bab : 18 - prodigy

5.7K 1.1K 103
                                    

Pada akhirnya punggung kokoh Shaka benar-benar menyentuh lantai. Codet berdiri menginjak dadanya dengan sepatu lusuh bau kaki. Membuat Shaka meringis sebab separuh napasnya disita. Seluruh tubuhnya kaku. Tulang seperti diremukkan serentak. Dingin dari lantai semen itu serasa mau menelannya. Shaka bersumpah pada siapapun, ia akan menagih setiap tetes darah yang mereka korbankan di sini. Di tempat kotor dan keji ini.

"Shaka...." Tidak untuk kedua kali. Kehilangan karena kematian jelas bukan perpisahan yang terbaik. Nadine segera berlari menabrak tubuh Codet agar menyingkir dari cowoknya. Walaupun ia harus terpental dan jatuh.

Seketika Nadine menjerit saat rambut panjangnya ditarik kasar oleh Codet. Diseret mundur jauh dari Shaka. Codet membekap mulut gadis itu dengan tangan yang berbau kretek. Telapak tangannya yang kasar sengaja membelai rambut Nadine di depan cowoknya.

"Brengsek!" Shaka berusaha bangkit dengan sisa tenaga, meski tangan dan lutut gemetar keberatan menopang berat tubuhnya. Dendamnya pada Codet lebih besar dari rasa sakitnya sekarang.

"Dia cewek lo, 'kan? Dia sendiri yang akan menyaksikan kematian lo." Codet baru saja menggali kuburnya sendiri. Tangan kasar itu dengan berani mengelus lengan putih Nadine. Lalu bibir gelap pecah-pecahnya secara tidak sopan mengecupi rambut. Sampai gadis itu menangis.

Tentu saja Shaka tidak terima. Dengan cepat ia menarik lengan gadisnya. Menghajar si Codet lagi. Menginjak-injak ulu hati Codet tanpa peduli sudah berapa banyak darah yang dimuntahkan. Lengan kanan yang tadi menyentuh gadisnya diputar sampai terdengar tulang bergeretak. Erangan Codet mendobrak dinding sel. Shaka menggilas rahangnya sampai remuk. Cowok itu terengah-engah. Codet sudah tidak berdaya karena kegilaannya. Tapi wajah penuh darah itu masih melempar seringai menyebalkan yang membuatnya jengkel.

"Siapapun yang berada di sini tidak akan bisa keluar," ucap Codet dengan suara parau sebelum Shaka membekap mulutnya dengan alas sepatu. Kemudian dengan satu tendangan di tengkuk, Codet hilang kesadaran begitu saja.

"Guys, ayo!" Claire berhasil merampas kunci sel. Dua penjaga lain habis dilumpuhkan oleh Jo.

Pintu sel terbuka. Nadine menarik bahu cowoknya untuk segera kabur dari tempat serba mengerikan itu. Jo berada di urutan terakhir karena ia harus mengunci kembali pintu sel dan meninggalkan Codet beserta dua penjaga lain. Claire memandu jalan.

Sejauh ini perjalanan menyusuri lorong bawah tanah masih aman meski hanya mengandalkan lampu corong yang sengaja dipasang di langit-langit pondasi sebagai satu-satunya penerangan. Jaring laba-laba ditemui di sepanjang jalan. Permukaan semen yang tidak rata digenangi cairan keruh akibat kebocoran pipa saluran air. Udara terasa semakin pengap.

Pemilik helai pirang itu mendadak berhenti ketika mereka baru mencapai belokan pertama. "Kita nggak tahu jalan keluar. Bagaimana kalau di depan sana ada lebih banyak penjaga?"

"Jangan ke depan."

"Terus?" tanya Nadine skeptis.

"Cari jalan lain," tandas Shaka seolah paling tahu tentang tempat ini.

****

"Sel bawah tanah dibobol. Penjaga dilumpuhkan. Semua sandra kabur." Salah seorang petugas keamanan melapor pada atasan.

Pram meletakkan secangkir kopi hitam yang baru diseruput sedikit. Mencecap sisa pahit di bibirnya. "Tutup semua pintu. Perketat penjagaan. Jangan biarkan mereka kabur sebelum keadaan membaik."

"Baik, Pak."

****

Di ujung lorong yang sangat gelap, Shaka sama sekali tidak menyangka telah menemukan jeruji besi berkarat yang terhubung dengan pintu rahasia di ujung sana. Engsel pintu itu sudah lapuk dimakan waktu. Shaka perlu bantuan Jo untuk mendorongnya terbuka.

ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang