07 - Selamat Datang

370 68 0
                                    

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

Selamat Membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✬✬✬

Cascallustre. Bangunan berbentuk lonjong memanjang dengan beberapa tower yang menjulang tinggi itu tampak megah. Orang bersetelan formal berlalu lalang di bawah atap kaca yang transparan. Meskipun mereka dapat melihat langit cerah dengan jelas, tetapi panasnya sinar matahari tidak akan mampu menembus kaca khusus yang terpasang di atas mereka.

"Bisakah kau tidak menundukkan kepalamu seperti itu?" tegur Samuel.

Amaryllis memang sedikit menundukkan wajahnya sembari mengikuti Samuel yang saat ini berjalan di depannya. Dia hanya merasa tidak nyaman karena ada beberapa orang yang menatap ke arahnya. Gadis itu hanya bingung harus berbuat bagaimana.

"Aku hanya-"

"Kau bisa menabrak seseorang jika berjalan seperti itu."

Akhirnya setelah berjalan cukup lama, Samuel menghentikan langkahnya tepat di depan lobi lantai 15. Dia langsung mendekati meja resepsionis. Wanita berseragam biru dengan topi baret senada yang tengah berkutat dengan komputernya langsung memberikan senyuman hangat.

"Apakah para dewan ada di tempat?" tanya Samuel kepada resepsionis.

"Apa Anda sudah membuat janji, Tuan Samuel Raedeen?" tanya resepsionis sembari menatap layar datar yang berada di sampingnya.

Samuel mendesah dengan sedikit menyandarkan tangannya ke tembok. "Ini mendesak. Bisakah kau buatkan jadwal rekruitmen anggota union untukku, sekarang?"

"Baiklah. Aku akan membuatkan jadwal pertemuannya, tapi Anda harus mengisi formulirnya dulu dan menunggu selama satu jam," jawab resepsionis seraya membalikkan layar hologramnya dan mempersilahkan Samuel untuk mengisi formulir ynag tertera di sana.

Samuel menoleh kepada Amaryllis. "Bisakah kau menekan ini dengan jarimu?" tanyanya kepada Amaryllis sambil menunjuk sebuah pola berbentuk sidik jari tangan yang ada di layar itu.

"Tentu saja," jawab gadis itu yang kemudian menekan layar itu dengan kelima jari kanannya.

Seluruh informasi mengenai identitasnya yang sudah direkam sejak ia lahir hingga sekarang muncul dalam sekejap. Amaryllis tertegun sejenak tatkala melihat seberapa akurat informasi yang muncul di layar hologram itu. Dia memang sempat melihat hal semacam ini saat berada di Wanner, atau lebih tepatnya ketika dia akan masuk sekolah, mengurus pekerjaan, ataupun yang lainnya.

Akan tetapi, informasi yang diakses di sana tidak selengkap ini. Semua datanya tampak lebih detail, kecuali satu bagian yang memang sudah dikosongi sejak ia lahir, yaitu informasi mengenai ayahnya. Beberapa teman Amaryllis di masa lalu bahkan mengejeknya karena dia tidak memiliki ayah seperti yang lainnya.

VENTURIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang