Sehari setelah seluruh ujian selesai, empat mahasiswa bermasalah itu kompak mengambil absen. Rumah Jo yang biasanya sepi seolah tak berpenghuni mendadak berisik, dipenuhi suara Nadine dan Claire yang heboh sendiri.
“Lo udah print daftar murid yang berpotensi diinjeksi Formula X-57?” Shaka menatap si pemilik rumah.
“Udah.” Jo mengangkat jemarinya dari atas keyboard laptop, menjeda pemrograman untuk mengambilkan berkas yang dimaksud, lantas memberikannya pada sang ketua.
Shaka mengangguk-angguk sembari menerima uluran itu.“Okay, thanks.”
“Sejauh mana pemrogramannya?” Shaka mencondongkan tubuh untuk mengintip monitor Mac milik Jo.
“Tinggal input kontak mahasiswa.”
Semuanya berkumpul ke dekat Jo, sama-sama menahan napas. Mengawasi bagaimana nomor telepon mahasiswa satu demi satu dimasukkan.
Kepala Jo rasanya mulai berasap. Pemrograman portal komunitas mahasiswa baru saja rampung. Artikel kontroversial tulisan Nadine juga selesai di unggah. Lalu program akan secara otomatis mengirim pesan WhatsApp ke nomor yang dia dapat dari database mahasiswa.
****Dering notifikasi dari setiap ponsel di kampus terdengar bersahutan. Semua mahasiswa mendapat pesan spam yang sama. Tanpa terkecuali. Semua orang berhenti melakukan kegiatannya untuk memeriksa.
“Apa ini?” Semua orang bertanya-tanya.
Genta yang tadi hanya ingin mampir beli kopi, terpaksa menghentikan langkah ketika melihat situasi di sekitarnya menjadi tidak kondusif. Karena penasaran ia bertanya pada seorang laki-laki di dekatnya. “Ada apa?”
Laki-laki itu memberikan ponselnya ke Genta. “Ada yang invite kita ke komunitas mahasiswa.”
Alisnya ditekuk curiga. Genta membaca narasi kontroversial mengenai Formula X-57 yang jelas bertujuan untuk memprovokasi seluruh mahasiswa. Dalam narasi itu juga disediakan polling yang mengharuskan mereka memilih setuju atau tidaknya vaksin itu didistribusikan.
“Makasih.” Genta menepuk bahu cowok itu dua kali. Kemudian berseru pada semua orang di sana. “Guys! Jangan klik link yang kalian dapet lewat whatsapp! Itu link dari orang nggak bertanggung jawab yang nge-hack database kalian!"
Gumam-gumam tanya bersahutan. Seorang cewek mengangkat tangan. “Gimana kalau udah telanjur?”
****
Dipta berada di ruang rektor sewaktu keributan terjadi di luar. Dengar-dengar database mahasiswa baru saja diretas. Tanpa repot menebak dia juga tahu siapa dalangnya. Adalah pelaku yang sama dengan sabotase website waktu itu. Demetrius Jonathan Radeksa.
Arah pandang Dipta bergulir pada Pram yang dari tadi sibuk menelepon seseorang. Seperti sedang mendiskusikan cara untuk menyelesaikan keributan.
Sekian detik kemudian pintu ruangan dibuka secara kasar dari luar. Membuat keduanya seketika menoleh dan menemukan sosok Genta yang kalang kabut.
“Papa sudah tahu kalau database mahasiswa diretas?” Napas cowok itu tersengal.
“Sudah.” Pram menjauhkan ponselnya dari telinga. “Kamu juga?”
Genta menggeleng. “Nggak. Kayaknya cuma mahasiswa Untara.”
Satu anggukan diberikan sebagai respon. Pram menoleh kepada asistennya. “Dipta.”

KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA
Ficção Adolescente[TERBIT] #1 winner - beteradiksi writing challenge Ancaman drop out tidak begitu berarti pada empat mahasiswa semester 6 kelewat berantakan ini. 1. Arshaka Nathaniel Alvarez - Teknik Kimia. Prestasinya kian merosot semenjak kecelakaan mobil yang dia...