍Desember, 2023.
-Akhir semester lima.

Satu semester telah berlalu. Ducati itu berderum melewati gerbang menuju gedung yang dikepung dinding tinggi menjulang bagaikan rumah tahanan. Universitas Dewantara, kampus swasta terbaik yang meluluskan orang-orang sukses dan tokoh masyarakat.

Arshaka Nathaniel Alvarez, membawa motor besarnya ke parkiran. Menapak untuk pertama kali setelah 4 bulan cuti pasca kecelakaan. Helmnya dilepas, lantas merapikan rambut sambil berkaca di spion, kemudian turun dan menaruh helm di atas tangki.

Keluar dari area parkir, ia langsung disambut oleh patung semen tokoh Ki Hajar Dewantara yang dikelilingi kolam ikan dan air mancur, serta semboyan patrap triloka terukir dengan cat emas indah melingkari patung.

Tiga gedung setinggi lima lantai itu dia teliti perlahan. Terdapat satu koridor di gedung utama yang menghubungkan sayap kanan dan sayap kiri. Di depannya persis ada tiang bendera merah putih yang berkibar dari pagi hingga petang.

Shaka membenarkan ransel hitam yang digendong di satu bahu, lalu kaki panjangnya melangkah melewati koridor gedung utama.

Tempat itu jelas sudah sepi karena hampir seluruh mahasiswa berada di ruang ujian. Shaka menyimpan kedua tangannya ke saku celana. Melenggang santai masuk ke
ruang ujian. "Maaf, Bu, saya terlambat."

"Siapa yang menyuruhmu duduk?" tegas Bu Indri ketika cowok itu hendak mencari mejanya. Membuat yang dimaksud sontak menghentikan langkah dan menghela napas. "Dari mana saja jam segini baru datang?"

"Kesiangan, Bu."

"Memang tidak ada yang membangunkan kamu?"

"Nggak ada."

"Orang tua kamu kemana?"

"Ayah kerja, bunda udah nggak ada."

Bu Indri segera mengatupkan bibir. Kemudian suaranya memelan. "Kamu tinggal sama siapa? Nggak ada anggota keluarga lain?"

Seketika itu Shaka berbalik, tersenyum kepada Bu Indri. "Saya mau ikut ujian, Bu. Boleh minta lembar soal sama jawabannya?" Telapak tangannya menengadah.

Dosen berkacamata dengan rambut digelung rapi itu memandangnya sebentar, lalu mendengkus seraya mengambilkan lembar soal dan lembar jawaban. "Ini. Cari tempat duduk kamu dan kerjakan."

Shaka terdiam saat memeriksa kertas di tangannya. Membuat Bu Indri mengerut bingung. "Kenapa lagi?"

"Saya minta jawabannya, Bu. Bukan lembar jawaban."

Sahutan itu sukses mengundang gelak tertahan seluruh kelas. Bu Indri memukul meja, seketika ruangan menjadi hening.

"Keluar," tunjuknya ke arah pintu.

"Baperan banget, sih, Bu. Bercanda doang."

"Saya bilang keluar, Shaka."

"Maaf, Bu."

****

Menguap berarti jawaban A, batuk berarti jawaban B, barang terjatuh berarti C, menggaruk kepala berarti D, dan mengetukkan jari berarti E. Kode itu sudah dihafal oleh mereka yang bekerjasama.

Seluruh pasang mata berpusat pada seorang perempuan di barisan paling depan tepat di hadapan meja dosen. Namanya Nadine Aretha Pradiantara, gadis cantik yang rambut coklatnya diikat ekor kuda. Si mahasiswa berprestasi yang selalu menjadi kunci jawaban dari puluhan soal-soal memusingkan dengan syarat mereka akan memberikan bayaran.

Setelah mengerjakan sebuah soal, Nadine
berpura-pura terbatuk membuat murid yang bekerjasama dengannya langsung mencoret jawaban B. Namun, bagi pengawas ujian, hal itu cukup mengganggu. Terutama saat Nadine sering kedapatan menjatuhkan barang. "Hei, kamu. Ada masalah?"

Yang namanya disebut sama sekali tidak terkejut. Berusaha bersikap tenang dan mencari alasan, kemudian berdeham. "Soal nomor tiga puluh lima ada jawaban ganda,
Pak. Opsi antara A dan D sama."

Pengawas itu membenarkan kacamatanya. Memeriksa ulang soal yang Nadine maksud pada komputer di depannya. Memang ada nilai yang sama di kedua pilihan. Keduanya adalah jawaban benar. "Jawab saja salah satu di antara keduanya, atau mana saja yang menurut kalian benar."

"Baik, Pak." Nadine mendengkus pelan. Menganggap jawaban dosen itu sama sekali tidak membantu.

Sepuluh menit berlalu, dosen pengawas melirik jam tangannya. "Tersisa satu menit lagi. Jangan lupa submit jawaban kalian dan logout sebelum waktu habis."

"Baik, Pak," sahut seisi kelas.

Nadine melihat keadaan sekitar, ia pikir sudah cukup saat tidak ada seorang pun yang menatap ke arahnya lagi. Dalam artian lain tidak ada yang menunggu jawabannya lagi. Giliran dia mengumpulkan jawaban, segera logout dari aplikasi sebelum benar-benar tertutup oleh sistem dan jawabannya tidak akan diterima.

"Permisi, Pak."

Nadine batal berdiri. Arah matanya beralih pada seorang cowok berkacamata dengan raut datar yang tempat duduknya
berada di pojok.

"Ada kecurangan selama UAS."

****

Siapa yang tidak kenal Claire Cristabelle Ditryas? Seorang selebriti instagram dengan ratusan ribu pengikut. Model sekaligus vokalis utama band lokal itu memiliki rambut pirang sepunggung yang menjadi ciri khasnya.

Kaki jenjang Claire melenggang anggun melewati meja-meja kantin fakultas sambil menggenggam sekaleng coca-cola dingin. Kemudian duduk di meja cewek rambut pendek yang entah siapa namanya. "Kenapa murung?"

"Nggak apa-apa," balasnya lirih seraya menunduk.

"Makan aja, gue nggak minta." Tiba-tiba saja ia kesal melihat si cewek hanya mengaduk makanannya. Lantas menyiram minuman miliknya ke piring cewek itu sampai nasi itu digenangi cola dan Claire tertawa keras. Mengundang atensi semua orang di kantin.

Cewek pendiam itu mengangkat wajah, melayangkan tatap protes yang tidak dapat diucap. Pegangan pada sendoknya mengerat, rasa ingin melempar ke wajah Claire. Sayang, ia tak memiliki cukup keberanian. Mengingat gadis pirang itu punya pengaruh besar di kampus. Sehingga lebih memilih kembali menunduk serta menyimpan dongkol dalam hati. "G-gue punya salah, ya?"

"Enggak," jawab Claire enteng. "Lo gak salah apa-apa. Cuacanya yang salah. Panas banget, gue gak suka."

Apa yang barusan gadis itu katakan? Menyiram minuman ke makanan temannya hanya karena tidak suka dengan cuaca panas?

Apa gadis itu sudah gila?

****

Banyak orang tidak menyukai kepribadian introvert dari cowok ber-hoodie hitam dengan tudung yang hampir setiap hari
menutup setengah wajahnya. Mereka menganggapnya sombong, tetapi Demetrius Jonathan Radeksa hanya kurang bisa
berbaur. Lebih nyaman duduk di sudut kelas menghadap monitor laptop. Mengerjakan sesuatu yang tak pernah disangka oleh murid lain.

Sabotase besar-besaran di website kampus. Dengan mengirim artikel kontroversial tentang kasus hilangnya salah satu mahasiswa berprestasi Universitas Dewantara.

Aksana Bayu Prahardyatmaja. Wakil Ketua Senat Mahasiswa yang aktif mengangkat isu rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

****

Keempat nama itu telah dimasukkan ke daftar hitam kampus atas kecurangan akademik yang mereka lakukan. Dengan arti lain, mereka mendapat ancaman drop out dari kampus.

ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang