55 - The Ploy

394 43 8
                                    

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

Selamat Membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✬✬✬

Hari berlalu dengan lebih cepat ketika dia terlena dengan kesibukan. Segala perayaan besar yang diadakan oleh Dewan Cascallustre berhasil menyenangkan mereka, tetapi tidak dengannya. Amaryllis justru masih tenggelam dengan pikirannya dengan wajah yang lesu.

Deru napasnya mengalun perlahan. Rambut yang ia ikat kebelakang itu menampakkan lekukan lehernya. Pin yang terpasang di dada kirinya itu tampak lebih bersinar daripada pakaian polos yang ia kenakan saat ini.

Dia bahkan masih berusaha meraba-raba apa itu Venturion, permainan yang baru saja ia selesaikan beberapa bulan yang lalu. Lantas permainan semacam apa lagi yang harus ia hadapi untuk tahun depan? Apa itu artinya dia harus bersaing dengan sistem dan orang baru, lagi?

Suara dering pesan hologram itu membuatnya tersentak. Amaryllis yang sedari tadi duduk di sofa burgundy lantas berjalan menuju ke arah tabletnya. Jari lentiknya memencet pemberitahuan yang terpantul di atasnya.

"Tuan Roney Licester ingin bertemu dengan Anda, Nona Heath," beritahu pesan dari suara sistem kecerdasan buatan itu.

"Katakan padanya, aku akan ke sana 10 menit lagi."

"Pesan balasan sudah terkirim."

Ketika pikiran masih bercabang untuk menjawab segala pertayaan yang muncul di kepalanya. Amaryllis yang terburu-buru tidak menyadari bahwa ia mengambil langkah yang salah. Saat tubuhnya berbalik, ia tidak sengaja menabrak salah satu kursi dengan cukup keras.

"Ah!" sergahnya ketika barang-barang yang ada di dalam kotak itu jatuh berhamburan.

Amaryllis berjongkok untuk mengambil mereka satu per satu. Ketika dia mengumpulkan mereka, matanya pun menangkap sebuah pena silver yang tergeletak di atas karpet. Pena peninggalan ayahnya yang berharga itu juga ikut menjadi korbannya.

"Seharusnya aku tidak membawa barang saat melamun," gumamnya sembari memegang pena itu dengan hati-hati. Namun, ketika dia memperhatikannya dengan lebih detail, ada sebuah sisi yang berubah menjadi cekung yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Karena penasaran, Amaryllis pun menekan sisi cekung itu untuk memperbaikinya. Namun, suara bip dengan kilapan samar yang muncul itu justru mengejutkannya. Matanya membelalak tatkala pena itu membuka menjadi dua bagian.

Dahi Amaryllis perlahan-lahan mengerut dalam. Raut serius tampak begitu jelas di wajah lembutnya. Dia mengangkat pena itu lebih tinggi, memperhatikan rongga tidak biasa yang mucul tiba-tiba itu.

Rongga yang muncul itu sepertinya digunakan untuk meletakkan memori atau semacamnya. Namun, semakin lama dia memperhatikannya dengan saksama, semakin yakin pula kalau dia pernah melihat benda yang bentuknya mirip dengan rongga itu.

VENTURIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang