04 - Keputusan

435 76 2
                                    

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

Selamat Membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✬✬✬

Amaryllis memulai semua kegiatannya seperti hari-hari biasanya. Gadis itu tengah berteduh di bawah pohon anggur yang sedang ia petik. Ujung-ujung jarinya yang mengelupas akibat melakukan pekerjaan kasar itu sama sekali tidak mengganggu aktivitasnya.

Mengingat panen bulan ini cukup banyak, pihak perkebunan pun berusaha untuk mencari pekerja tambahan demi memenuhi kebutuhan. Pekerja honorer adalah jawaban bagi perusahaan untuk menekan biaya yang harus mereka keluarkan. Meskipun dia sudah mengangkat berpuluh-puluh keranjang anggur per harinya, tetap saja upah yang Amaryllis terima sangatlah jauh dari upah minimum yang seharusnya diberikan.

"Ini upahmu," ujar mandor yang tengah membagikan bayaran kepada para pekerja.

"Terima kasih."

Gadis dengan kaos biru tua dan celana hitam itu kemudian mengambil barang-barang yang ia tinggalkan di dalam loker. Tas lusuh yang selalu ia bawa itu diselempangkan ke bahu. Sepatu bot yang kotor karena dipenuhi oleh tanah lembek sama sekali tidak menghambat langkahnya.

"Amy, kau mau ini?" tawar seorang wanita yang tengah mengulurkan sebuah roti kepadanya.

"Aku membuat banyak untuk semua orang hari ini. Ambillah," ujarnya sembari memberikan roti itu kepada Amaryllis.

Amaryllis tersenyum lembut. "Terima kasih Bibi Grace."

Nyonya Grace adalah tetangga di dekat rumahnya. Mereka juga sama-sama pekerja honorer di perkebunan. Namun, dibandingkan dengan Eva, sebenarnya Grace lebih cocok menjadi bibinya. Menurut Amaryllis, wanita itu sangat baik dan perhatian kepadanya. Dia merasa cukup nyaman saat berbincang dengan Nyonya Grace, meskipun umur mereka terpaut 19 tahun.

Kadang gadis itu juga mampir ke rumahnya. Entah hanya sekadar membantu wanita itu untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau hanya bermain di sana. Menemani wanita yang hidup sebatang kara di Thon.

Amaryllis lantas memakan rotinya sedikit demi sedikit. Mengunyahnya perlahan sambil memandangi pekerja lain yang masih berlalu lalang. Gadis itu menyadari satu hal, yakni tidak ada satu pun orang yang seumuran dengannya di sana.

Kebanyakan dari mereka adalah wanita ataupun pria berumur lebih dari 35 tahun dan juga lanjut usia. Sedangkan para anak muda di Thon lebih senang bekerja di bagian perkotaan Sektor 5. Mempertaruhkan nasib mereka di lokasi baru, walaupun hasil yang mereka dapatkan tidak setimpal dengan apa yang mereka kerjakan.

"Apa kau tidak berniat keluar dari Thon, Amy? Semua anak yang sebaya denganmu sudah pergi meninggalkan desa ini," tanya Grace yang berada di sampingnya.

VENTURIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang