bab : 7 - puncak jenuh

7.1K 1.2K 151
                                    

Shaka tidak memiliki keperluan lain selain mengembalikan kalung milik Nadine. Untuk itu tidak perlu berlama-lama berada di area fakultas ilmu budaya. Cowok itu sempat memastikan sampai Nadine masuk ke kelasnya. Sebelum berbalik arah dan meninggalkan tempat tersebut.

Matanya tak sengaja bertemu kontak dengan seorang laki-laki yang memakai kaos hitam dan pods vape terkalung di lehernya, sedang menelepon seseorang.

Beberapa detik kemudian terdengar suara langkah orang berlari dari belakang tubuhnya. Disusul wangi vanilla pekat yang melewatinya begitu saja.

Itu Nadine, yang katanya buru-buru karena hampir terlambat kelas. Sementara sekarang rentangan tangannya menubruk si cowok berkaos hitam. Menenggelamkan setengah tubuhnya di dalam pelukan cowok jangkung itu. Seolah menghambur rindu setelah sekian lama terpisah jarak dan waktu.

Shaka tidak membuang muka. Malah menduga kalau pemilik kalung perak itu adalah cowok yang memeluk Nadine saat ini.

... memeluk Nadine ...

Helaan napas kasar dihembuskan. Merasa ada sebersit getir ketika Shaka merasa diabaikan karena ada orang lain yang berhasil mencuri perhatian Nadine.

Bibirnya mendecih dan menarik simpul samar. "Be happy without me."
(Berbahagialah tanpaku.)


****

Semua kelas selesai, empat mahasiswa bermasalah itu berjalan ke parkiran setelah disepakati bahwa mereka akan pergi bersama-sama dengan mobil Jonathan. Pemilik mobil jelas yang menyetir, Claire duduk di sampingnya memberi aba-aba. Sementara kursi belakang ditempati Shaka dan Nadine.

"Seatbelt aman?" tanya Jo pada semua orang.

"Aman."

Jo menyisir rambut hitam legamnya sambil memundurkan mobil dengan satu tangan. Perlu diakui kalau pesonanya saat ini berkali-kali lipat lebih keren dibanding ketika fokus menghadap laptopnya.

Claire tidak mau melewatkan itu. Helai-helai yang mencuat berantakan. Bulu mata yang berkedip-kedip. Kantung mata kelelahan. Bibir kering yang bagian tengahnya sedikit berdarah. Adalah milik Jonathan.

"Lo udah siapin bahan wawancaranya?"

"Udah."

Dialog dua orang di kursi belakang membuyarkan lamunannya. Claire menoleh. "Bisa share ke grup, Nad? Biar semua tahu poin-poinnya."

"Oke."

"Oh, iya. Kita harus hati-hati, karena kita nggak tahu siapa yang bakal dihadapin," ucap Shaka dan ketiganya setuju.

****

Setelah melewati serangkaian drama dengan petugas keamanan yang sempat tidak mengizinkan mereka masuk, sampai Claire mengancam akan melaporkannya pada direktur, keempat mahasiswa itu akhirnya tiba di ruang kepala divisi penelitian.

Ruangannya dinilai membosankan. Hanya meja kerja, rak penuh berisi buku, etalase yang memamerkan hasil penelitian, juga satu set sofa dan sebuah tanaman kaktus kecil di atas meja kaca. “Tahun lalu memang sempat ada penelitian terkait Formula X-57.”

Empat murid itu kompak menahan napas.

“Tapi direktur meminta kami berhenti.”

“Kenapa?” tanya Jo.

Pria yang mengenakan jas laboratorium itu menghela pelan. "Tidak tahu."

“Hah?! Gimana bisa nggak tahu?” Kedua alis Claire memancang tinggi.

ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang