bab : 15 - kolaps

6.1K 1.1K 95
                                        

Pembahasan belum tuntas karena terjeda ujian remedial bagi mereka yang mendapat nilai buruk. Semua mahasiswa blacklist diwajibkan ikut, katanya untuk menunjang nilai agar keputusan drop out mereka bisa dipertimbangkan apabila hasil ujiannya bagus.

Nadine gemetar sewaktu mengisi tanda tangan di lembar presensi. Suasana laboratorium komputer yang benar-benar hening membuatnya tidak berhenti memikirkan artikel yang secara jelas menjawab sebagian pertanyaan mereka.

Perusahaan multikompleks itu menggaet tiga pebisnis besar sebagai sponsor utama, yaitu Arjuna Alvarez, Dr. Arsenio Ditryas, dan Pramoedja Agnibrata yang merupakan wakil rektornya. Maka tidak heran kenapa
mereka berani mengambil proyek superpower itu dengan harga fantastis.

Perusahaan itu juga melibatkan Profesor Atharav Radeksa selama proses penelitian sampai uji coba. Membuat masyarakat semakin yakin bahwa Formula X-57 akan membawa revolusi bagi pendidikan di Indonesia.

Namun, yang membuatnya lebih penasaran adalah, apa yang membuat mereka khawatir sehingga proyek itu diluncurkan dan Majesty membuka anggotanya secara tiba-tiba?

****

Di ruangan yang berbeda, Jo berkali-kali mencoret-coret rumus yang ia pelajari kemarin, tetapi berulang kali juga tidak ada jawaban yang benar. Artikel berita gila itu membuat hafalannya seketika sirna. Bahkan kisi-kisi soal yang dibagikan sama sekali tidak ada manfaatnya. Semuanya sia-sia.

Brak!

Seluruh atensi langsung berpusat pada seorang mahasiswa yang tiba-tiba jatuh dari kursinya. Tubuhnya pucat pasi, mengeluarkan keringat sebesar biji jagung, urat-urat di sepanjang lengan dan lehernya menegang, lalu kejang. Anak cewek di sekitarnya otomatis berteriak dan menghindar.

“Tenang, semuanya tenang!” Dosen pengawas menghampiri mahasiswa itu. Berjongkok mengecek denyut nadi di pergelangan tangan dan leher. “Siapa pun tolong panggilkan petugas kesehatan!”

Dua orang yang tempat duduknya berada di dekat pintu segera berlari melaksanakan perintah. Sementara Jo hanya memaku di tempat. Ia bahkan menahan napas, mengeratkan genggaman pada besi kursi, dan melebarkan mata. Tanpa berbuat apa pun.

****

Sedangkan Claire kesulitan fokus karena mati-matian menahan diri untuk tidak menangis. Bibir bawahnya digigit kuat, meredam isak yang nyaris terdengar.

“Kenapa Papa nggak ambil proyeknya?”

“Setidaknya ada tiga alasan kenapa Papa gak ambil.” Arsenio berucap seperti mengajari putrinya kiat-kiat menjadi pebisnis sukses. “Pertama, Ditryas Medika gak mau ambil risiko sekalipun proyek itu diprediksi bakal menghasilkan keuntungan yang jauh lebih banyak. Kedua, kalau dibandingin sama kartel pesaing, Ditryas Medika masih
kalah dalam segi biaya produksi. Ketiga,” kalimatnya terjeda sebentar, membuat Claire semkain penasaran, “pemilik Formula X-57 masih belum jelas.”

Satu hal yang dapat Claire simpulkan adalah Ditryas Medika memang tidak mengambil proyek itu. Tetapi papanya berkomplot dengan pengusaha lain untuk mengelola Formula X-57 secara bersama-sama untuk meminimalisir resiko.

Claire mengeklik jawaban di komputer tanpa perhitungan. Pikirannya sekarang dipenuhi kecamuk dan perasaan khawatir, terutama pada masa depan pelajar dan mahasiswa.

ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang