37 - Kesempatan Terakhir

180 39 0
                                    

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

Selamat Membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✬✬✬

Seperti yang Amaryllis duga, hari ini lawannya tersisa 4 orang. Amaryllis sudah membawa bekal dan senjata yang ia butuhkan untuk hari terakhirnya ini. Dia beniat untuk sampai ke sentral arena lebih dulu.

Sesekali Amaryllis memandangi lengannya yang masih terbalut. Dia memang sudah tidak merasakan sakit yang luar biasa, tetapi luka itu masih sedikit berdenyut di lengannya. Kakinya yang beralaskan sepatu bot itu menciptakan suara gemeresik akibat menginjak daun kering.

Burung-burung yang hinggap di dahan pohon yang meranggas itu berkicau ria. Namun, semakin lama kicauan mereka justru semakin keras dan tak beraturan. Mendengar itu, Amaryllis lantas menyiapkan senjatanya, menajamkan pendengaran sekaligus penglihatannya.

Kakinya melangkah dengan hati-hati. Kewaspadaannya meningkat tajam. Dia kemudian langsung berhenti tatkala menangkap ada sesuatu yang bergerak di bawah dedaunan kering itu.

Dalam sekejap mata, seekor ular tiba-tiba saja melompat ke arahnya. Amaryllis terperanjat dan langsung melompat ke belakang. Matanya membelalak ketika melihat ular besar itu. Mungkin ular sanca?

"Aah!" pekiknya yang kembali menghindari gigitan ular itu dengan cepat.

Ular sanca besar itu masih menjulur-julur. Bersiap untuk melancarkan serangannya lagi. Sebelum membuka mulutnya dan melompat ke arah Amaryllis lagi.

Amaryllis langsung menembakkan beberapa anak panah sekaligus kepada ular itu sebelum dia menyerangnya lagi. Melihat ular yang semakin menggelinjang tak karuan karena panah yang menanjap di tubuhnya. Amaryllis dengan cepat langsung menebas kepala ular itu dengan parangnya.

Melihat tubuh ular yang masih menggeliat, Amaryllis kembali memanahnya dengan panah elektrik. Lalu menusuk kepalanya yang terpenggal dengan parang sekali lagi. Perlahan tapi pasti, gerakan potongan tubuh ular itu semakin berkurang.

Amaryllis masih merasakan tangannya yang bergetar. Matanya langsung mengamati setiap inchi bagian tubuh ular yang nyaris bisa menelannya hidup-hidup.

Dahinya mengernyit tatkala menemukan sesuatu yang berkedip di atas kepala ular itu. "Apa ini?"

Amaryllis kemudian berjongkok untuk melihatnya lebih dekat. Dia menarik kembali parang dan anak panahnya yang tertancap di sana. Lalu mulai mencongkel benda berkedip itu dengan sisa tenaganya.

"Apa ini pelacak?" gumamnya tidak yakin sembari memegangi benda berkedip yang berlumuran darah itu tanpa merasa jijik.

Amaryllis kemudian membalikkan benda itu ke belakang. Sebuah angka digital yang tengah menghitung mundur muncul di layar kecilnya.

VENTURIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang