bab : 12 - unpredictable confession

6.3K 1.1K 153
                                    

“Mereka ketahuan.”

Claire lantas mengatupkan bibirnya sebanyak dua kali setelah memoles lipstik, mengalihkan pandangan dari kamera ponsel, lalu menatap Jo. “Okay. Sekarang giliran gue.”

Primadona itu bercermin sekali lagi untuk merapikan helai pirangnya. Lalu tersenyum sambil berjalan keluar perpustakaan.

****

“Kalian ngapain di sini?”

Nadine mengenalinya sebagai suara Genta. Refleks ia memutar tubuh, seketika saja tersentak. “Lo kenapa bisa ada di sini?”

“Gue mau ketemu bokap.” Entah ada urusan apa dengan sang wakil rektor —ayahnya. “Lo?”


“Yang jelas nggak ada urusannya sama lo.” Nada sengit jelas terdengar dari kalimat Shaka.

“Jelas urusan gue.” Genta balik menantang.

“Pengawas CCTV shift dua udah sampai.” Jo memberi instruksi melalui airpods.

Dua mahasiswa problematik itu serempak menggulirkan mata pada infrared CCTV yang kembali menyala.

“Ta, sorry. Kita harus pergi.” Nadine meraih jemari Shaka, menyeretnya pergi dari sana. Keduanya berlari cepat menghindari kamera pengawas dan perdebatan dengan Genta.

“Jangan lari lo!” Genta menunjuk punggung mereka yang kian menjauh. Sontak ikut berlari mengejar langkah cepat Nadine dan Shaka.

Aksi kejar-kejaran pun terjadi. Lorong gedung sayap barat itu dipenuhi derap berisik, mencuri perhatian mahasiswa yang kebetulan masuk untuk rapat organisasi.

“Berhenti lo berdua!”

Shaka menoleh ke belakang. Ganti dia yang
mencengkeram pergelangan Nadine. Memaksa gadis itu mempercepat langkah. Nadine mampu mengimbangi langkah panjang Shaka meski kesusahan mengatur napas.

Masih di gedung barat, mereka tidak sengaja menabrak seseorang yang membawa setumpuk kertas fotokopian. Sampai-sampai lembar HVS itu berhamburan di udara.

“Woy, lihat-lihat, dong!”

Sorry!” Shaka berseru pada cowok yang memprotes.

“Berhenti! Capek gue!” Genta mengeluh dengan napas tersengal-sengal, sambil berusaha tetap berlari meski lututnya serasa mau patah.

Keluhan itu sama sekali tidak dihiraukan. Nadine dan Shaka malah mempercepat langkah. Hingga bayangan keduanya menghilang di belokan tangga darurat.

“Cepet banget, anj—” Putra wakil rektor itu seketika mengerem langkah ketika didapati sosok lain muncul dari belokan yang sama. Matanya sama sekali tidak bisa menyembunyikan keterpukauan pada gadis berambut pirang yang memiliki senyum kelewat manis itu.

Si primadona yang digandrungi banyak cowok karena kecantikannya, yang tidak lain adalah Claire Ditryas.

“Terus, gue ngapain?” protes Claire. Ketika dalam diskusi singkat sebelum penyusupan ke ruang rektor, Shaka sama sekali tidak menyebut tugasnya.

“Anggep aja lo pemain cadangan,” jawab Shaka.

“Hah?”

“Gini. Kita nggak tahu apa yang bakal terjadi.” Nadine merapikan kertas hasil coretan mereka, menumpuknya jadi satu.

ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang