15 - Amaryllis

293 61 0
                                    

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

Selamat Membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✬✬✬

Galanite sudah resmi dimulai. Alunan musik dansa menggema ke seluruh ruangan berbentuk kubah itu. Sekarang adalah waktunya bagi mereka untuk mulai beraksi di lantai dansa.

Amaryllis juga mulai berbaur dengan mereka. Dia sebenarnya tidak terlalu pandai berdansa. Di sektornya, dansa merupakan kebiasaan yang sangat jarang dilakukan, kecuali untuk sebuah perayaan besar dan acara pernikahan. Namun, ia sempat berlatih untuk Galanite. Tentu saja dia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri dengan menginjak kaki lawan dansanya.

Matanya beberapa kali menyapu ke seluruh penjuru ruangan. Amaryallis berusaha menemukan sosok Samuel, tetapi gagal karena terlalu banyak orang yang menghalangi pandangannya. Dia juga belum bertemu dengan satu pun anggota unionnya di sana.

Sekelebat, Amaryllis mendapati beberapa orang tengah menatapnya. Sejak dia menginjakkan kakinya ke tempat itu, perhatian semua orang seolah tertuju padanya. Apa dia terlihat semencolok itu dengan gaun burgundy ini? Padahal Amaryllis melihat ada orang yang memakai kostum dan dandanan yang lebih mencolok dan nyentrik daripada dirinya. Kenapa mereka tidak mengalihkan pandangan mereka kepada orang-orang itu saja?

Mata hazel Amaryllis masih berbinar karena pesta super megah itu. Di Wanner, mereka harus berjuang mati-matian demi beberapa potong roti dan sesuap gandum. Sekadar tempat tinggal yang layak dan nyaman pun sudah sangat sulit untuk ditemukan. Mereka tidak bisa menikmati hal semacam ini, kecuali membayarnya dengan harga yang sangat-amat mahal.

Di sisi lain, Centrus mendapatkan semuanya dengan mudah. Mereka seakan hanya perlu menjentikkan jarinya dan semuanya akan langsung tersedia di depan mata. Mereka tidak memerlukan upaya yang keras hingga membuat kulit-kulit mereka begitu terawat. Amaryllis tidak bisa memungkiri bahwa dirinya merasa iri dengan mereka yang lahir di ibukota atau sektor yang lebih makmur. Nasib mereka jauh lebih beruntung ketimbang dirinya yang hanya berasal dari kota pinggiran.

"Amaryllis!" panggil Frans yang ada di sudut ruangan.

Amaryllis sontak menolehkan kepalanya. Dia mengangkat kedua alisnya ketika laki-laki itu menghampirinya.

"Aku sedang mencari kalian," ujar Amaryllis kepada Frans yang kini sudah berdiri di depannya.

"Kami sedang mengurus beberapa hal tadi," jawab Frans seraya menuntun Amaryllis untuk masuk ke dalam ruang tunggu di balik pintu transparan.

Amaryllis dapat melihat Thomas, Selina, dan Hans yang sudah duduk di sofa tengah ruangan. Mereka bertiga sedang memperhatikan layar dengan saksama. Mengamati jalannya acara sembari menunggu urutan untuk dipanggil.

VENTURIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang